West Ham Unted menghentikan rentetan delapan laga tidak terkalahkan Chelsea, Sabtu malam. Laga itu memperlihatkan ”noda” di lini pertahanan "Si Biru” yang semula tampak sangat sempurna.
Oleh
Kelvin Hianusa
·4 menit baca
LONDON, SABTU - Pertahanan kokoh, kekuatan terbesar Chelsea selama era manajer Thomas Tuchel, mulai berubah menjadi sumber bencana dalam tiga laga terakhir. Penurunan kualitas di benteng ”Si Biru” kian terekspos saat dibekap tuan rumah West Ham United, 2-3, di Stadion Olimpiade London, Sabtu (4/12/2021).
Chelsea sempat dua kali unggul dalam laga derbi London itu. Namun, mereka tidak mampu mempertahankannya. Si Biru akhirnya menyerah setelah gol pamungkas dari tendangan spekulatif pemain pengganti West Ham, Arthur Masuaku.
Tiga poin yang sudah berada di depan mata mereka pun raib begitu saja. Tuchel, di tepi lapangan, hanya bisa memandang para pemainnya dengan wajah kesal. Ia sulit menyangka lini pertahanan timnya yang berkekuatan terbaik, yaitu trio bek Thiago Silva, Antonio Ruediger, dan Andreas Christensen, justru jadi awal petaka laga itu.
”Sangat sulit bermain di sini. Kami melakukan banyak kesalahan individu yang juga dilakukan saat menghadapi Manchester United dan Watford. Kami dihukum karena itu. Jika ingin hasil yang bagus dalam level kompetisi seperti ini, Anda harus mengurangi kesalahan,” ucap Tuchel.
Si Biru membuka keunggulan lewat sundulan bek veteran, Silva, dari skema tendangan sudut. Keunggulan itu hanya bertahan 11 menit. West Ham menyamakan kedudukan melalui Manuel Lanzini dari titik putih menyusul blunder gelandang Chelsea, Jorginho. Kiper Chelsea Edouard Mendy terpaksa menjatuhkan lawan di kotak penalti karena sudah terdesak.
Jorginho lagi-lagi mengulangi kecerobohannya seperti saat Chelsea ditahan imbang MU, pada pekan lalu. Ketika itu, sang kapten tim juga memberikan bola "gratis" kepada lawan, lalu berujung gol penyerang MU, Jadon Sancho.
Mason Mount, lewat tendangan voli indah, sempat membuat Chelsea berbalik unggul sebelum turun minum. Namun, keunggulan pada babak pertama itu tidak berarti. West Ham bangkit pada babak kedua lewat gol Jarrod Bowen dan Masuaku. Sepasang gol itu lahir lewat tendangan dari luar kotak penalti yang memanfaatkan lengahnya benteng pertahanan Chelsea.
Mengakhiri tren positif
Akibat kekalahan itu, Chelsea pun mengakhiri tren positif tidak terkalahkan dalam delapan laga terakhir. Masalah lini belakang jadi sinyal buruk bagi calon terkuat juara Liga Inggris itu karena mereka kehilangan 5 poin dalam 3 laga terakhirnya.
Petaka itu berawal dari benteng pertahanan mereka yang mulai terlihat rapuh. Gawang Chelsea sudah kemasukan 5 gol dalam 3 laga terakhir. Jumlah gol kebobolan itu lebih banyak dibandingkan total kemasukan selama 12 laga sebelumnya sejak awal musim, yaitu 4 gol.
Pada laga kemarin, Chelsea seperti biasa mampu mendominasi jalannya pertandingan dengan penguasaan bola hingga 63,6 persen. Biasanya, mereka akan otomatis menyegel pergerakan lawan dengan penguasaan bola dominan.
Laga itu mempertegas status West Ham sebagai tim ”pembunuh raksasa”. Sebelumnya, mereka juga menaklukkan Liverpool.
Namun, hal itu tidak berlaku terhadap West Ham. Gaya bermain menekan dan agresif ala Tuchel, yaitu menghentikan serangan lawan secepat mungkin, tidak berjalan optimal. Para pemain Chelsea tidak mampu menutup ruang lawan untuk menyerang balik. West Ham lantas memanfaatkan celah itu.
Jika dilihat dari kondisi skuad, masalah pertahanan Chelsea itu tidak lepas dari absennya gelandang ”bertenaga kuda”, N’Golo Kante. Pemain bertipikal defensif itu tidak bisa tampil dalam tiga laga terakhir Chelsea akibat cedera.
Di lain pihak, laga itu mempertegas status West Ham sebagai tim ”pembunuh raksasa”. Sebelumnya, mereka juga menaklukkan Liverpool. West Ham pun keluar dari tren buruk dalam tiga laga sebelumnya.
”Sejujurnya, saya tidak berpikir kami tampil bagus. Akan tetapi, kami mampu mencetak gol. Beda dengan laga sebelumnya, kami bermain baik tetapi tidak bisa menghasilkan gol. Saya memberikan pujian ke para pemain,” tutur Manajer West Ham United David Moyes.
Debut Rangnick
Sementara itu, Ralf Rangnick, manajer interim baru Manchester United, akan memulai debutnya bersama ”Setan Merah” saat mereka menjamu Crystal Palace, Minggu (5/12). Kata manajer penganut gaya bermain agresif itu, banyak hal yang perlu diubah Cristiano Ronaldo dan rekan-rekannya.
”Saya melihat beberapa laga sebelumnya. Tim ini tidak bisa mengontrol permainan. Padahal, di sepak bola, semuanya adalah tentang mengontrol. Jika mau menang, Anda harus mengontrol permainan. Itulah yang akan coba kami gapai,” ucap manajer yang disebut sebagai perintis gaya bermain gegenpressing tersebut.
Namun, Rangnick juga sadar akan sulit melakukan perubahan drastis. Dia baru memimpin latihan tim kurang dari sepekan. Sang manajer lebih banyak melakukan pendekatan strategi lewat tayangan rekaman video. Dia mengoreksi kesalahan para pemainnya di laga sebelumnya.
Laga nanti akan sangat bagus untuk menguji kesiapan skuad Setan Merah bermain sesuai keinginan Rangnick. Tim tamu, meskipun adalah tim medioker, juga punya filosofi permainan menyerang sejak ditangani manajer Patrick Vieira, mantan gelandang Arsenal. Pertarungan untuk bisa mengontrol permainan dan jalannya laga pun akan tersaji di Stadion Old Trafford.
Terlepas dari filosofi, kata Rangnick, tiga poin adalah tujuan utama mereka. ”Saya pikir, hal terpenting adalah memenangkan laga ini lebih dahulu. Baru, setelah itu, mengembangkan tim ini ke arah tepat, selangkah demi selangkah,” pungkas pria yang akan menjadi manajer ke-8 MU dalam 8 tahun terakhir itu. (AP/REUTERS)