Pengucilan Rusia dan Belarusia di Olahraga Kian Menggema
Aksi solidaritas dunia olahraga untuk Ukraina terus menggema. Rama-ramai federasi olahraga internasional mengecam Rusia dan sekutunya Belarusia. Kedua negara ini pun kian dikucilkan dari pentas olahraga internasional.
LAUSANNE, SELASA –Aksi solidaritas dunia olahraga untuk Ukraina pasca invasi Rusia terus menggema seantero jagat. Rama-ramai federasi olahraga internasional mengecam tindakan Rusia dan sekutunya, Belarusia, yang berujung pengucilan pelaku olahraga asal dua negara itu dari pentas internasional, serta pemboikotan ajang global di sana.
Dunia olahraga berharap segenap tindakan itu bisa menggugah Rusia untuk segera mengakhiri ketegangan militer tersebut. Kendati demikian, Komite Olimpiade Rusia menilai, semua itu tidak sesuai dengan piagam dan semangat gerakan Olimpiade.
Seruan pengucilan terhadap Rusia dan Belarusia diawali oleh pengumuman Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang bermarkas di Lausanne, Swiss, Senin (28/2/2022). Mereka mendesak semua federasi olahraga internasional mengecualikan atlet, pelatih, dan ofisial atau pejabat olahraga Rusia serta Belarusia dari semua pentas internasional.
Jika semua federasi mengikuti saran itu, Rusia dan Belarusia akan mengikuti jejak Yugoslavia di era Slobodan Milosevic dan Afrika Selatan di bawah pemerintahan apartheid sebagia paria olahraga utama. IOC pun sudah mencabut Olympic Order, penghargaan tertinggi IOC, dari semua pejabat tinggi Rusia termasuk Presiden Vladimir Putin.
”Untuk melindungi integritas kompetisi olahraga global dan untuk keselamatan semua peserta, dewan eksekutif IOC merekomendasikan agar federasi olahraga internasional dan penyelenggara acara olahraga tidak mengundang atau mengizinkan partisipasi atlet dan ofisial dari Rusia serta Belarusia di ajang internasional,” ujar IOC dilansir First Post, Selasa (1/3).
Baca juga : Solidaritas atas Ukraina, Rusia Dikucilkan dari Olahraga
Pernyataan IOC datang sebelum Paralimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing, China yang dimulai pada Jumat (4/3). Komite Paralimpiade Internasional (IPC) bakal bertemu untuk membahas Rusia di Paralimpiade Musim Dingin 2022 pada Rabu (2/3).
Efek domino
Seruan IOC langsung direspons sedikitnya tujuh federasi olahraga dunia. Selang beberapa jam dari pengumuman IOC, Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) menendang Rusia dari Piala Dunia 2022 Qatar dan diikuti Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) yang mengusir Rusia dan klub-klub asal Negeri Beruang Merah ini dari semua kejuaraan Eropa. ”Sepak bola sepenuhnya bersatu di sini dan dalam solidaritas penuh dengan semua orang yang terkena dampak di Ukraina,” kata juru bicara FIFA dan UEFA.
Sebelumnya, UEFA mencopot Saint Petersburg, Rusia sebagai tuan rumah Liga Champions 2022 di Gazprom Arena pada 28 Mei dan dialihkan ke Stade de France di Saint, Denis, Perancis. UEFA juga telah mengakhiri kontraknya dengan raksasa energi asal Rusia Gazprom yang nilai kesepakatannya mencapai 45 juta euro setahun.
Tak lama berselang, Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) membatalkan semua turnamen yang ada di Rusia dan Belarusia. Mereka pun melarang dua negara itu menjadi tuan rumah pentas-pentas lain di waktu mendatang sampai pemberitahuan lebih lanjut, melarang mengibarkan bendera, dan mengumandangkan lagu kebangsaan di semua ajang.
”Setiap konflik harus diselesaikan tanpa menggunakan kekerasan dalam bentuk apa pun dan kami menyatakan keyakinan pada kontribusi gerakan olahraga terhadap perdamainan dan solidaritas di antar semua orang. BWF sangat prihatin dengan keselamatan rakyat Ukraina dan komunitas bulu tangkis Ukraina, termasuk pemain, pelatih, dan ofisial. BWF berdiri dalam solidaritas penuh dengan seluruh gerakan olahraga global untuk menyerukan semua pihak menghentikan tindakan kekerasan dan memulihkan perdamaian,” tulis pernyataan BWF, dikutip The Star, Selasa.
Sabuk hitam Putin
Pada Senin, Federasi Taekwondo Dunia (WT) mencopot sabuk hitam kehormatan milik Putin yang dianugerahi oleh kepala federasi, Choue Chung-Won pada November 2013. Bagi WT, tindakan Rusia bertentangan dengan moto federasi itu, yakni perdamaian lebih berharga daripada kemenangan.
”Taekwondo Dunia sudah memutuskan untuk menarik kembali sabuk hitam dan kehormatan kesembilan yang dianugerahkan kepada Tuan Vladimir Putin pada 2013. Dalam solidaritas dengan IOC, tidak ada bendera atau lagu kebangsaan Rusia ataupun Belarusia yang akan ditampilkan atau dimainkan di acara Taekwondo Dunia. Kami dan Federasi Taekwondo Eropa juga tidak bakal menyelenggarakan dan mengakui acara taekwondo di dua negara tersebut,” tegas WT.
Setiap konflik harus diselesaikan tanpa menggunakan kekerasan dalam bentuk apa pun.
Pada hari yang sama, Federasi Hoki Internasional (FIH) turut melarang semua klub asal Rusia dan timnas Rusia dari kejuaraan yang ada. Sementara itu. penyelenggara kompetisi bola basket Eropa, yakni Euroleague dan Eurocup juga mengumumkan, klub-klub Rusia telah diskors.
Baca juga : Hentikan Perang, Sepak Bola Sebarkan Cinta
Federasi Skating Internasional (ISU) pada Selasa menyampaikan, tidak ada atlet dari Rusia maupun Belarusia yang diundang atau diizinkan untuk berpartisipasi dalam segenap kegiatan hingga pemberitahuan lebih lanjut. Pada hari yang sama, Federasi Rugbi Dunia (WR) pun melarang Rusia dan Belarusia mengikuti pentas mancanegara, serta menangguhkan keanggotaan Rusia sampai waktu yang belum ditentukan. Dengan ini, asa Rusia lolos ke Piala Dunia Rugbi 2023 di Perancis pupus.
Pembatalan bergilir
Sementara itu, serangkaian ajang olahraga bergengsi di Rusia dibatalkan sejak invasi dilakukan pada Kamis (24/2). Federasi Panjat Tebing Internasional (IFSC) dalam laman resminya, Jumat, memutuskan menangguhkan seri Piala Dunia Boulder dan Speed di Moskow, 1-3 April. IFSC berniat memindahkan acara itu ke lokasi lain, dengan pengumuman menyusul setelah tuan rumah baru terpilih.
”Selama berdiskusi dengan Federasi Panjat Tebing Ukraina, kami mengungkapkan solidaritas IFSC dan seluruh komunitas panjat tebing kepada warga Ukraina selama krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Kami berharap konflik di Ukraina segera berakhir dan terwujud perdamaian,” tutur Presiden IFSC Marco Scolaris.
Pada Jumat (25/2), F1 Grand Prix Rusia yang dijadwalkan berlangsung di Sochi Autodrom, Sochi, 25 September mendatang dibatalkan. Penyelenggara menuturkan, tidak mungkin mengadakan balakan dalam keadaan ini.
Di hari yang sama, Federasi Renang Internasional (FINA) membatalkan laga Liga Dunia Polo Air Putra di Saint Petersburg pada Maret, serta Seri Dunia Renang dan Selam Artistik yang direncanakan di Kazan pada April. Tiga hari kemudian, mereka membatalkan Kejuaraan Dunia Yunior di Kazan pada Agustus nanti.
Baca juga : Tenis Tidak Lebih Penting dari Perdamaian
”FINA sangat prihatin dengan perang yang terus berlanjut di Ukraina dan setelah konsultasi berkelanjutan dengan atlet dan pemangku kepentingan dari keluarga besar olahraga akuatik, kami mengonfirmasi bahwa Kejuaraan Renang Dunia Yunior kedelapan dibatalkan. FINA tidak akan mengadakan acara pada masa depan di Rusia jika krisis ini terus berlanjut,” ungkap FINA.
Federasi Bola Voli Internasional (FIVB), Minggu (27/2), mengutarakan, mencabut Rusia sebagai tuan rumah Volleyball Nations League pada Juni-Juli mendatang. Selang dua hari, mereka mencabut Rusia sebagai tuan rumah Kejuaraan Dunia Putra pada Agustus dan September mendatang. ”Tidak mungkin mempersiapkan dan menggelar Kejuaraan Dunia di Rusia karena perang di Ukraina,” ujar Dewan FIVB.
Sikap lantang
Sikap lantang menuntut perdamaian didengungkan pula oleh petenis putri peringkat 15 dunia asal Ukraina Elina Svitolina. Dia meminta Federasi Tenis Internasional (ITF) untuk memberikan posisi yang jelas pada kondisi itu dan untuk menerima warga negara Rusia atau Belarusia hanya sebagai atlet netral.
”Saya percaya situasi ini membutuhkan posisi yang jelas dari organisasi kami, ATP, WTA, dan ITF. Karena itu, kami para pemain Ukraina meminta ATP, WTA, dan ITF untuk mengikuti rekomendasi IOC guna menerima warga Rusia atau Belarusia cuma sebagai atlet netral, tanpa menampilkan simbol, warna, bendera, atau lagu kebangsaan apa pun,” kata Svitolina, dalam akun Twitter-nya.
Svitolina juga mengumumkan tidak bermain menghadapi petenis Rusia Anastasia Potapova di babak 32 besar Monterrey Terbuka 2022 di Monterrey, Meksiko, Rabu (2/3) kecuali ITF mengikuti rekomendasi IOC. Bahkan, dia tidak bersedia melawan petenis Rusia ataupun Belarusia di laga-laga lainnya hingga ada keputusan sesuai harapan tersebut.
”Saya tidak menyalahkan atlet Rusia mana pun. Mereka tidak bertanggung jawab atas invasi di negeri kami. Selain itu, saya ingin memberikan penghormatan kepada semua pemain, terutama asal Rusia dan Belarusia yang dengan berani menyatakan posisi mereka melawan perang. Dukungan mereka sangat penting,” tuturnya.
Di sisi lain, Svitolina berniat menyumbangkan uang yang diperolehnya dari mengikuti sejumlah kejuaraan yang ada. ”Jadi, saya memutuskan hadiah uang dari turnamen di Meksiko dan Amerika Serikat akan saya berikan kepada Angkatan Darat Ukraina dan untuk kebutuhan kemanusiaan. Dengan ini, saya dapat membantu negara saya. Saya pikir ini keputusan yang tepat,” terangnya.
Petenis putri Rusia Anastasia Pavlyuchenkova turut mengecam keras invasi Moskow ke Ukraina dengan mengatakan, ambisi pribadi atau motif politik tidak dapat membenarkan kekerasan. Beberapa olahragawan Rusia sudah berbicara tentang perang, tetapi pernyataan Pavlyuchenkova menjadi salah satu yang terkuat sejauh ini terhadap kebijakan Putin.
”Saya telah bermain tenis sejak saya masih kecil. Saya mewakili Rusia sepanjang hidup saya. Ini adalah rumah dan negara saya. Sekarang saya benar-benar ketakutan, seperti juga teman dan keluarga saya. Namun, saya tidak takut untuk menyatakan posisi saya dengan jelas. Saya menentang perang dan kekerasan. Ambisi pribadi atau motif politik tidak dapat membenarkan kekerasan. Ini merenggut masa depan tidak hanya dari kita, tetapi juga dari anak-anak kita,” ujarnya.
”Saya bingung dan tidak tahu bagaimana membantu dalam keadaan ini. Saya hanya seorang atlet tenis. Saya bukan politisi, bukan publik figur. Saya tidak punya pengalaman dalam hal ini. Saya hanya bisa secara terbuka tidak setuju dengan ini. Hentikan kekerasan, hentikan perang,” tambah Pavlyuchenkova. (AP/AFP/REUTERS)