Ayo, Peselancar Pemula Bisa Memulai Mimpi Bermain Ombak Di Sini
Kisah selancar di laut Indonesia ada yang terinspirasi film legendaris, ombak ganda yang jarang di dunia, hingga lahirkan atlet kelas dunia. Namun, titik bagi pemula tetap ada. Sediakan sedikit nyali agar siap beraksi.
Rabu (8/6/2022) dinobatkan PBB sebagai Hari Laut Sedunia sejak tahun 2008. Ditujukan menghargai beragam manfaat yang diberikan laut, Indonesia jelas mendapat nikmat sangat besar bila mampu menggalinya.Salah satu anugerah laut bagi Indonesia adalah pantai yang memesona. Tidak hanya indah dilihat, banyak pantai jadi rumah bagi olahraga selancar. Penikmatnya beragam, mulai dari wisatawan biasa, peselancar lokal hingga kelas dunia.
Tahun ini, World Surf League (WSL), misalnya, menggelar empat agenda resmi. Setelah di G-Land Pro di Pantai Plengkung, Banyuwangi (Jawa Timur), bakal digelar juga ajang internasional di Bali, Nias, hingga Pesisir Barat (Lampung). Karakteristik kawasan jadi salah satu latar belakang utama kenapa daerah itu dianggap layak.
Akan tetapi, pantai menarik bukan hanya milik atlet profesional. Banyak pantai di Indonesia bermurah hati menjadi tempat para pemula mengenali potensi diri hingga pamer aksi di atas papan selancar. Lokasinya di teluk dengan ketinggian ombak di bawah 2 meter. Inilah beberapa lokasi pantai berombak dengan fasilitas penyewaan papan lengkap dengan instrukturnya. Selamat menjajal keseruan menjadi "anak pantai".
Bali, Berkah Film Fenomenal
Film berjudul "Morning of the Earth" disebut sebagai salah satu yang terbaik di genrenya dalam 50 tahun terakhir. Bali ikut merasakan manfaat besar dari film dokumenter petualangan para peselancar Australia karya Albert "Alby" Falzon dan dan David Elfick itu.
Tahun ini, kehadiran film dokumenter tentang anak muda pencari ombak asal Australia itu kembali dirayakan. Ada film yang diolah ulang dalam format digital hingga rilis kembali lagu tema yang sempat hits setelah rilis tahun 1972.
Semua untuk mengingat perjalanan legenda, seperti Terry Fitzgerald, Baddy Treloar, Nat Young, Michael Peterson, Chris Brock, hingga Stephen Cooney. Saat film dibuat, sebagian dari mereka baru berusia 15 tahun, mereka penuh gairah memburu ombak di Australia, Bali, hingga Hawaii.
Di Bali jejak mereka abadi. Titik selancar kini bermunculan, mulai dari Kuta untuk pemula sampai Seminyak dan Legian bagi yang profesional.
Baca juga : Selancar Bukan Olahraga Anak Pantai Pemalas
Tokoh masyarakat di Kuta, I Gusti Ngurah Tresna (70) mengatakan, selancar mulai marak tahun 1960an, tapi "Morning of the Earth” menarik animo banyak peselancar dunia datang ke Bali. Selain Kuta, peselancar dalam dan luar negeri juga menikmati ombak di Uluwatu, salah satu kawasan bintang di film itu.
“Turis tertarik ombaknya yang disebut-sebut eksotik dan pantainya sangat alami,” ujar Tresna, perintis kegiatan konservasi penyu di kawasan Kuta, Badung, Senin (6/6).
Akan tetapi, Tresna menyebut semua tak lantas besar begitu saja. Di masa awal, akomodasi pariwisata di Kuta, misalnya, sangat terbatas. Hingga 1970-an, baru ada sebuah hotel di Kuta. “Karena itu, di Kuta banyak homestay. Warga menjadikan rumah mereka sebagai penginapan bagi turis, termasuk keluarga saya,” ujar Tresna.
Setelah ada transportasi bemo wisata dari bandara menuju Kuta mulai 1977, Kuta semakin ramai didatangi turis. Tresna menyebut, dulu wisatawan asing berselancar Pantai Kuta umumnya dari Australia, yang lebih dulu menyinggahi Kupang, NTT, sebelum ke Bali. "Beberapa pemuda dari Kuta berinisiatif menjemput turis ke bandara lalu mengajak mereka ke Kuta,” ujar dia.
Saiful Masudi (25), penjaga tempat sewa papan selancar di Pantai Kuta, Badung, mengungkapkan, pantai di sepanjang Kuta, Legian, hingga Seminyak menjadi kawasan yang diminati para peselancar ombak. Masing-masing lokasi tersebut dikenal memiliki karakter ombak yang berbeda.
“Kalau di Pantai Kuta ini, cocok bagi wisatawan yang ingin belajar berselancar karena arusnya tidak kuat. Kalau Seminyak dan Legian, arusnya lebih kuat sehingga cocok bagi peselancar yang lebih mahir,” ujar Saiful.
Baca juga : Mira Lesmana tentang Keindahan Alam Indonesia di Film Anak
Kondisi ombak dan pasang surut pantai di Pantai Kuta juga sudah dapat dimonitor melalui aplikasi khusus pemantau ombak secara global, salah satunya dengan aplikasi Magicseaweed Surf Forecast. Dengan demikian, para peselancar ombak dapat mengetahui waktu yang terbaik untuk berselancar di pantai.
Enam Jenis Ombak di Lakey
Pantai Lakey di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, juga dipopulerkan pemburu ombak dari Australia. Lokasinya di ujung selatan Dompu atau sekitar 40 kilometer dari pusat kota Bima.
Pantai Lakey pertama kali ditemukan tahun 1975. Namun, 10 tahun kemudian mulai didatangi wisatawan. Kini, Lakey masuk kawasan strategis provinsi (KSP) menawarkan ombak untuk berselancar.
Kepala Bidang Promosi dan Kepariwisataan Dinas Pariwisata Dompu Rudi Purtomo mengatakan, ada enam jenis ombak utama. Selain Lakey Peak, ada Lakey Pipe, Periscope, Copplestone, Nangas Doros, dan Nangas. Lakey Peak yang paling diminati. Sekali bergulung bakal menghasilkan dua ombak sekaligus, ke kiri dan kanan. Pada bagian kiri berbentuk terowongan panjang. Sementara di bagian kanan berupa gulungan ombak yang sempurna untuk berselancar.
Tidak hanya ombak yang paling diburu oleh para peselancar dunia, Pantai Lakey juga memiliki pasir putih lembut dan indah. Lakey yang bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua hingga roda empat, juga menjadi tempat terbaik menikmati matahari terbit dan terbenam.
Di sekitar pantai ini pun terdapat sebuah gua peninggalan Jepang yang letaknya berada diatas bukit. Lakey juga memiliki pemandangan bawah laut yang indah untuk snorkeling, juga memancing.
Rudi menambahkan, Lakey pernah menjadi tuan rumah kejuaraan Surfing bertaraf Internasional. Pesertanya dari berbagai negara,seperti Australia, Jepang, Brazil, Jerman, Belanda, Amerika. Beberapa di antaranya, Dompu Indonesia Open pada 1996-1997, pertandingan eksebisi California dengan Bali pada 1999-2000, hingga Lakey International Surf Championship tahun 2011.
Ombak Lakey juga melahirkan peselancar nasional Hairil Anwar Hamzah atau lebih dikenal dengan nama Oney Anwar (28) yang merupakan warga asli Dompu. Pada Sea Games 2019 di Manila, Oney mempersembahkan medali emas untuk Indonesia.
Baca juga : Rio Waida, Membumikan Selancar Indonesia
Akan tetapi, peselancar pemula tetap dapat tempat di sana. Di Lakey, ada instruktur dari Lakey Peak Boardriders, komunitas selancar setempat.
Pemula atau yang akan belajar, akan belajar langkah dasar, seperti mendayung, berdiri, hingga mengendarai ombak. Ombak yang digunakan juga untuk pemula atau yang belajar. Baru secara bertahap menjajal ombak seperti Lakey Peak.
“Biasanya tidak sampai berbulan-bulan. Selama bisa menjaga keseimbangan dan punya fisik yang kuat, itu yang dibutuhkan oleh seorang peselancar,” kata Rudi.
Menikmati "Reef Break" Wediombo
Dengan garis pantai sepanjang 113 km, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki banyak pantai di Bantul, Gunungkidul, dan Sleman. Sebagian di antaranya dicari penikmat selancar karena keunikan ombaknya, salah satunya Pantai Wediombo di Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Gunungkidul.
Dari pusat Kota Yogyakarta, pantai itu berjarak sekitar 75 km. Perjalanan dari pusat Kota Yogyakarta ke Pantai Wediombo melalui jalur darat membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Untuk sampai ke pantai itu, wisatawan harus naik kendaraan pribadi atau menyewa kendaraan. Sejauh ini, rute ke sana belum dilayani angkutan umum.
Di Pantai Wediombo, terdapat komunitas selancar yang bernama Wediombo Surf Society. Berdiri tahun 2014, anggotanya pemuda yang tinggal di sekitar pantai.
Sekretaris Wediombo Surf Society, Sartono (30), menuturkan, jenis ombak di Pantai Wediombo adalah reef break. Reef break terbentuk di atas hamparan karang.
Tipe ombak itu membuat ombak di Pantai Wediombo selalu berada di titik yang sama. Sehingga, kata Sartono, peselancar tidak akan kesulitan mencari ombak saat berselancar.
Sartono menambahkan, ketinggian ombak di Pantai Wediombo bisa mencapai sekitar 3-4 meter. Dengan karakter itu, ombak di Pantai Wediombo lebih cocok untuk peselancar profesional.
Akan tetapi, ada titik tertentu di sekitar Pantai Wediombo untuk peselancar pemula. Wediombo Surf Society juga menyediakan pelatihan berselancar bagi peselancar pemula. Tarif latihannya Rp 150.000 per orang untuk 1 jam. Bila ingin lebih lama bisa menyiapkan Rp 250.000 per orang selama 2 jam.
Baca juga : Kesahajaan Pemburu Ombak Dunia
Dalam pelatihan berselancar itu, Wediombo Surf Society menyediakan instruktur dan peralatan yang dibutuhkan. Sartono menyebut, proses pelatihan itu juga sudah memperhitungkan aspek keamanan.
Materinya dibagi dua, di darat dan di laut. Di darat ada teori hingga latihan di pinggir pantai. Setelah semua disampaikan, latihan dilanjutkan di dalam air bersama instruktur. "Waktu terbaik untuk berselancar di Pantai Wediombo adalah saat musim kemarau. Jadi antara Juni, Juli, Agustus, dan September," kata Sartono.
Batukaras, Alternatif Pangandaran
Di ujung selatan Jabar Batukaras di Pangandaran juga menunggu aksi para pemula di atas papan selancar. Berjarak 35 km dari Pantai Pangandaran, Batukaras adalah anomali pesisir selatan Jawa Barat.
Pantainya minim karang yang mencuat ke permukaan air. Meski berangin kencang khas pantai selatan, berada di antara dua bukit karang, ombaknya relatif tidak ganas. Bagi peselancar pemula, kondisi demikian adalah idaman yang tidak mudah dicari.
Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan ombak besar bisa menghentak Batukaras. Bulan Desember-Januari, gulungan ombak setinggi 1-1,5 meter. Bagi penggila selancar, itu bonus tersendiri.
Akses menuju Batukaras tidak sulit. Lokasi sekitar 315 km dari Bandung atau sekitar 6 jam perjalanan dengan kendaraan umum. Turun di Terminal Cijulang, wisatawan bisa melanjutkan perjalanan menuju Batukaras, berjarak sekitar 5 km.
Perjalanan sambungan itu menggunakan ojek bertarif Rp 5.000-Rp 10.000 per orang. Atau, bisa juga menyewa mobil Rp 60.000 per unit. Besaran tarif yang sangat terjangkau para pelancong.
Jarak itu bisa dipersingkat jika menggunakan pesawat terbang berpenumpang delapan orang dari Jakarta menuju Bandara Nusawiru. Perjalanannya memakan waktu terbang tiga jam.Dari Nusawiru, perjalanan dilanjutkan dengan ojek atau angkutan umum menuju Batukaras selama setengah jam.
Sampai di Batukaras, pengunjung juga bisa memanfaatkan beragam jasa yang ditawarkan. Persewaan mobil dan sepeda motor bisa menjadi alternatif. Tarif sewa mobil Rp 350.000-Rp 400.000 per hari atau sepeda motor Rp 50.000 per hari. Pemandu wisata juga bisa diajak menemani perjalanan, yang jasanya bertarif sekitar Rp 350.000 per hari.
Bagi yang berminat berselancar, ada persewaan papan selancar hingga kursus singkat berselancar di ombak yang tenang. Persewaan papan selancar berbagai ukuran bertarif Rp 50.000-Rp 75.000 per setengah hari.
Jika benar-benar buta menggunakan papan selancar, wisatawan bisa menyewa jasa instruktur dengan tarif Rp 150.000 per jam. Ada puluhan instruktur yang siap memanjakan wisatawan. Biasanya instruktur akan membawa wisatawan ke tempat favorit di sekitarnya, seperti Karang, Legok Pari, dan Bulak Bendak.
Baca juga : Pantai Batukaras, Pelajaran Ekonomi Pandemi dari Pangandaran
Jika harus menginap, sejumlah hotel dan penginapan tersedia di sana. Tarifnya Rp 150.000-Rp 250.000 per kamar per hari. Wisatawan juga bisa menyewa rumah warga bertarif Rp 100.000-Rp 150.000 per malam.
Sejauh ini, Batukaras adalah andalan Pemkab Pangandaran mendulang pendapatan asli daerah (PAD) pariwisata. Meski masih kalah besar dibanding Pantai Pangandaran yang memberikan PAD Rp 13,326 miliar pada 2019, PAD sebesar Rp 2,605 miliar di tahun yang sama jelas bukan hal kecil.
Ombak Ganda di Krui
Ombak di pantai sepanjang Krui, Pesisir Barat, juga menjadi permata Indonesia. Di sana, air yang jernih, pasir putih, dan ombak yang membelah kanan dan kiri (kidal) jadi pemikat peselancar dunia.
Dari Kota Bandar Lampung, Pesisir Barat berjarak sekitar 250 km. Tempat itu bisa ditempuh dalam waktu tujuh jam melalui jalur darat. Sementara jalur udara, tersedia penerbangan perintis menggunakan maskapai Susi Air dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Ada sekitar 70 hotel dan 800 kamar di Pesisir Barat.
Dwi Rino (35), pehobi selancar asal Pesisir Barat menuturkan, ada empat pantai yang bisa dipilih. Selain Pantai Tanjung Setia, ada juga Labuhan Jukung, Mandiri, dan Pantai Pugung. "Untuk pemula bisa belajar selancar di Pantai Labuhan Jukung. Lokasi itu kerap dijadikan latihan pemula. Setelah mahir bisa mencoba Tanjung Setia, Mandiri, dan Pugung yang ombaknya lebih besar," kata dia.
Tahun ini, Krui kembali bakal menarik banyak penikmat selancar. Ajang olahraga selancar internasional, Krui Pro 2022, akan digelar di Pantai Tanjung Setia, Pesisir Barat, Lampung, 11-17 Juni 2022. Salah satu agenda resmi World Surf League ini kembali hadir setelah hampir dua tahun urung digelar akibat pandemi Covid-19. Sebanyak 216 peserta dari 17 negara dijadwalkan mengikuti kejuaraan tersebut.
Dikutip dari laman WSL, Manajer Tur WSL Asia Pacific Ty Sorati antusias menyambut acara ini. Digelar di salah satu pantai terbaik dunia, ajang ini ada dalam daftar menarik di kalendar tahun 2022.
”Dengan peringkat QS5000 pada tahun 2022, berarti ada lebih banyak poin dan hadiah uang yang dipertaruhkan untuk para pesaing. Hal itu merupakan bukti nyata, yang terpenting tidak hanya kualitas ombak, tetapi juga hubungan baik antara WSL dan Asian Surf Cooperative dengan Pemerintah Pesisir Barat,” katanya.
Akan tetapi, Pesisir Barat juga tidak hanya wisata bahari, promosi wisata budaya bakal jadi andalan. Wisatawan dapat berkeliling melihat aktivitas membatik, menikmati kuliner khas, dan ikut serta dalam upacara adat setempat.
Baca juga : Liga Selancar Dunia yang Bikin Penasaran
Wahai para pencinta ombak, tidak ada kata terlambat untuk memulai mimpi menjadi peselancar profesional. Pantai-pantai di Tanah Air menyediakan jalan menuju masa depan. Selamat mencoba.