Turnamen bulu tangkis di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, terkenal sebagai kejuaraan dengan penonton yang paling meriah. Tak hanya atlet Indonesia, kemeriahan penonton itu dirindukan juga atlet asing.
Oleh
YULIA SAPTHIANI, I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suasana semarak penonton di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, setiap digelar kejuaraan bulu tangkis, tak hanya disukai atlet Indonesia. Pemain asing pun mengobati rindu mereka ketika tampil dalam turnamen Daihatsu Indonesia Masters.
Istora terakhir kali menjadi tempat penyelenggaraan turnamen bulu tangkis pada Indonesia Masters 2020. Ketika itu, penonton masih diperbolehkan datang karena pandemi Covid-19 belum terjadi di Indonesia.
Dampak pandemi yang bermula di China itu mulai terasa sejak Maret 2020 hingga membatalkan atau menunda semua agenda olahraga, termasuk turnamen bulu tangkis internasional. Salah satu turnamen di Indonesia yang terkena dampaknya adalah Indonesia Terbuka 2020 yang biasanya digelar Juni.
Dengan menggunakan sistem ”gelembung” seperti di negara lain, dua turnamen bulu tangkis di Indonesia, yaitu Indonesia Masters dan Indonesia Terbuka 2021, digelar beruntun di Bali pada November. Turnamen tersebut digelar tanpa penonton.
Maka, ketika turnamen Indonesia Masters diselenggarakan kembali di Istora dengan penonton, 7-12 Juni, atlet pun antusias. Panitia menjual tiket dengan kapasitas 70 persen dari maksimal 7.200 kursi.
Di antara mereka yang merindukan keriuhan penonton Indonesia adalah ganda putri nomor satu dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan (China), dan ganda putra Taiwan, Lee Yang/Wang Chi Lin.
”Saya senang mendengar lagi suara teriakan penonton di Istora karena sudah lama tidak main di sini,” kata Jia setelah mengalahkan ganda putri Indonesia, Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, 21-12, 21-13, pada babak pertama, Selasa (7/6/2022).
Hal serupa dikatakan peraih medali emas ganda putra Olimpiade Tokyo 2020, Lee/Wang. Meski berhadapan dengan sesama pemain Taiwan, yaitu Lu Ching Yao/Yang Po Han, penonton sangat riuh menyambut kedatangan mereka di lapangan dengan berteriak dan menepukkan balon tepuk dari plastik.
Menurut Wang, ramainya penonton di Istora sama seperti penonton bulu tangkis di Taiwan. Namun, Lee langsung menyanggah pendapat rekannya itu.
Penonton di Indonesia lebih ramai. Kalau di Taiwan, penonton ramai karena mereka mengenal saya. Di sini, penonton tidak mengenal saya, tetapi tetap memberi semangat dengan teriakan keras. Saya jadi merasa lebih terkenal di Indonesia. (Lee Yang)
”Menurut saya, penonton di Indonesia lebih ramai. Kalau di Taiwan, penonton ramai karena mereka mengenal saya. Di sini, penonton tidak mengenal saya, tetapi tetap memberi semangat dengan teriakan keras. Saya jadi merasa lebih terkenal di Indonesia,” kata Lee sambil tertawa.
Bagi atlet Indonesia, sorakan penonton Istora memiliki arti berbeda, bisa menjadi sumber semangat sekaligus tekanan. Putri Kusuma Wardani merasakan hal itu dalam debutnya di Istora, dengan penonton yang kian memenuhi kursi, sejak siang hingga malam hari. Putri merasa tegang saat memasuki lapangan meski lawan yang dihadapi pada babak kualifikasi secara kualitas berada di bawahnya.
”Saya deg-degan, tangan saya sampai dingin meski penonton mendukung saya. Namun, lama-lama terbiasa dan menjadi semangat bagi saya. Mungkin tegangnya karena ini menjadi pengalaman pertama saya,” kata peraih perunggu SEA Games Vietnam 2021 itu.
Mohammad Ahsan, yang sudah memiliki segudang pengalaman, pun merasa gugup ketika bertanding kembali di depan banyak penonton. Berpasangan dengan Hendra Setiawan, Ahsan mengalahkan pasangan Denmark, Jeppe Bay/Lasse Moelhede, 21-12, 21-19.
”Gugup pasti ada. Apalagi, ini pertandingan pertama. Penontonnya banyak. Pasti gugup, tetapi lama-lama hilang,” kata Ahsan.
Sementara, Ribka Sugiarto/Febby Valencia Dwijayanti Gani menjadikan teriakan penonton sebagai sumber semangat meski atlet kerap kesulitan mendengar instruksi pelatih karena sorakan yang memekakkan telinga itu. Semangat tersebut mengantarkan mereka menang atas unggulan kelima, Gabriela Stoeva/Stefani Stoeva, 18-21, 21-12, 21-14.
Ribka/Febby adalah salah satu formasi baru ganda putri yang dibentuk menyusul akan pensiunnya Greysia Polii. Pasangan baru lain adalah peraih medali emas SEA Games Vietnam 2021, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti, yang juga lolos ke babak kedua.
Juara All England tumbang
Dari persaingan ganda putra, juara All England, Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri, langsung tersingkir setelah kalah dari sesama pasangan Indonesia. Mereka kalah dari Sabar Karyaman Gutama/Mohammad Reza Pahlevi Isfahani, 21-19, 12-21, 16-21.
Bagas/Fikri mengatakan, mereka sering kali kehilangan fokus hingga kehilangan momentum. Selepas juara All England, ganda putra peringkat ke-20 dunia itu kesulitan mempertahankan konsistensi penampilan. Pada Swiss Terbuka, yang digelar beruntun setelah All England, Bagas/Fikri kalah pada babak pertama. Setelah itu, mereka mencapai semifinal Korea Terbuka Super 500, tetapi tersingkir pada laga awal Kejuaraan Asia.
Sementara, kerinduan penggemar bulu tangkis Indonesia pada Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon terbayarkan ketika ganda putra nomor satu dunia itu tampil pada babak pertama dan menang atas Christo Popov/Toma Junior Popov 21-16, 21-19
Laga itu menjadi penampilan pertama ganda berjulukan ”Minions” tersebut setelah semifinal All England. Setelah ajang itu, Marcus menepi dari turnamen karena menjalani operasi engkel, sedangkan Kevin hanya bisa tampil dalam kejuaraan beregu, yaitu Piala Thomas. Dalam ajang tersebut, Kevin berpasangan dengan Bagas, lalu bersama Ahsan.
Pelatih ganda putra Herry Iman Pierngadi mengatakan, Marcus memulai latihan di pelatnas Cipayung 2-3 pekan lalu. ”Kondisinya belum 100 persen pulih, terutama saat smes sambil meloncat,” kata Herry.