Gelar juara Perancis Terbuka menjadi gelar keenam Iga Swiatek pada tahun ini. Namun, tunggal putri nomor satu dunia itu tak ingin berekspektasi tinggi untuk Grand Slam berikutnya, Wimbledon.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·3 menit baca
PARIS, MINGGU — Dengan enam gelar juara, termasuk Grand Slam Perancis Terbuka, Iga Swiatek adalah petenis putri terbaik sejak Februari 2022. Namun, petenis nomor satu dunia itu menahan diri untuk berbicara tentang target tinggi pada Grand Slam berikutnya, Wimbledon.
Swiatek menjuarai Perancis Terbuka untuk kedua kali, setelah yang pertama tahun 2020, usai mengalahkan Cori ”Coco” Gauff 6-1, 6-3 pada final, Sabtu (4/6/2020). Gelar tersebut mempertegas dominasi Swiatek dalam persaingan tenis putri profesional dalam empat bulan terakhir.
Kemenangan atas Coco menjadi kemenangan atas semua lawan yang ke-35 beruntun, yang mengantarkan petenis Polandia tersebut meraih gelar keenam. Dia melewati rekor 34 kemenangan beruntun Serena Williams dan menyamai rekor milik Venus Williams. Di antara petenis aktif, Swiatek hanya tertinggal dari Roger Federer dan Novak Djokovic yang meraih kemenangan beruntun lebih banyak, masing-masing 42 kemenangan dan 45 kemenangan.
”Rasanya agak aneh, tetapi punya 35 kemenangan yang melebihi Serena, tentu sangat spesial. Apalagi, saya selalu ingin membuat rekor. Di tunggal putri, itu sangat sulit dilakukan karena ada Serena,” katanya.
Empat dari lima gelar lain didapat Swiatek dari turnamen WTA 1000 yang merupakan turnamen level tertinggi dalam struktur tenis putri profesional. Dia mendapatkannya dari Doha, Indian Wells, dan Miami yang berlangsung di lapangan keras. Adapun WTA 1000 Roma berlangsung di lapangan tanah liat, seperti WTA 500 Stuttgart yang juga dijuarai petenis berusia 21 tahun itu.
Setelah Perancis Terbuka, yang merupakan puncak dari persaingan di lapangan tanah liat, Swiatek dan petenis top dunia lain akan menghadapi tantangan di lapangan rumput. Mereka hanya memiliki waktu tiga pekan untuk mempersiapkan diri, termasuk mengikuti turnamen pemanasan, sebelum bersaing di Wimbledon, 27 Juni-10 Juli.
Jenis lapangan itu memiliki perbedaan ekstrem dengan karakter tanah liat yang lambat. Lapangan rumput menjadi lapangan yang memantulkan bola paling rendah dan cepat. Permukaan yang tidak rata terkadang memunculkan pantulan yang tidak sesuai perkiraan.
Ini akan menjadi tantangan besar bagi Swiatek yang memiliki persentase kemenangan terendah di lapangan rumput, yaitu 50 persen, dibandingkan di lapangan keras (71 persen) dan tanah liat (88 persen). Dari partisipasi di Wimbledon 2019 dan 2020, Swiatek hanya bertahan pada babak pertama dan keempat.
Rasanya agak aneh, tetapi punya 35 kemenangan yang melebihi Serena, tentu sangat spesial. (Iga Swiatek)
”Pelatih saya (Tomasz Wiktorowski) yakin, saya bisa menang lebih banyak di lapangan rumput. Saya sebenarnya belum begitu yakin, tetapi tentu saya ingin menambah satu atau dua kemenangan,” katanya.
Swiatek mengatakan, lapangan rumput memberinya tantangan berbeda. Permukaannya yang tidak rata membuat permainan yang akan muncul pun sulit ditebak. ”Saya pun tidak punya ekspektasi apa-apa untuk Wimbledon, hanya akan mempersiapkan diri dengan baik. Bermain tanpa ekspektasi membuat saya akan lebih rileks,” katanya.
Oleh karena itu, Swiatek pun akan bersandar pada pengalaman Wiktorowski ketika melatih Agnieszka Radwanska. Wiktorowski mengantarkan Radwanska, yang pensiun pada 2018, ke final Wimbledon 2012.
”Rumput adalah lapangan favorit Aga. Jadi, Tomasz bisa memberi saya tips yang sangat membantu dan membuat saya lebih menikmati bermain di rumput,” ujar Swiatek.
Sementara, setelah dikalahkan Swiatek pada final tunggal putri, Coco juga gagal menjuarai ganda putri. Petenis 18 tahun yang berpasangan dengan Jessica Pegula itu kalah dari pasangan tuan rumah, Kristina Mladenovic/Caroline Garcia 6-2, 3-6, 2-6. (AFP)