Pesenam Indonesia, Abiyu Rafi, mendapatkan banyak pelajaran dari debutnya yang kurang optimal di SEA Games. Namun, dengan usia 19 tahun, dia masih punya banyak kesempatan berprestasi pada masa depan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
HANOI, KOMPAS — Pesenam Indonesia, Abiyu Rafi (19), menjalani pengalaman buruk dalam debutnya di SEA Games, yaitu Vietnam 2021, pada Jumat (13/5/2022). Atlet yang bersinar di PON Papua 2021 ini sempat jatuh-bangun di beberapa alat senam. Selain kurang pengalaman, dia juga tampil dengan kondisi cedera engkel.
Abiyu tampil kurang maksimal dalam babak kualifikasi individu keseluruhan (all-around) di Quan Ngua Gymnasium, Hanoi, Vietnam. Dia menempati peringkat ke-13 dengan nilai cukup rendah, yaitu 61.200, dari penampilan enam alat.
Pesenam asal Riau itu mulai membuat kesalahan fatal pada alat keempat, yaitu palang tunggal. Dia terjatuh keras ke matras saat sedang bergelantungan di palang. Dentuman keras suara saat ia terjatuh bahkan sampai mengundang rasa prihatin para penonton di arena senam itu.
Namun, Abiyu tidak mau menyerah. Setelah beristirahat kurang lebih satu menit, dia melakukan percobaan kedua dalam palang tunggal. Padahal, ia sadar nilainya akan berkurang akibat kesalahan pertama. Pada percobaan selanjutnya, dia bisa menyelesaikan rangkaian gerakan tanpa kesalahan berarti.
Seusai tampil di alat itu, Abiyu langsung dirawat anggota staf medis dari tim Indonesia. Engkelnya tampak dibalut perban untuk mengurangi rasa sakitnya sebab dia masih akan tampil pada dua alat lainnya. Penampilan berikutnya adalah senam lantai.
Peraih medali emas PON Papua 2021 ini terjatuh lagi dalam penampilan di senam lantai. Setelah terjatuh sekali, dia mencoba bangun dan memulai gerakan lagi. Namun, dia justru terjatuh lagi saat mendarat setelah salto. Abiyu pun terpaksa menyudahi penampilannya.
”Saya tidak tahu kenapa (tampil kurang baik). Mungkin, anak-anak harus lebih tenang lagi. Yang paling penting dalam bertanding itu kesiapan mental. Abiyu cukup bagus di meja lompat, tetapi (alat) yang lain belum maksimal. Tentunya, atlet muda perlu pengalaman dan waktu lebih panjang untuk bisa lebih baik,” kata Indra Sibarani, pelatih tim senam putra Indonesia, di Vietnam.
Dia sempat keseleo dan bengkak juga di bagian engkel. Kami sudah melakukan perawatan dan terapi, tetapi ternyata hari ini masih tetap terasa (cederanya). Ini salah satu yang memengaruhi performanya hari ini. (Indra Sibarani)
Kata Indra, anak asuhnya itu juga sedang tidak dalam kondisi fisik terbaik. Abiyu menderita cedera engkel 10 hari sebelum berangkat ke Vietnam. Ketika itu, dia berlatih gerakan alat meja lompat dengan tingkat kesulitan tinggi. Sialnya, pendaratannya kurang mulus sehingga berujung cedera engkel.
”Dia sempat keseleo dan bengkak juga di bagian engkel. Kami sudah melakukan perawatan dan terapi, tetapi ternyata hari ini masih tetap terasa (cederanya). Ini salah satu yang memengaruhi performanya hari ini,” kata Indra kemudian.
Abiyu pun tidak bisa menutupi kekecewaannya atas debutnya di ajang SEA Games. Setelah selesai tampil di alat terakhir, dia langsung menghilang dari arena senam. Padahal, Indra dan rekannya, Dwi Samsul Arifin (28), masih menunggu di arena untuk melihat hasil atau pemenang individu keseluruhan dan beregu.
Samsul berkata, menjadi debutan memang tidak mudah. ”Saya juga pernah berada di posisi itu. Jam terbang itu tidak bohong. Pertama kali pasti ada beban. Tinggal bagaimana kita bisa punya jiwa besar untuk menerima kalau tampil kurang baik, lalu belajar dari kesalahan itu,” ujarnya.
Di sisi lain, Samsul juga merasa iri dengan tim dari negara lain. Sebab, tim-tim lain, seperti Vietnam dan Singapura, dapat turun dengan enam pesenam. Adapun Indonesia hanya mengirimkan dirinya dan Abiyu. Maka, mereka tidak bisa bersaing dalam perebutan medali beregu di Vietnam.
”Pengaruhnya besar kalau ada tim lengkap. Kami bisa saling mengoreksi dan menyokong satu sama lain. Kalau berdua itu tidak akan sama. Apalagi, saya kan (sebagai senior) harus lebih memberi untuk Abiyu. Jadi, tidak ada timbal balik untuk saya,” ujar Samsul.
Tim senam putra Indonesia yang berangkat ke Vietnam hanya dibatasi dua atlet oleh Tim Peninjau Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Kebijakan pembatasan serupa berlaku untuk tim senam putri.
Adapun pesenam olimpian asal Filipina, Carlos Edriel Yulo, meraih medali emas di nomor individu keseluruhan dengan nilai 85.150. Adapun emas pada nomor beregu direbut tim tuan rumah Vietnam.