Sama seperti profesi bergengsi lain, atlet disabilitas sekarang sudah mendapatkan penghargaan sepatutnya dalam masyarakat. Mereka bangga akan hal itu.
Oleh
Kelvin Hianusa
·4 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA
Pebulu tangkis Ali Sukri dari Jawa Timur mengambil kok menggunakan raket saat bertanding melawan Marmin dari Bengkulu pada pertandingan babak penyisihan cabang bulu tangkis kelas SL3 (disabilitas tubuh bagian bawah) Pekan Paralimpiade Nasional Papua 2021 di GOR Cenderawasih, Jayapura, Papua, Minggu (7/11/2021). Ali Sukri menang dengan skor (21-4. 21-4).
JAYAPURA, KOMPAS — Atlet disabilitas Indonesia sudah naik kelas. Mereka tidak lagi dipandang rendah dalam kehidupan sosial berkat semakin menggemanya olahraga Paralimpiade di Tanah Air. Para atlet yang semula minder, sekarang bangga dengan profesinya. Wajah bangga itu terpampang nyata di arena bulu tangkis GOR Cenderawasih, Jayapura, Minggu (7/11/2021).
Pebulu tangkis kelas SL3 (disabilitas tubuh bagian bawah), Ali Sukri (47), tampak percaya diri ketika menjalani laga babak 16 besar Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Papua 2021. Ali yang sudah tiga kali ikut Peparnas bermain seperti seorang maestro saat menaklukkan wakil Bengkulu, Marmin, 21-4, 21-4.
Meskipun tampil dengan kaki kanan tidak mengenakan sepatu, akibat telapak kaki yang kecil dan miring sejak lahir, Ali tidak terdistraksi. Dia bermain layaknya atlet non-disabilitas. Dia selalu mampu membalas segala jenis pukulan lawannya dengan langkah terpincang-pincang. Bahkan, beberapa kali dia melakukan jump smash.
Dari tiga ajang Peparnas, sejak 2012, atlet kontingen Jatim ini mengaku paling bahagia kali ini. Ali merasa lebih diterima sebagai atlet disabilitas. Dia punya kepercayaan diri lebih, bahkan saat baru masuk lapangan. ”Senang sekali dengan kondisi sekarang, tidak seperti dulu yang masih dikucilkan,” katanya.
KOMPAS/Ferganata Indra Riatmoko
Anggota tim bulu tangkis DKI Jakarta dibantu turun dari kendaraan menjelang dimulainya laga babak penyisihan cabang bulu tangkis Pekan Paralimpiade Nasional Papua 2021 di GOR Cenderawasih, Jayapura, Papua, Minggu (7/11/2021).
Semua berkat prestasi menakjubkan atlet nasional di Asian Para Games Jakarta-Palembang 2018 dan Paralimpiade Tokyo 2020. Masyarakat Indonesia kini semakin paham, atlet disabilitas juga bisa turut mengharumkan nama bangsa dengan olahraga.
”Wajar saja kalau sekarang banyak sekali wajah baru yang ikut. Sekarang sudah berkembang pesat, sudah lebih diperhatikan. Pada Peparnas 2012 dan 2016, pesertanya masih sangat sedikit,” ucap Ali yang pernah menyabet satu perak dan perunggu di Peparnas sebelumnya.
Wajah-wajah bangga juga tampak di area penonton GOR Cenderawasih. Para atlet yang merupakan penyandang disabilitas saling mendukung rekannya yang tampil. Ada yang memakai kaki palsu, duduk di kursi roda, hingga bertubuh pendek.
Mereka sama sekali tidak malu dengan keterbatasan tersebut. Sebab, para atlet sadar ini merupakan pesta olahraga milik mereka. Apalagi, puluhan penonton warga lokal di tribune atas GOR juga terus memberi dukungan tanpa merasa aneh dan berbeda.
KOMPAS/Ferganata Indra Riatmoko
Anggota tim bulu tangkis DI Yogyakarta melakukan pemanasan menjelang dimulainya pertandingan babak penyisihan cabang bulu tangkis Pekan Paralimpiade Nasional Papua 2021 di GOR Cenderawasih, Jayapura, Papua, Minggu (7/11/2021).
Pebulu tangkis kursi roda (WH1), Evi Nurahmawati (31), merupakan salah satu yang mendukung dari pinggir lapangan meskipun tidak berlaga hari itu. Dia ingin turut meramaikan pesta olahraga disabilitas terbesar di Indonesia ini karena sudah mengubah hidupnya.
”Dulu berpikir tidak bisa apa-apa dengan kursi roda setelah jatuh pada umur 9 tahun. Sekarang semua berbeda dengan olahraga Paralimpiade. Kuncinya hanya satu, keterbatasan bukan halangan untuk kita berprestasi. Sekarang saya bermimpi ingin masuk pelatnas untuk bisa ke ajang internasional,” ucap atlet DKI Jakarta yang menggeluti bulu tangkis Paralimpiade sejak 2014 itu.
Wajar saja kalau sekarang banyak sekali wajah baru yang ikut. Sekarang sudah berkembang pesat, sudah lebih diperhatikan.
Komite Paralimpiade Indonesia (NPC) merasakan perubahan paradigma tersebut. Seperti disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal NPC, Rima Ferdianto, kini banyak orangtua tidak malu lagi ketika mempunyai anak disabilitas.
”Dulu susah kami mencari bibit baru karena disabilitas dianggap aib. Banyak yang malu untuk keluar. Sekarang, dengan banyaknya ajang olahraga, paradigma masyarakat berubah. Kami pun lebih mudah mengidentifikasi talenta baru dan mengenalkan kepada penyandang disabilitas,” ucap Rima.
KOMPAS/Ferganata Indra Riatmoko
Penonton menggunakan masker saat menonton pertandingan babak penyisihan cabang bulu tangkis Pekan Paralimpiade Nasional Papua 2021 di GOR Cenderawasih, Jayapura, Papua, Minggu (7/11/2021). Panitia berulang kali meminta penonton dan semua anggota kontingen untuk tetap menggunakan masker selama menonton pertandingan untuk menegakkan protokol kesehatan.
Adapun NPC akan menjadikan Peparnas Papua sebagai ajang regenerasi. Meskipun begitu, peraih emas dalam Peparnas tidak otomatis langsung masuk ke pelatnas. Mereka harus terlebih dulu mengikuti seleksi nasional yang akan digelar NPC.
Leani Ratri Oktila, pebulu tangkis nasional peraih 2 emas dan 1 perak di Olimpiade Tokyo, meyakini Peparnas merupakan titik balik untuk atlet disabilitas. Dia bisa mencapai prestasi sekarang karena dipanggil pelatnas setelah juara di Peparnas Riau 2012.
”Ini adalah ajang permulaan, langkah menempuh prestasi yang lebih tinggi. Apalagi dengan regulasi atlet elite hanya boleh turun di satu nomor, banyak yang bisa juara di kategori berbeda. Harapannya bisa ada regenerasi,” kata Ratri.
Hingga hari kedua, tuan rumah Papua masih memimpin perolehan medali sementara dengan total 8 emas, 7 perak, dan 5 perunggu. Tuan rumah ditempel ketat oleh juara bertahan Jabar dengan 8 emas, 7 perak, dan 4 perunggu.