Keseimbangan Pendidikan dan Dunia Atlet Tai Tzu Ying
Tai Tzu Ying tidak hanya sukses di lapangan bulu tangkis. Dia menjuarai tunggal putri East Ventures Indonesia Terbuka hanya berselang sekitar sepekan setelah meraih gelar doktor.
Oleh
YULIA SAPTHIANI, I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tunggal putri Taiwan, Tai Tzu Ying, tak hanya sukses di dunia bulu tangkis yang pernah mengantarkannya menjadi pemain nomor satu dunia. Dia bisa menyeimbangkan padatnya kehidupan atlet dan pendidikan dengan menjadi juara di lapangan dan menjadi doktor di dunia pendidikan.
Salah satu bukti prestasi Tai di lapangan bulu tangkis pada tahun ini adalah ketika menjuarai turnamen East Ventures Indonesia Terbuka. Pada final yang digelar di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/6/2022), Tai mengalahkan pemain muda China, Wang Zhi Yi, 21-23, 21-16, 21-15. Ini menjadi gelar kedua pemain berusia 27 tahun tersebut pada tahun ini setelah menjuarai Thailand Terbuka 17-22 Mei.
Di Istora, dengan penonton yang selalu meneriakkan namanya, Tai mengatasi penampilan solid Wang yang menyingkirkan unggulan teratas, Akane Yamaguchi, pada perempat final. “Wang bermain sangat stabil, kontrol bolanya bagus. Sedangkan, saya membuat banyak kesalahan. Jadi, beban saya pada pertandingan tadi adalah diri sendiri,” tutur Tai.
Namun, berkat ketenangannya, Tai menang, seperti ketika dia memenangi pertandingan sulit pada semifinal. Sehari sebelumnya, dia mengalahkan pemain China lain, Chen Yu Fei, yang mengalahkannya pada final Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar pada 23 Juli-8 Agutus 2021.
“China memiliki pemain-pemain top pada tunggal putri. Dalam satu turnamen, banyak tunggal putri China yang ikut serta dan mereka mendapat hasil baik. Saya akan sering bertemu mereka pada turnamen-turnamen setelah ini dan harus tetap tampil baik,” ujar finalis Kejuaraan Dunia 2021 itu.
Berbagai gelar juara diraih Tai di tengah kegiatan lain, yaitu kuliah dalam bidang olahraga. Gelar Indonesia Terbuka didapat setelah dia mendapat gelar doktor. Pada 13 Juni, University of Taipei menggelar acara kelulusan dan mengumumkan bahwa Tai berhak atas gelar Ph.D. pada namanya dari Institute of Sports Training. Dari tempat yang sama pula, dia menjalani pendidikan S1 dan S2.
“Bagi saya, pendidikan sangat penting. Apalagi, tidak banyak atlet Taiwan yang bisa kuliah S3 sambil aktif bertanding. Saya pun berterima kasih pada universitas yang memberi kesempatan pada saya untuk belajar sambil latihan dan bertanding,” ujarnya.
Tai mengatakan, pendidikan yang ditempuh membantunya dalam mengembangkan karier. Dia dapat menggunakan perspektif ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalahnya. Meski bukan hal yang mudah untuk membagi waktu antara berlatih, bertanding, dan kuliah, dia tidak menyerah.
Saat menghadapi berbagai kesulitan, kamu bisa sedih dan menangis, tetapi tidak boleh menyerah. (Tai Tzu Ying)
Tunggal putri yang juga menjuarai Indonesia Terbuka 2016 dan 2018 itu selalu berdiskusi dengan dosennya untuk mengatur waktu kuliah. Dia meminta lebih banyak menjalani kuliah melalui daring. Disertasi dia serahkan pada 9 Juni, lima hari sebelum Indonesia Terbuka dimulai.
Dalam media-media di Taiwan, Tai berpesan pada atlet yang juga menjalani pendidikan untuk tak menyerah. “Saat menghadapi berbagai kesulitan, kamu bisa sedih dan menangis, tetapi tidak boleh menyerah. Saya yakin, Anda tidak akan menyesal menjalaninya,” kata dikutip dari taiwannews.com.
Kecepatan Zheng/Huang
Meski kalah dalam posisi pada peringkat dunia dari Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, Zheng Si Wei/Huang Ya Qiong adalah pebulutangkis terbaik pada saat ini. Kecepatan permainan mereka tak tertandingi siapapun.
Kecepatan Zheng/Huang membawa mereka pada gelar juara Indonesia Terbuka setelah mengalahkan Yuta Watanabe/Arisa Higashino (Jepang), 21-14, 21-16, dalam final.
Itu menjadi gelar juara keempat Zheng/Huang pada tahun ini yang didapat dari empat turnamen beruntun. Tiga gelar juara lain didapat dari Kejuaraan Asia, Thailand Terbuka, dan Indonesia Masters.
Dari Watanabe/Higashino, salah satu rival berat, kemenangan pada final Indonesia Terbuka menjadi yang kesepuluh dari 12 pertemuan. Zheng/Huang juga unggul atas rival lainnya yang saat ini menempati puncak peringkat dunia, yaitu Puavaranukroh/Taerattanachai, dengan statistik 9-2. Di Indonesia Terbuka, pasangan Thailand itu disingkirkan Goh Soon Huat/Lai Shevon Jemie (Malaysia) pada babak pertama.
Ketika ditanya kesulitan setiap kali bertemu ganda China berperingkat kedua dunia itu, Watanabe dengan tegas mengatakan satu. “Kecepatan,” katanya.
Dalam pertemuan di Istora, kecepatan tak hanya diperlihatkan Zheng, pemain putra yang punya peran menyerang, terutama dengan smes. Huang juga sangat cepat dalam mengontrol pukulan di depan net. Dia bisa memotong pukulan-pukulan dari Watanabe/Higashino dengan cepat di dekat net.
Mengantisipasi kecepatan lawan, Watanabe memvariasikan seragan dari smes dengan dropshot silang yang diarahkan ke dekat net. Namun, ini tak selalu berhasil dilakukan. Zheng/Huang pun memenangi persaingan dengan pasangan Jepang peringkat ketiga dunia itu untuk kedua kalinya pada tahun ini, setelah semifinal Thailand Terbuka.
“Kemenangan di Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka ini memberi keyakinan bagi kami bahwa kami adalah tim yang bagus,” kata Huang.
Sementara, gelar juara ganda putri didapat Nami Matsuyama/Chiharu Shida setelah mengalahkan sesama pasangan Jepang, Yuki Fukushima/Sayaka Hirota, 8-21, 21-14, 21-17.