Keseimbangan ”Dua Dunia” Para Juara, Axelsen dan Tai Tzu Ying
Para juara nomor tunggal Indonesia Terbuka 2022, Axelsen dan Tai, adalah sosok yang mampu menyeimbangkan dua dunia yang dijalani. Alih-alih menghambat karier, keluarga dan pendidikan jadi motivasi mereka berprestasi.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA, YULIA SAPTHIANI
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain bulu tangkis, para juara nomor tunggal East Ventures Indonesia Terbuka 2022 punya ”dunia lain” yang mereka jaga agar selalu berjalan beriringan. Juara tunggal putra, Viktor Axelsen, tidak bisa memisahkan keluarga dengan karier bulu tangkisnya. Adapun juara tunggal putri, Tai Tzu Ying, menempatkan pendidikan sebagai hal penting selain profesinya sebagai atlet.
Axelsen mempertahankan gelar juara Indonesia Terbuka yang ia raih tahun lalu di Bali. Tunggal putra nomor satu dunia itu kembali menjadi juara tahun ini seusai mengalahkan Zhao Jun Peng (China), 21-9 21-10, dalam laga yang berlangsung selama 38 menit di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/6/2022).
”Menjuarai Indonesia Open di Istora yang legendaris adalah mimpi terbesar saya. Saya datang ke sini berbekal pengalaman. Saya bahagia dengan permainan sekarang,” ujarnya.
Dominasi Axelsen terlihat di laga puncak ini lantaran Zhao tidak mampu berbuat banyak untuk membendung laju Axelsen. Berkali-kali upaya pukulan Zhao gagal berbuah poin, sedangkan Axelsen sulit dihentikan hingga akhir laga.
Trofi Indonesia Terbuka pun bak pelengkap dari penampilan impresif Axelsen dalam setahun terakhir. Tahun lalu, Axelsen meraih emas Olimpiade Tokyo 2020. Capaian itu menjadikannya orang Eropa kedua di nomor tunggal yang mampu meraih emas Olimpiade setelah Poul-Erik Høyer pada Olimpiade Atlanta 1996.
Seusai meraih emas Olimpiade, performa Axelsen stabil di level tertinggi dengan menjuarai Denmark Terbuka, Indonesia Terbuka, dan final BWF World Tour. Kegemilangannya berlanjut tahun ini dengan menjuarai turnamen bulu tangkis tertua sejagat, All England.
Di balik performa bagusnya itu, ia mampu menyeimbangkan dua dunia yang ia jalani, yaitu karier bulu tangkis dan keluarga. Selama ini kehidupannya senantiasa bergerak dari laga ke laga. Di sisi lain, tunggal putra nomor satu dunia itu tidak meninggalkan tugasnya sebagai ayah. Peran sebagai ayah dan atlet bulu tangkis dijalaninya dengan seimbang.
Peran besar keluarga
Bagi Axelsen, keluarga dan bulu tangkis adalah dua dunia yang tak bisa saling meniadakan. Apabila memungkinkan, keduanya harus berjalan beriringan. Keluarga berperan besar pada performa Axelsen di lapangan. Kehadiran putri pertamanya, Vega Rohde Axelsen, pada 2020 turut menjadi tonggak kegemilangan karier Axelsen.
”Tiada yang lebih besar rasanya dari menjadi seorang ayah. Itu (menjadi ayah) memberi saya rasa tenang. Sebagai atlet, Anda akan punya ego besar. Tetapi, Anda harus menyingkirkan ego itu saat jadi orangtua. Itu membantu saya dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Axelsen dalam wawancaranya bersama Olympic Channel.
Bagi Axelsen, keberadaan Vega dan istrinya, Natalia Koch Rohde, memberi motivasi lebih dan kesenangan luar biasa. Maka, ia kerap mengajak keluarga kecilnya itu menemaninya berlaga. Di Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka tahun ini, Axelsen juga membawa keluarganya. Tahun ini adalah kali kedua Vega dan Natalia ke Indonesia untuk menemani Axelsen seusai Festival Bulu Tangkis Indonesia di Bali pada tahun lalu.
Selama dua pekan di Indonesia, Axelsen kerap menikmati waktu bermain bersama Vega sebelum berlaga. Vega dan Natalia beberapa kali terlihat mendukung perjuangan Axelsen di lapangan. Kedatangan Vega menjadi daya tarik bagi penonton di Istora. Mereka, yang mengenali Vega, kemudian menyapa dan memberikannya hadiah.
Secara mental, dia (Axelsen) sangat kuat. Fokusnya 100 persen di lapangan. Itulah mengapa banyak dari kita yang tidak bisa mengalahkannya. Dia mengalahkan begitu banyak lawan. ( Lee Zii Jia)
Menyeimbangkan keluarga dan karier di olahraga bukanlah perkara mudah bagi atlet. Waktu mereka bersama keluarga kerap tersita padatnya jadwal latihan dan tur pertandingan. Pada kondisi ini, Axelsen beruntung punya Natalia yang sangat mendukung kariernya.
Axelsen mengatakan, meski membawa keluarganya ke Indonesia, ia tidak memiliki banyak waktu untuk mengajak mereka menikmati Jakarta karena harus fokus mempersiapkan diri menghadapi laga demi laga. Pada titik ini, kekompakan Axelsen dan Natalia diuji. Rupanya, sejak awal, Axelsen dan Natalia membuat kesepakatan terkait pembagian waktu untuk menjaga Vega.
”Ketika bertanding, saya punya tanggung jawab sebagai atlet. Jadi, saya tidak punya banyak waktu luang berjalan-jalan bersama mereka. Saya dan istri punya kesepakatan bersama yang isinya saling mengerti situasi masing-masing. Orangtua saya juga kadang membantu mengasuh Vega,” kata Axelsen.
Keluarga yang harmonis dan keinginan untuk terus meningkatkan kemampuan diri membawa Axelsen hingga ke level tertinggi. Meskipun sudah meraih berbagai gelar bergengsi, Axelsen mengaku masih belum puas. Ia terus ingin menyempurnakan teknik dan staminanya untuk tetap berada di level tertinggi selama mungkin.
Kedisiplinan Axelsen kepada diri sendiri itu menjadikannya sebagai pebulu tangkis yang sulit dibendung lawan-lawannya. Hal itu diakui tunggal putra Malaysia, Lee Zii Jia, yang dikalahkan Axelsen pada semifinal Indonesia Terbuka 2022. Mereka bertanding sangat sengit, sehingga pemenang harus ditentukan lewat gim ketiga.
Lee harus mengakui keunggulan Axelsen meski sudah berjuang sebaik-baiknya. Lee sampai menyebut hampir tidak ada pebulu tangkis yang mampu membendung Axelsen, saat ini. ”Secara mental, dia sangat kuat. Fokusnya 100 persen di lapangan. Itulah mengapa banyak dari kita yang tidak bisa mengalahkannya. Dia mengalahkan begitu banyak lawan,” kata Lee.
Gelar doktor
Seperti Axelsen yang berusaha membagi waktunya dengan keluarga, Tai Tzu Ying juga berupaya keras menyelesaikan pendidikan di tengah kesibukan sebagai pebulu tangkis. Gelar juara Indonesia Terbuka ibarat pelengkap gelar doktor yang diraihnya dari University of Taipei pada 13 Juni lalu.
University of Taipei menggelar acara wisuda dan mengumumkan Tai berhak atas gelar Ph.D dari Graduate Institute of Sports Training. Namun, Tai tak bisa datang karena telah berada di Jakarta untuk mengikuti Indonesia Terbuka, 14-19 Juni. Sebagai gantinya, universitasnya menggelar acara kecil untuk kelulusan Tai sebelum dia bertolak ke Indonesia.
”Bagi saya, pendidikan sangat penting, apalagi tak banyak atlet Taiwan yang bisa kuliah S-3 sambil aktif bertanding. Saya pun berterima kasih kepada universitas yang memberi kesempatan untuk belajar sambil latihan dan bertanding,” ujarnya.
Tai mengatakan, pendidikan yang ditempuh membantunya dalam mengembangkan karier. Dia dapat menggunakan perspektif ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalahnya. Meskipun tidak mudah membagi waktu antara berlatih, bertanding, dan kuliah, dia tak menyerah.
Tunggal putri yang juga menjuarai Indonesia Terbuka 2016 dan 2018 itu selalu berdiskusi dengan dosennya untuk mengatur waktu kuliah. Dia meminta lebih banyak kuliah melalui daring. Desertasi dia serahkan pada 9 Juni, lima hari sebelum Indonesia Terbuka dimulai.
Kepada media-media di Taiwan, Tai berpesan pada atlet yang juga menjalani pendidikan untuk tidak menyerah. ”Saat menghadapi berbagai kesulitan, kamu bisa sedih dan menangis, tetapi tidak boleh menyerah. Saya yakin, Anda tak akan menyesal menjalaninya,” katanya dikutip dari Taiwannews.com.
Direktur Graduate Institute of Sports Traingi Chen Yi Liang mengatakan, selama jadi mentor Tai, dia menilai atlet yang memiliki gaya tomboi tersebut memiliki ambisi besar, disiplin, bertanggung jawab, dan pintar membagi waktu.
Selain Axelsen dan Tai, gelar juara Indonesia Terbuka diraih Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong di nomor ganda campuran usai menaklukkan Yuta Watanabe/Arisa Higashino, 21-14 21-16. Di ganda putri, Nami Matsuyama/Chiharu Shida menjadi juara seusai mengatasi kompatriotnya, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, 18-21, 21-14, 21-17. Adapun di nomor ganda putra, Liu Yu Chen/Ou Xuan Yu berjaya seusai menjungkalkan Choi Sol Gyu/Kim Won Ho, 21-17 23-21.