Tidak bisa dimungkiri, Manchester City dan Liverpool adalah tim terbaik pada musim ini. Dominasi di Liga Inggris mereka duplikasikan di Eropa yang terlihat pada laga pertama perempat final Liga Champions.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
MANCHESTER, RABU — Dua tim terbaik di Liga Inggris musim ini, Manchester City dan Liverpool, mereplikasi dominasi mereka pada laga pertama perempat final Liga Champions, Rabu (6/4/2022) dini hari WIB. Kemenangan diraih kedua klub itu berkat keunggulan taktik atas lawan yang hanya berpikir untuk menahan gempuran mereka.
City memang hanya unggul tipis, 1-0, atas Atletico Madrid melalui gol Kevin De Bruyne pada menit ke-70. Namun, ”The Citizens” tidak sedikit pun memberikan kesempatan kepada tim tamu untuk keluar dari tekanan di Stadion Etihad.
Selama 90 menit pertandingan, City memegang kendali permainan berkat 71 persen penguasaan bola. Dengan dominasi itu, pemain City secara akumulasi menyentuh bola sebanyak 854 kali, sedangkan Atletico hanya menguasai bola sebanyak 435 kali.
Dalam heatmap yang disajikan Squawka, sekitar 80 persen sentuhan bola dilakukan pemain City di zona pertahanan Atletico. Adapun pemain Atletico tidak ada yang bisa membawa bola hingga ke kotak penalti City.
Hal itu dipertegas dengan kegagalan Atletico mengkreasikan satu pun tembakan yang mengancam gawang Ederson Moraes, kiper City. Sebaliknya, The Citizens mencatatkan 15 kali tembakan.
Dominasi di hadapan Atletico serupa dengan catatan rata-rata statistik City musim ini. Koleksi 71 persen penguasaan bola melebihi rata-rata 68,5 persen penguasaan bola yang dicatat City pada empat kompetisi pada musim 2021-2022.
Kreasi 15 tembakan juga hampir mendekati rata-rata 18,5 tembakan per laga yang telah dihasilkan skuad City di seluruh ajang. Akurasi umpan pemain City yang mencapai 90 persen kala menghadapi Atletico setara dengan rata-rata catatan statistik itu di kompetisi musim ini.
De Bruyne menuturkan, timnya tampil dengan rencana permainan yang disiapkan untuk menghadapi Atletico. Hanya, pertahanan berlapis yang menjadi ciri khas Atletico adalah salah satu yang sulit ditembus di Eropa.
”Mereka bermain dengan lima bek dan lima gelandang tanpa penyerang sehingga itu menyulitkan kami menemukan ruang. Cara bermain kami sudah tepat karena bisa meredam serangan balik mereka, lalu kami juga bermain sabar hingga akhirnya memanfaatkan satu kesempatan di babak kedua,” ujar De Bruyne kepada BT Sport.
Sangat tidak mudah menghadapi tim yang memiliki banyak pengalaman dan tahu cara bermain yang tepat di turnamen ini.
Manajer City Pep Guardiola tidak terlalu melihat skor minimalis yang dikantongi anak asuhannya di laga pertama. Bagi Guardiola, City telah bermain sesuai keinginannya sehingga bisa mendapatkan keuntungan sebelum laga kedua di Stadion Wanda Metropolitano, Madrid, pekan depan.
”Sangat tidak mudah menghadapi tim yang memiliki banyak pengalaman dan tahu cara bermain yang tepat di turnamen ini. Kami akan mengulang kembali penampilan di laga pertama ini untuk mencetak gol dan menang di kandang mereka,” kata juru taktik asal Catalan, Spanyol, itu.
Diego Simeone, Pelatih Atletico, mengakui bahwa City adalah tim dengan permainan terbaik di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Ia menilai, timnya juga akan kesulitan untuk menemukan penawar taktik City di laga kedua nanti.
”Kami tentu akan bermain sedikit berbeda di pertandingan kedua, tetapi City tetap akan bermain dengan identitas mereka. Kami akan berusaha lebih keras untuk mengimbangi mereka, semoga nasib berpihak kepada kami ketika tampil di kandang sendiri,” kata Simeone seperti dilansir Marca.
Variasi baru
Liverpool tak ingin kalah dengan kompetitor mereka di kompetisi domestik. Bermain di Stadion Da Luz, Lisabon, Portugal, ”Si Merah” membawa pulang kemenangan 3-1 atas tim tuan rumah Benfica berkat kombinasi lini tengah baru.
Untuk pertama kali di musim ini, Klopp memainkan trio Thiago Alcantara, Naby Keita, dan Fabinho sejak menit awal. Peran Fabinho sebagai gelandang bertahan sudah tidak diragukan lagi bagi Liverpool.
Klopp justru mengambil risiko untuk memainkan Thiago dan Keita bersamaan sebagai pemain inti. Kedua pemain itu dikenal memiliki keahlian serupa, yakni pandai mengatur tempo permainan dan operan yang akurat.
Keputusan Klopp memadukan Thiago dan Keita cukup beralasan. Liverpool butuh pemain yang mahir mempertahankan bola dan memiliki umpan mematikan untuk membongkar strategi bertahan Benfica.
Pertaruhan Klopp itu langsung berbuah manis berkat dua gol di babak pertama melalui sumbangan Ibrahima Konate dan Sadio Mane.
Keita pun menjadi pemain yang paling banyak menyentuh bola di laga itu dengan total 106 sentuhan, sedangkan Thiago menjadi gelandang dengan akurasi operan tertinggi, yakni 92 persen.
Kemenangan Liverpool dipastikan Luis Diaz melalui gol pada menit ke-87. Sebelumnya, Benfica sempat menghadirkan asa untuk mengimbangi Si Merah berkat gol penyerang muda, Darwin Nunez, ketika babak kedua baru berjalan empat menit.
Secara umum, penampilan Liverpool menghadapi Benfica merepresentasikan performa mereka di musim ini. Anak asuh Juergen Klopp itu mencataktan 66 persen penguasaan bola dan 87 persen akurasi operan.
Angka itu hampir setara dengan rata-rata catatan Liverpool pada dua statistisk itu di musim ini. Si Merah memiliki rata-rata 63 persen penguasaan bola serta 84 persen akurasi operan per laga.
Meski menang, Klopp mengakui, perjuangan skuadnya di Lisabon tidak mudah. Ia memuji performa konsisten anak asuhnya untuk tidak kehilangan fokus ketika telah unggul dua gol di babak pertama.
”Datang ke Da Luz dan memenangi laga tandang Liga Champions adalah hal yang sulit. Kami harus mempersiapkan diri lebih baik untuk mengalahkan mereka di pertandingan kedua,” kata Klopp.
Kemenangan City dan Liverpool di laga pertama perempat final itu menjadi ajang kedua tim unjuk gigi sebelum saling berduel di Liga Inggris, Minggu (10/4), di Stadion Etihad. Duel itu akan menentukan bagi persaingan kedua tim menuju tangga juara Liga Primer Inggris 2021-2022. (REUTERS)