PP PBSI tak boleh terlena dengan medali emas Olimpiade Tokyo 2020 atau Piala Thomas. Keberhasilan itu harus ditunjang pembinaan jangka panjang sejak atlet berusia muda untuk menjaga kesinambungan prestasi.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
Tahun 2021, bulu tangkis Indonesia meraih gelar juara dari dua ajang bergengsi yang dimundurkan setahun, Olimpiade Tokyo dan Piala Thomas 2020. Di tengah rasa bangga atas prestasi tersebut, klub yang merupakan cikal bakal lahirnya Greysia Polii dan atlet lain masih menanti program Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Indonesia untuk daerah di tengah masa pandemi Covid-19.
Medali emas ganda putri dari Greysia/Apriyani Rahayu didapat dari Olimpiade yang diselenggarakan pada 23 Juli-8 Agustus 2021. Di nomor tunggal putra, Anthony Sinisuka Ginting meraih perunggu.
Prestasi ini didapat hanya berselang delapan bulan setelah Agung Firman Sampurna dipilih menjadi Ketua Umum PP PBSI 2020-2024, tujuh bulan setelah susunan pengurus diumumkan, dan empat bulan setelah kepengurusan bulu tangkis tertinggi di Indonesia itu dilantik. Ketua umum pun hadir hampir dalam setiap momen pemberian penghargaan bagi Greysia/Apriyani.
Atas prestasi itu, Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat bahkan memberi penghargaan kepada Agung sebagai salah satu pembina/ketua umum induk organisasi cabang olahraga terbaik.
Berselang dua bulan setelah Olimpiade, Indonesia menjadi yang terbaik dalam kejuaraan beregu putra, Piala Thomas, yang digelar di Aarhus, Denmark, 9-17 Oktober. Ini menjadi gelar pertama Indonesia dari Piala Thomas sejak 2002.
Indonesia pun bangga atas prestasi dari dua ajang tertinggi di arena bulu tangkis itu. Namun, jangan lupa, prestasi atlet tidak lahir dengan instan. Ada pembinaan teramat panjang, bahkan hampir menghabiskan waktu atlet sedari kecil.
Di sekitar pemain, seperti selalu disebutkan Greysia, ada sistem pendukung yang terdiri atas pelatih, sesama atlet, fisioterapis, dokter, teman, keluarga, dan lain-lain. Maka, apa yang dicapai Greysia/Apriyani, Anthony, dan Tim Piala Thomas Indonesia tidak hanya merupakan keberhasilan PBSI 2020-2024. Atlet dibina dengan program sistematis dan jangka panjang sejak kepengurusan sebelumnya.
Demikian pula dengan emas yang didapat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dari Olimpiade Rio de Janeiro 2016, yang merupakan buah pembinaan jangka panjang. Liliyana baru memperoleh emas dalam partisipasi ketiga di Olimpiade, setelah mendapat perak di Beijing 2008 (bersama Nova Widhianto) dan gagal mendapat medali di London 2012 (Tontowi).
Skuad Tim Thomas, juga, tak serta-merta lahir sebagai juara. Anthony, Jonatan Christie, dan Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon mulai muncul ketika mengantarkan Indonesia menjadi finalis Piala Thomas 2016 di Kunshan, China, setelah mereka bertahun-tahun ditempa di Cipayung. Ditambah Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, yang mulai menjadi andalan pada Piala Thomas 2018, para pemain putra itu terus berkembang.
Warisan
Dengan fakta bahwa prestasi semua atlet merupakan buah dari pembinaan jangka panjang, PBSI 2020-2024 pun harus meninggalkan warisan, tak hanya gelar juara dari atlet yang telah mapan, juga melahirkan generasi penerus yang akan mewakili Indonesia di masa depan. Target pun tidak hanya ajang yang berlangsung dalam periode kepengurusan saat ini, seperti Piala Thomas dan Uber 2022 serta Olimpiade Paris 2024, tetapi juga harus menatap ajang yang berlangsung jauh di depan.
Klub berjuang sendiri di bawah, padahal klub yang berkontribusi terhadap prestasi Indonesia untuk menjadi juara.
Mereka yang diandalkan meraih medali emas Olimpiade Los Angeles 2028, misalnya, bisa saja atlet yang masih berada di luar pelatnas yang harus dibidik sejak saat ini. Hal ini menjadi pekerjaan rumah PP PBSI setelah program kerja pembinaan daerah vakum saat pandemi Covid-19.
Kosongnya kegiatan pada 2020 bisa dimaklumi karena Indonesia, bahkan dunia, berhadapan dengan situasi baru akibat pandemi. Namun, ketika PBSI tak juga memiliki rencana kerja pembinaan daerah sepanjang 2021, klub pun bertanya-tanya.
PBSI seharusnya bisa menggelar kembali kejuaraan nasional, beradaptasi dengan situasi saat ini. Ribuan atlet di klub menanti kesempatan untuk bertanding dan mewujudkan cita-cita mereka menjadi atlet nasional.
Dalam situasi yang terkendali, pandemi tak bisa selalu dijadikan alasan untuk tidak membuat program kerja bagi atlet di daerah karena PP PBSI tak hanya bertanggung jawab kepada atlet pelatnas. Banyak kejuaraan internasional yang bisa dijadikan contoh dalam menggelar kejuaraan. Apalagi, Indonesia pun menjadi tuan rumah Indonesia Terbuka, Indonesia Masters, dan Final BWF World Tour di Bali, 16 November-6 Desember.
Di level nasional, kejuaraan Yuzu Isotonic Akmil Terbuka di Magelang, Jawa Tengah, 28 Oktober-7 November bisa menjadi contoh penyelenggaraan turnamen dengan protokol kesehatan pandemi Covid-19. PBSI Kota Bandung pun telah menggelar kejuaraan antarklub di GOR Lodaya, Bandung, 1-5 Desember.
Saat berkomentar tentang keberhasilan Indonesia menjuarai Piala Thomas, pada Oktober, mantan atlet ganda putra, Candra Wijaya, menyoroti vakumnya turnamen nasional dan klub yang harus berjuang membina atlet pada masa pandemi. ”Klub berjuang sendiri di bawah, padahal klub yang berkontribusi terhadap prestasi Indonesia untuk menjadi juara,” kata Candra, pemilik Candra Wijaya International Badminton Center.
Ketua Harian PB Jaya Raya Imelda Wigoeno menegaskan, PP PBSI seharusnya memiliki perencanaan jangka pendek, menengah, dan panjang untuk pembinaan daerah, menyesuaikan dengan situasi pandemi.
”PP PBSI punya bidang pengembangan daerah. Sebagai orang tua dari klub, mereka seharusnya komunikatif dengan klub sebagai pemilik atlet, bukan dengan pengurus provinsi yang tidak punya atlet. Apalagi, banyak klub yang sulit membina atlet pada masa pandemi ini. Klub sudah mengeluarkan biaya besar untuk membina atlet, tetapi dengan tidak ada program dari PBSI, kelanjutan karier mereka pun tidak jelas,” ujar Imelda.
Salah satu tanggung jawab PBSI untuk atlet di luar pelatnas adalah menggelar sirkuit nasional (sirnas). Poin yang diperoleh menentukan daftar peringkat nasional yang menjadi patokan untuk memilih atlet guna mengikuti seleksi nasional, yaitu ajang seleksi atlet klub untuk bergabung di pelatnas.
Direncanakan, PBSI akan menggelar seleknas di Pelatnas Cipayung pada Januari 2022 dengan tanggal yang belum diumumkan. Semoga ini bisa menjadi langkah awal dimulainya kembali kegiatan bulu tangkis nasional untuk menemukan calon penerus Greysia dan kawan-kawan.