Pebulu tangkis tunggal putri Spanyol, Carolina Marin, kembali berlaga setelah absen lama. Di Indonesia Terbuka, Marin mencoba menata kembali kariernya.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA, YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seperti sebagian besar pebulu tangkis asing, Carolina Marin menikmati bermain di Istora Gelora Bung Karno. Dia kembali ke tempat yang selalu dirindukannya itu setelah mengalami masa sulit, dengan absen dari turnamen selama setahun karena operasi lutut kiri.
Marin disambut dengan teriakan penonton saat memasuki lapangan untuk menjalani babak pertama Indonesia Terbuka melawan Julie Dawall Jakobsen (Denmark), Selasa (14/6/2022). Dia menang 21-17, 21-17 untuk berhadapan dengan Wang Zhi Yi pada babak kedua.
Itu menjadi penampilan pertama Marin dalam Indonesia Terbuka sejak kalah pada babak pertama pada 2018. Pada tahun berikutnya, Marin absen karena cedera lutut kanan yang muncul saat dia tampil pada final Indonesia Masters, Januari. Dia cedera saat melawan Saina Nehwal di final dan unggul 10-4 pada gim pertama.
Cedera itu membuatnya harus menepi dari turnamen selama delapan bulan. Hanya sepekan setelah kembali ke kompetisi, Marin menjuarai turnamen besar, China Terbuka Super 1000. Performanya konsisten pada 2020, yaitu pada masa kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, dengan minimal tampil pada semifinal pada tujuh turnamen.
Pemain berusia 28 tahun itu tetap berada pada puncak performa pada 2021. Sebanyak empat gelar dari lima turnamen membuat Marin menjadi salah satu calon kuat peraih medali emas tunggal putri di Tokyo.
Namun, perjalanan mulusnya sejak September 2020 berubah dengan cepat. Setelah meraih gelar keempat, dari Kejuaraan Eropa, 27 April-2 Mei, dia harus menjalani operasi lutut kiri. Hal itu berdampak pada absennya dari turnamen selama setahun, termasuk Tokyo 2020, yang menjadi target besarnya.
Bayangkan, dua bulan sebelum Olimpiade, saya harus dioperasi. Namun, itulah perjalanan hidup, saya harus menjalaninya.
Seusai mengalahkan Jakobsen di Istora, Marin bercerita bahwa kejadian itu menjadi momen paling buruk dalam kariernya. ”Bayangkan, dua bulan sebelum Olimpiade, saya harus dioperasi. Namun, itulah perjalanan hidup, saya harus menjalaninya,” katanya.
Kondisi cedera tersebut sebenarnya belum membaik seratus persen. Terkadang, atlet peringkat kelima dunia itu masih merasakan nyeri saat bertanding. ”Level saya belum maksimal, tetapi saya tetap berusaha tampil. Setelah di Indonesia, saya juga akan ke Malaysia,” katanya.
Marin merupakan tunggal putri Eropa paling sukses sejak 2014. Dia menjadi satu dari sedikit pebulu tangkis yang bisa mengalahkan dominasi pemain China. Kejutan besar pertama dibuatnya saat menjadi juara dunia 2014. Dia menjadi tunggal putri Eropa yang bisa mencapai posisi tersebut setelah dua pemain Denmark, yaitu Lene Koeppen yang menjadi juara dunia pada 1977 dan Camilla Martin (1999).
Marin, bahkan, mengulang gelar juara dunia tersebut pada 2015 dan 2018. Pemain yang selalu berteriak sangat keras saat mendapat poin ini melengkapi gelar juara 2015 dengan meraih medali emas Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Marin menjadi pebulu tangkis Eropa kedua yang meraih prestasi itu setelah tunggal putra Denmark, Poul-Erik Hoeyer Larsen, pada Atlanta 1996. Saat ini, Hoeyer Larsen menjadi presiden Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF).
Di pertandingan lainnya, performa menawan ganda campuran ranking satu dunia asal Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai, mengalami antiklimaks di Indonesia. Rentetan penampilan impresif pasangan yang akrab disapa Bass/Popor tersebut lenyap tidak berbekas pada dua turnamen BWF World Tour di Indonesia. Dalam dua turnamen itu, mereka selalu kandas di babak pertama.
Bass/Popor gagal bangkit setelah menuai hasil buruk di Indonesia Masters. Mereka kembali takluk di babak pertama Indonesia Terbuka. Di Indonesia Masters, mereka kandas dari pasangan Perancis, Thom Gicquel/Delphine Delrue. Kali ini, Bass/Popor takluk dari pasangan Malaysia berperingkat 14 dunia, Goh Soon Huat/Lai Shevon Jemie, 18-21, 21-7, dan 20-22.
”Saya merasa kecewa. Kami mencoba lebih baik dari minggu lalu. Hari ini kami merasa (kondisi fisik) baik, tapi tidak di performa. Iya, kami masih mencoba,” kata Popor, seusai pertandingan di Istora.
Sebelum meraih hasil buruk di Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka, Bass/Popor telah menyabet banyak gelar juara sepanjang 2021 hingga awal 2022. Mereka menjuarai hampir semua turnamen BWF World Tour tahun lalu. Puncaknya, Bass/Popor meraih gelar juara beruntun di Festival Bulu Tangkis Indonesia 2021 di Bali.
Saat itu, mereka menjuarai Indonesia Masters, Indonesia Terbuka, dan Final BWF World Tour. Bass/Popor mampu menjaga fokus dan performa saat menjalani rangkaian tiga turnamen dalam rentang waktu tiga pekan. Mereka juga tidak terbendung dengan merebut gelar juara di Kejuaraan Dunia di Huelva, Spanyol, pada akhir 2021.
Performa impresif Bass/Popor berlanjut di awal 2022 dengan selalu menembus semifinal di Jerman Terbuka, All England, dan Thailand Terbuka. Oleh sebab itu, di Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka, Bass/Popor merupakan salah satu pasangan yang diprediksi mampu menjadi juara. Maka dari itu, kekalahan mereka di babak pertama terbilang cukup mengejutkan.
”Ini tidak sesuai ekspektasi. Kami hanya ingin berusaha maksimal di setiap pertandingan. Kami harus mencoba lebih keras lagi ke depan dan memperbaiki kekurangan serta kelemahan agar bisa tampil lebih baik dari ini,” katanya.
Popor menyebut, dirinya tidak mengalami masalah dengan bermain di Istora yang dipenuhi penonton. Ia menyebut, suasana pertandingan tidak berbeda jauh jika dibandingkan saat menjuarai tiga turnamen Festival Bulu Tangkis di Bali tahun lalu. Popor justru memuji atmosfer Istora dengan penontonnya yang fanatik.
”Saya senang bisa bermain di Istora. Tapi sayang, kami tidak bisa menang sejak awal,” ucapnya.
Popor kemudian segera bersiap untuk mengikuti Malaysia Terbuka dua pekan kemudian. Dia berharap penampilannya di sana bisa lebih baik. Ia menargetkan untuk bisa pulih, baik dari aspek stamina, teknik, maupun mental sesegera mungkin.