Rio Waida, Membumikan Selancar Indonesia
Indonesia punya potensi ombak terbaik dunia, tetapi selancar masih asing di telinga publik Indonesia. Kehadiran Rio Waida beberapa tahun terakhir telah membuat selancar jauh lebih dikenal oleh masyarakat Tanah Air.
Peselancar dunia mengenal Indonesia sebagai surga ombak-ombak terbaik dunia. Namun, selancar boleh jadi masih asing di telinga publik Indonesia. Akan tetapi, sejak peselancar andalan Indonesia, Rio Waida (22), tampil di Olimpiade Tokyo 2020 dan memenangi sejumlah kejuaraan internasional, olahraga mengarungi ombak itu mulai mendapatkan atensi masyarakat Tanah Air.
Rio pun kian termotivasi untuk lebih membumikan selancar di Indonesia. Sebab, olahraga yang konon berasal dari tradisi kuno masyarakat Polinesia itu sangat mungkin berkembang sebagai olahraga prestasi dan lebih mengangkat potensi wisata bahari Indonesia.
”Kita punya banyak ombak bagus. Namun, masyarakat kita belum terlalu berminat dengan selancar. Semoga dengan tampilnya saya di Olimpiade kemarin, semakin banyak anak muda yang terinspirasi berlatih selancar. Pelan-pelan, saya yakin selancar bisa sepopuler sepak bola atau bulu tangkis di Indonesia suatu hari nanti,” ujar Rio di sela seri keenam Championship Tour Liga Selancar Dunia (CT WSL) 2022 di Pantai Plengkung atau G-Land, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (30/5/2022).
Penunjukan Rio sebagai pembawa bendera Merah Putih dalam upacara pembukaan Olimpiade 2020 di Stadion Olimpiade Tokyo, Kamis (23/7/2021), boleh jadi titik tolak selancar lebih akrab di kalangan pencinta olahraga Indonesia. Nama pemburu ombak keturunan Indonesia-Jepang itu mulai dielu-elukan dan berimbas positif terhadap ketenaran selancar di Tanah Air.
Salah satu buktinya, kesuksesan Rio menjuarai Seri Kedua Challenger Series WSL 2022 di Sydney, Australia, 17-24 Mei, menjadi perhatian besar di Indonesia. Kabar kemenangan itu menjadi tajuk pemberitaan utama di banyak media massa, terutama media sosial. Itu sinyal positif bahwa selancar bisa mengisi ruang olahraga yang digandrungi publik Indonesia.
”Saya rasa yang kurang dari selancar Indonesia cuma kompetisi saja. Kalau lebih banyak kompetisi di dalam negeri, terutama level internasional, anak-anak muda jadi punya banyak wadah mengembangkan kemampuan berselancarnya. Kompetisi juga bisa menjadi pusat pemberitaan untuk lebih menyosialisasikan selancar di Indonesia,” kata Rio yang kelahiran Saitama, Jepang, tersebut.
Pindah haluan
Sejatinya, Rio lebih dahulu mengenal bulu tangkis ketimbang selancar. Atlet kelahiran 25 Januari 2000 itu sempat berlatih olahraga tepuk bulu angsa tersebut di kelas III sekolah dasar. Akan tetapi, karena hidup di kelilingi pantai dan laut di kawasan Uluwatu, Pulau Bali, lama-lama dia tertarik dengan selancar.
Apalagi ayah dan ibunya sering mengajaknya bermain selancar. Ayahnya, Muhammad Zaini, dan ibunya, Kaoru Waida, bukanlah peselancar, tetapi menyukai olahraga tersebut. Secara tidak langsung, itu membuat Rio jatuh hati kepada selancar dan meninggalkan bulu tangkis.
Bahkan, tak hanya Rio, adiknya, Ryuki Waida, pun mengikuti jejaknya sebagai peselancar. ”Saya pernah latihan bulu tangkis di Banjar, Bali, pas kelas III SD. Tidak ingat berapa lama latihannya. Yang jelas, saya akhirnya lebih suka bermain di pantai dan berselancar. Karena kebiasaan itu, saya akhirnya jatuh hati dengan selancar,” ungkap Rio, anak pertama dari dua bersaudara tersebut.
Karena berbakat, Rio yang baru berumur 10 tahun tampil memukau dalam kejuaraan internasional kelompok umur di bawah 16 tahun di Pantai Kuta, Bali. Dia memang tidak menjadi juara, tetapi bisa sampai perempat final dengan mengalahkan peselancar-peselancar yang berusia lebih tua dan jauh lebih berpengalaman.
Berkat aksi itu, Rio dilirik dan akhirnya disponsori salah satu merek apparel selancar top dunia. ”Sejak itu, saya mulai berpikir ingin menjadi atlet selancar. Saya ingin menjadi seperti idola saya, peselancar Amerika Serikat, Kelly Slater,” kata Rio yang turut mempromosikan potensi ombak Indonesia di setiap ajang internasional yang diikutinya.
Suka-duka
Rio memutuskan menjadi peselancar profesional sejak usia 16 tahun. Pelecutnya sewaktu dia memenangi kejuaraan internasional di bawah 16 tahun di California, Amerika Serikat. Gelar itu meyakinkan dia bahwa dirinya mampu untuk bersaing dan berprestasi di tingkat dunia. ”Prestasi itu menyadarkan saya bahwa saya bisa menjadi juara dunia. Makanya, saya bertekad ingin fokus menjadi peselancar profesional,” tuturnya.
Namun, keputusan itu awal dari rimba belantara selancar yang akan dihadapinya. Ternyata, jalan hidup peselancar profesional tidak mulus. Banyak suka-duka yang mesti dijalani. Mulai dari berjuang mengumpulkan uang untuk mengikuti tur dunia, latihan keras di darat ataupun di laut nyaris sepanjang hari, hingga berulang kali dihantam cedera. Semuanya hakikat yang pasti ditemui.
Di awal karier profesionalnya, dana yang diberikan sponsor tidak sepenuhnya mencukupi kebutuhan Rio ikut kompetisi di negara lain. Sebagai gambaran, biaya operasional peselancar mencapai Rp 2 miliar per tahun untuk mengikuti sedikitnya 12 ajang internasional, terdiri dari biaya transportasi, akomodasi, konsumsi, dan uang pendaftaran.
Kendati demikian, modal dari sponsor cuma cukup untuk ikut delapan gelaran internasional saja. Sisanya, Rio harus mengumpulkan dana mandiri, antara lain dari tabungan hadiah perlombaan yang nilainya amat jauh dibandingkan gaji pesepak bola nasional ataupun hadiah juara ajang bulu tangkis dunia.
Cara lainnya, Rio mencari tambahan dana dari donatur, salah satunya lewat ayahnya yang bekerja sebagai tenaga bangunan di Tokyo beberapa tahun terakhir. ”Di awal karier, bantuan dari ayah sangat berarti. Tanpa pengorbanannya, sulit untuk saya bisa ikut kejuaraan di luar negeri. Untuk itu, saya berusaha keras bisa berprestasi di setiap ajang supaya bisa membanggakan kedua orangtua, terutama ayah,” jelas Rio yang memiliki ayah berdarah Jember, Jawa Timur, tersebut.
Selain itu, Rio mesti merelakan masa mudanya untuk berlatih. Sebagaimana peselancar profesional lainnya, Rio berlatih fisik dan teknik 6-8 jam per hari hampir setiap hari. Bahkan, di akhir pekan atau Sabtu-Minggu pun, dia tetap berlatih walau durasinya kurang dari setengah dibandingkan hari-hari lainnya.
Semua cedera sudah pernah dirasakan Rio saat latihan ataupun lomba. Dia pernah cedera robek bahu bagian kanan atas, robek pipi kanan bagian bawah, dan luka baret di sekujur punggung bak bekas luka cambukan. Meskipun demikian, dia tidak jera karena ada mimpi yang masih dikejarnya, yakni menjadi peselancar Indonesia pertama yang menjadi juara CT WSL yang identik sebagai gelar tertinggi selancar dunia.
”Jujur saja, penghasilan dari selancar tidak sebesar olahraga lain, seperti sepak bola atau bulu tangkis. Tapi, saya tidak peduli karena saya cinta olahraga ini. Hasrat saya ada di sini, saya suka pantai dan saya suka bermain di ombak. Walau penghasilan kecil, saya cukup senang bisa jalan-jalan ke luar negeri dan menikmati ombak-ombak baru di belahan dunia. Itu kebanggaan yang tidak bisa saya jelaskan,” tegas Rio.
Menyiapkan warisan
Semua kerja keras itu juga dilakukan Rio untuk menyiapkan warisan bagi selancar Indonesia. Peraih perak papan pendek cabang selancar SEA Games Filipina 2019 itu ingin lebih banyak lagi anak muda Indonesia yang bermain selancar dan berprestasi mengharumkan nama Indonesia.
Rio ingin pantai ataupun ombak Indonesia lebih ramai dikunjungi oleh peselancar nasional ataupun internasional. Dia bermimpi ombak tidak lagi ditakuti dan dihindari, tetapi dikejar dan ditunggangi bak rodeo yang menunggangi banteng mengamuk.
Rio telah mencicil warisan tersebut. Sejumlah prestasi diraihnya selama ini, seperti dua kali memenangi seri Qualifying Series atau kompetisi level ketiga WSL (di Bali 2022 dan Pacitan, Jawa Timur, 2017), sekali memenangi seri Challenger Series atau kompetisi level kedua WSL (di Australia 2022), dan mencapai 16 besar Olimpiade Tokyo. Itu semua untuk memotivasi anak muda Indonesia agar gemar dengan selancar, dan bukan sekadar untuk kebanggaan pribadinya semata.
Kalau waktu pensiun tiba, yang direncanakannya pada usia 35 tahun, Rio pun berjanji tidak bakal meninggalkan dunia selancar. Dia mendamba menjadi pelatih guna membagikan semua pengalaman berharga yang pernah didapatnya kepada calon-calon peselancar baru nasional.
”Suatu hari nanti, saya pastinya ingin menjadi pelatih untuk membantu anak-anak Indonesia mengembangkan bakat selancarnya. Tapi, sekarang, saya masih aktif sebagai atlet. Saya masih fokus dengan diri sendiri, prioritas dengan karier,” ujar Rio yang penasaran bermain di Pantai Sorake, Pulau Nias, Sumatera Utara, tersebut.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Selancar Ombak Indonesia (PB PSOI) Tipi Jabrik mengatakan, Rio merupakan salah satu peselancar terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Keunggulannya, antara lain, mental kuat untuk berani bersaing dengan peselancar elite dunia. Contohnya, ketika Rio menang atas peselancar Brasil sekaligus pemuncak klasemen sementara CT WSL 2022 Filipe Toledo dalam babak pembuka Seri Keenam CT WSL 2022, Sabtu (28/5/2022).
Deretan capaian positif Rio itu diharapkan bisa menjadi inspirasi untuk meningkatkan popularitas selancar di Tanah Air. Lagi pula, selancar adalah olahraga Olimpiade, dan Indonesia mempunyai banyak tempat berselancar kelas dunia dari ujung barat sampai timur Nusantara.
”Dari sisi ekonomi, selancar pun bisa menjadi agen untuk mengembangkan destinasi wisata olahraga Indonesia, seperti di G-Land. Sebab, dari perkiraan saya, ada 1 juta hingga 1,5 juta turis asing yang datang ke Indonesia untuk berselancar setiap tahunnya. Itu potensi yang belum digarap optimal. Bagaimana kalau lebih serius, jumlahnya pasti lebih besar,” pungkas Tipi.
Biodata
Nama: Rio Waida
Tempat tanggal lahir: Saitama, Jepang, 25 Januari 2000
Keluarga:
- Muhammad Zaini (ayah)
- Kaoru Waida (ibu)
- Ryuki Waida (adik)
Prestasi:
- 16 besar Olimpiade Tokyo 2020
- Perak SEA Games Filipina 2019
- Menang GWM Sydney Surf Pro, Challenger Series di Australia 2022
- Menang Vans Bali Pro, Qualifying Series di Indonesia 2022
- Menang Hello Pacitan Pro, Qualifying Series di Indonesia 2017