Tiga poin diincar Leeds United dan Manchester United dalam derbi mawar, Minggu, demi misi yang berbeda. Namun, kedua tim memiliki masalah tersendiri yang harus diatasi demi meraih hasil positif.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
LEEDS, SABTU – Duel “derbi mawar” antara Leeds United versus Manchester United tidak pernah menjadi pertandingan yang biasa saja. Pertemuan edisi ke-92 di ajang liga, Minggu (20/2/2022) pukul 21.00 WIB, di Stadion Elland Road, memang tidak akan menentukan persaingan kedua tim di papan klasemen seperti pada dekade 1960-an hingga 1970-an. Hanya saja, Leeds dan MU memiliki kepentingan sendiri untuk mengalahkan sang rival tradisional.
Sebutan derbi mawar mengacu pada Perang Mawar, sebutan perang sipil pada abad ke-15 antara warga Manchester melawan warga Leeds.
Leeds gagal menduplikasi performa di musim lalu yang menjadi musim perdana kembali berkompetisi di Liga Primer sejak 12 musim terakhir. “Si Putih”, julukan Leeds, menduduki peringkat kesembilan di edisi 2020-2021 sehingga menjadi tim promosi dengan hasil terbaik.
Namun, performa itu seakan menguap di musim ini. Hingga pekan ke-26, Leeds berada di peringkat 15. Mereka hanya berjarak enam poin dari zona degradasi.
Hal itu tidak lepas dari belum mampunya Raphinha dan kawan-kawan keluar dari periode buruk di awal 2022. Si Putih baru dua kali mengemas kemenangan dari lima pertandingan liga sejak Januari lalu.
Oleh karena itu, Manajer Leeds Marcelo Bielsa menilai, skuadnya harus segera bangkit untuk menjauhi ancaman terdegradasi ke Divisi Championship di akhir musim. Bielsa menganggap duel menghadapi MU menjadi momen yang terbaik untuk kembali ke jalur hasil positif.
“Pertandingan klasik ini sangat memotivasi kami. Saya berpikir semua pemain telah membayangkan tipe permainan seperti apa yang ingin mereka tampilkan di laga nanti demi membahagiakan penonton,” kata Bielsa dalam konferensi jelang laga, Jumat (18/12).
Ia mengungkapkan, catatan historis rivalitas kedua tim lebih lima dekade silam menyuntikkan motivasi bagi skuadnya untuk menghindari MU membawa pulang poin dari Elland Road.
Semua pemain telah membayangkan tipe permainan seperti apa yang ingin mereka tampilkan di laga nanti demi membahagiakan penonton. (Marcelo Bielsa)
Adapun pada periode 1960-an hingga 1970-an merupakan masa penuh prestasi bagi Si Putih. Leeds meraih enam trofi domestik yang terdiri dari dua gelar Liga Inggris, satu Piala FA, satu Piala Liga Inggris, serta dua Community Shield.
Pada masa itu, Leeds mampu menyaingi salah satu generasi terbaik MU yang dihuni Sir Bobby Charlton. “Setan Merah” meraih tujuh trofi juara di kompetisi domestik, yaitu dua kali menjadi kampiun liga, lalu mendapatkan dua Piala FA dan tiga Community Shield.
Sementara itu, MU akan menjalani laga “derbi mawar” dengan misi untuk menjaga posisi di zona empat besar. Merebut tiket Liga Champions menjadi target realistis bagi Setan Merah di liga musim ini.
Apabila mampu mengalahkan Leeds, MU berpeluang memperlebar jarak dari salah satu pesaing merebut tiket Lia Champions, yaitu West Ham United. Pada laga Sabtu (19/2) malam WIB, West Ham bermain imbang 1-1 kontra Newcastle United di Stadion Olimpiade London.
Alhasil, “The Hammers” baru mengumpulkan 42 poin dari 26 laga untuk duduk di posisi kelima. Sementara itu, Setan Merah memulai laga di Elland Road dengan koleksi 43 poin dari 25 pertandingan.
Manajer MU Ralf Rangnick mengakui, laga di Elland Road tidak akan berjalan mudah karena MU akan bermain di hadapan suporter sang rival. Itu akan menjadi kesempatan pertama Setan Merah menjalani laga dengan penonton di Elland Road dalam 13 musim. Pada duel musim lalu, stadion kosong dan laga pun berakhir imbang tanpa gol.
“Bermain di hadapan pendukung rival akan menghadirkan atmosfer pertandingan yang mengagumkan. Saya yakin pemain kami telah memiliki pengalaman untuk menjalani laga yang ketat ini, sehingga saya berharap kondisi itu bisa meningkatkan performa dan level permainan kami,” ucap Rangnick kepada Sky Sports.
Berbalas serangan
Selain menghadirkan gengsi rivalitas level tinggi, duel kedua tim juga dijamin akan menghadirkan permainan terbuka yang saling berbalas serangan. Meski berada di jurang degradasi, Leeds tetaplah tim menyerang yang sesuai dengan filosofi sepak bola Bielsa.
Berdasarkan data Opta terkait field tilt yang menghimpun persentase penguasaan bola di zona pertahanan lawan, Leeds rata-rata mencatatkan 52,5 persen menguasai bola di area serangan. Itu menjadi wujud perspektif permainan Leeds yang selalu menerapkan zona pertahanan tinggi.
Angka itu menempatkan Leeds di posisi ketujuh dari 20 tim Liga Inggris yang lebih banyak mengontrol permainan di sepertiga akhir zona pertahanan lawan.
Adapun MU di era Rangnick juga lebih mengutamakan permainan menyerang. Hal itu ditunjukkan dari 60,3 persen dalam data field tilt. Ketika di bawah asuhan Ole Gunnar Solskjaer, angka Setan Merah hanya berada di kisaran 54,2 persen dalam data tersebut.
Selain itu, Leeds dan MU masuk dalam lima besar tim yang paling cepat dalam membangun serangan. Leeds rata-rata menciptakan operan dengan jarak 1,61 meter per detik. Sedangkan, MU mencatatkan 1,59 meter per detik.
Atasi problem
Namun, untuk meraih tiga poin di “derbi mawar”, kedua tim juga perlu mengatasi problem masing-masing yang diderita dalam beberapa pekan terakhir.
Leeds sebagai tim dengan rata-rata penciptaan peluang terbanyak keenam di Liga Inggris musim ini masih amat buruk dalam penyelesaian akhir. Si Putih menghasilkan 13,83 tembakan per laga yang menempatkan mereka hanya kalah kreatif dibandingkan Liverpool, Manchester City, Chelsea, Arsenal, dan MU.
Namun, ekspektasi gol (xG) Si Putih amat rendah karena hanya di angka 29,4. Alhasil, tak heran mereka hanya mencetak 27 gol dari 23 laga atau rata-rata 1,17 gol per laga.
Bielsa mengakui, kehilangan sumber gol, Patrick Bamford, menjadi penyebab surutnya produktivitas mereka. Bamford pada musim lalu menghasilkan 19 gol, sedangkan di musim ini, ia baru tampil di enam laga dengan catatan dua gol.
“Bamford masih memiliki masalah cedera, sehingga kami terus berusaha untuk mencari alternatif di lini depan,” kata manajer asal Argentina itu.
Adapun Rangnick disibukkan dengan konflik internal di dalam tubuh timnya. Berbagai laporan media Inggris menyebutkan, mayoritas pemain telah mendesak Rangnick untuk mencabut ban kapten Harry Maguire, lalu memberikan tanggung jawab memimpin tim kepada Cristiano Ronaldo.
Rangnick mengakui, keharmonisan di dalam skuad MU memang tidak baik. Tetapi, ia menegaskan, hal itu tidak akan menjadi alasannya untuk mencabut ban kapten Maguire yang telah menjadi kapten tim sejak Januari 2020.
“Saya tegaskan bahwa disharmoni di dalam tim lebih disebabkan jumlah skuad yang sangat besar, sehingga beberapa pemain meragukan kesempatan bermainnya. Kini, kondisi telah jauh lebih baik setelah penutupan bursa transfer dan kami menemukan solusi untuk mengatasi kegemukan skuad,” ucap Rangnick. (AFP)