Meski baru bersaing dua kali, Iga Swiatek dan Naomi Osaka diprediksi menciptakan rivalitas seperti Roger Federer dan Rafael Nadal. Mereka bersaing, sekaligus berteman baik.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Tenis putra mengenal persaingan antara Roger Federer dan Rafael Nadal yang juga diwarnai dengan persahabatan. Topik yang sama mengemuka ketika Iga Swiatek, yang berteman dengan Naomi Osaka, bertemu pada final turnamen ATP Masters/WTA 1000 Miami.
Kemenangan Swiatek, 6-4, 6-0, dalam laga final yang berlangsung di Stadion Hard Rock, Miami, Florida, Amerika Serikat, Sabtu (2/4/2022) siang waktu setempat atau Minggu dinihari waktu Indonesia, membuatnya meraih gelar ketiga beruntun dari turnamen berlevel WTA 1000. Sejak pertengahan Februari, petenis Polandia itu menjuarai WTA 1000 Doha dan Indian Wells.
Menjadi juara di Indian Wells dan Miami, yang digelar beruntun dalam rentang waktu tiga pekan, menjadi salah satu tantangan sulit dalam tenis. Maka, statistik tenis pun mencatat khusus para petenis yang bisa menjuarai ajang itu dalam tahun yang sama, yang disebut dengan istilah ”Sunshine Double”.
Sebelum Swiatek, ada Steffi Graf yang menjuarai Indian Wells dan Miami pada 1994 dan 1996, Kim Clijsters (2005), dan Victoria Azarenka (2016). Dengan usia 20 tahun, Swiatek menjadi juara ”Sunshine Double” termuda di antara semuanya.
Seperti para senior itu, Swiatek akan menjadi petenis nomor satu dunia setelah juara di Indian Wells dan Miami. Dia telah dipastikan akan menjadi petenis nomor satu duniasetelah memenangi babak kedua Miami, untuk menggantikan Ashlegh Barty yang mengumumkan pensiun, dua pekan lalu. Namun, namanya akan resmi berada dalam posisi teratas daftar ranking pada 4 April 2022 ketika ATP dan WTA mengeluarkan daftar terbaru.
Ada hal lain yang menjadi sorotan sebelum final berlangsung. Meski baru bertemu sekali, yaitu pada babak kedua WTA 1000 Toronto 2019 yang dimenangi Osaka, kedua petenis dinilai bisa mendominasi persaingan elite setelah Barty pensiun. Persaingan Osaka dan Swiatek pun diprediksi bisa seperti Federer dan Nadal.
Osaka menjadi tunggal putri paling sukses setelah berakhirnya dominasi Serena Williams, pada akhir 2015. Dia menjadi petenis dengan gelar Grand Slam terbanyak, yaitu empat gelar. Sementara itu, Swiatek mulai naik daun ketika menjuarai Perancis Terbuka 2020 pada usia 19 tahun, dan terus berkembang hingga saat ini.
Pada Australia Terbuka 2020, Osakabahkanmenyebut nama Swiatek saat ditanya petenis yang potensial menjadi rivalnya. Namun, kata Osaka, dia pun sangat menyukai Swiatek. Sehari sebelum Osaka mendapat pertanyaan itu, dia makan malam bersama Swiatek.
Osaka memilih Swiatek bukan tanpa alasan. Dia terpesona dengan penampilan petenis berusia yang empat tahun lebih muda darinya itu ketika bersaing di Toronto.
”Saya langsung berpikir, ’Wow, dia sangat atletis. Dia bisa bergerak dengan meluncur di setiap sudut lapangan,’” kata Osaka setelah mengalahkan Belinda Bencic pada semifinal di Miami.
Ketika saya mengatakan rivalitas, itu artinya mengarah pada hal yang positif. Kami bisa bersaing, sekaligus saling memberi motivasi untuk menjadi lebih baik.
Petenis Jepang yang tinggal di AS itu pun mengagumi kemajuan yang dialami Swiatek. ”Dia sangat termotivasi untuk lebih baik. Luar biasa melihatnya berjuang dan dia akan menjadi petenis nomor satu dunia,” ujarnya.
Potensi rivalitas
Seperti harapan dan prediksi komunitas tenis internasional tentang potensi rivalitas Osaka dan Swiatek, Osaka pun berpikir hal serupa. Menurut dia, rivalitas yang kental di antara atlet membuat olahraga, termasuk tenis, menjadi semakin menarik.
Swiatek pun berharap apa yang terjadi pada Federer dan Nadal, idolanya, bisa terjadi pula padanya dan Osaka. ”Ketika saya mengatakan rivalitas, itu artinya mengarah pada hal yang positif. Kami bisa bersaing, sekaligus saling memberi motivasi untuk menjadi lebih baik,” katanya.
Di balik persaingan itu, mereka adalah teman baik dan saling menghormati. Ketika turnamen tenis terhenti akibat pandemi Covid-19, pada Maret-September 2020 Osaka ”berjumpa” Swiatek melalui Instagram Live. Obrolan yang membahas rasa es krim kesukaan Swiatek yang justru tak disukai Osaka itu muncul kembali di media sosial saat mereka akan bertanding di final Miami.
Swiatek menilai, Osaka adalah sosok yang sangat rendah hati meski memiliki karakter pemalu. Sementara itu, Osaka menyukai Swiatek karena dinilai memiliki kepribadian yang lucu.
Di balik kesuksesan Swiatek saat ini, Osaka ternyata mempunyai peran di dalamnya. Ketika bertemu di Melbourne pada 2020, Swiatek bercerita tentang keinginannya untuk kuliah. Namun, Osaka berpendapat agar temannya itu membatalkan keinginan tersebut.
Menurut Osaka, Swiatek memiliki potensi besar bersaing di arena tenis profesional. Lima bulan setelah itu, pendapat Osaka terbukti ketika Swiatek meraih gelar dari arena Grand Slam, yaitu di lapangan tanah liat Roland Garrros, dalam usia 19 tahun.
Musim ini, ketika Swiatek mendominasi persaingan yang akan membawanya pada puncak peringkat dunia, Osaka pun bercanda, ”Kamu harus berterima kasih atas saran saya”. (AFP/REUTERS)