Meski masih berusia 19 tahun, Carlos Alcaraz sangat menikmati tantangan berat dalam Grand Slam. Dia bisa menghadapinya karena selalu berlatih dengan intensitas yang sama seperti saat bertanding.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Ketika Juan Carlos Ferrero tiba di Roland Garros, Paris, Perancis, pada usia 19 tahun untuk Perancis Terbuka 1999, dia mengawalinya dari babak kualifikasi dan langsung kalah. Dalam usia yang sama, anak asuhnya, Carlos Alcaraz, menjadi salah satu kandidat juara Perancis Terbuka 2022. Alcaraz sangat menikmati kerasnya persaingan arena Grand Slam.
Berbeda dengan turnamen Tur ATP, empat Grand Slam yang digelar setiap tahun menyajikan tantangan berbeda. Untuk menjadi juara, pemain tunggal harus menang tujuh kali dalam persaingan selama dua pekan.
Bagi petenis tunggal putra, tantangan bertambah karena pertandingan menggunakan format best of five sets yang mengharuskan petenis memenangi tiga set ada setiap babak. Ini berbeda dengan turnamen ATP dengan format best of three sets. Maka, ketangguhan mental pun menjadi syarat utama yang harus dimiliki petenis, lebih penting dibandingkan fisik.
Alcaraz melewati tantangan berat itu, setidaknya hingga saat ini, yaitu ketika melawan seniornya sesama petenis Spanyol, Albert Ramos-Vinolas, pada babak kedua Perancis Terbuka, Rabu (25/5/2022) malam waktu setempat atau Kamis dinihari waktu Indonesia. Permainan melawan Ramos-Vinolas bukanlah yang terbaik dari Alcaraz, tetapi dia mampu melewati tantangan terberat dalam kariernya sejak menjadi petenis profesional pada 2018.
Dia menang 6-1, 6-7 (7), 5-7, 7-6 (2), 6-4 setelah menggagalkan match point lawan pada set keempat. Tak hanya itu, Alcaraz tertinggal 0-3 pada set penentuan dalam pertandingan yang akhirnya berjalan selama empat jam 34 menit. Itu menjadi laga terlama petenis yang tiba di Roland Garros sebagai unggulan keenam tersebut.
“Pertandingan seperti itulah yang bisa membantu karier berkembang. Saya mencoba menikmati setiap momen dalam laga itu,” kata Alcaraz.
Pada set keempat dan kelima, Alcaraz, bahkan, tersenyum pada tim pelatih yang dipimpin Ferrero di tribun. Itu menjadi tanda bahwa dia sangat menikmati pertarungan tersebut.
Ferrero, yang melatih Alcaraz sejak 2018, sejak sebelum turnamen mengatakan, jika tak ada cedera, anak didiknya itu siap untuk menghadapi persaingan lima set. “Dia punya karakter pejuang. Dia pun menikmati persaingan ketat dan momen-momen besar dalam pertandingan. Bagi saya, Carlos terlihat tak terpengaruh dengan tekanan, tetapi, kita lihat saja akan seperti apa di Roland Garros kali ini,” tutur mantan petenis nomor satu dunia itu.
Pertandingan seperti itulah yang bisa membantu karier berkembang. Saya mencoba menikmati setiap momen dalam laga itu. (Carlos Alcaraz)
Salah satu yang membuat Alcaraz tahan akan tekanan adalah komitmen dalam menjalani latihan, meski sangat berat. Program yang disusun tim pelatih dilakukan dengan tanggung jawab yang sama seperti menjalani pertandingan.
“Cara berlatih akan menentukan cara saya dalam bertanding. Jika tidak berlatih dengan serius dan intensitas tinggi, bagaimana kita tahu apa yang harus dilakukan dalam pertandingan?” ujar Alcaraz.
Sementara, selain membuat program latihan dan memilih turnamen yang harus diikuti, Ferrero sering berdiskusi tentang pengalamannya ketika menjadi pemain. Puncak kariernya terjadi pada 2003, ketika menjuarai Perancis Terbuka dan memuncaki peringkat dunia. Namun, kesuksesannya tak berjalan lama karena diganggu cedera hingga akhirnya muncul era Roger Federer dan Rafael Nadal.
“Persaingan di sini akan membuktikan apakah dia punya batasan atau akan menembus batasan itu untuk mencapai targetnya,” kata Ferrero.
Alcaraz, yang menjuarai empat turnamen pada tahun ini, memiliki target untuk menjuarai Grand Slam pada tahun ini. Setelah tersingkir pada babak ketiga Australia Terbuka, dia memiliki kesempatan tersebut di Perancis Terbuka, Wimbledon, atau AS Terbuka. Akan tetapi, peluang terdekat tentu saja ada di Roland Garros, apalagi, perempat finalis AS Terbuka 2021 itu membawa bekal gelar juara turnamen pemanasan Perancis Terbuka, ATP 500 Barcelona dan ATP Masters 1000 Madrid.
Menuju gelar juara di Madrid, Alcaraz mengalahkan Nadal, Djokovic, dan Alexander Zverev pada perempat final hingga final. Mereka pula yang harus dikalahkan Alcaraz jika ingin menembus final. Zverev berpeluang menjadi lawan Alcaraz pada perempat final, sementara Djokovic atau Nadal bisa menjadi kompetitor pada semifinal.
Namun, sebelum berhadapan dengan tantangan itu, Alcaraz harus mengalahkan Sebastian Korda dalam laga yang ada di hadapannya, yaitu pada babak ketiga. Alcaraz mengalahkan petenis AS berusia 21 tahun itu pada final turnamen Final ATP Next Gen 2021, tetapi kalah dalam pertemuan kedua di babak pertama Monte Carlo Masters, April 2022.
“Setelah kekalahan di Monte Carlo, saya tampil dalam banyak pertandingan di lapangan tanah liat, juga, berjam-jam dalam latihan setiap hari. Saya percaya diri menghadapi tantangan itu,” katanya dalam New York Times. (AP/AFP)