Bersatu Menentang Pengambilalihan Newcastle United
Pengambilalihan Newcastle United memantik kontroversi. Sejumlah pihak bersatu menentang pengambilalihan dengan berbagai alasan, termasuk tuduhan PIF membersihkan diri dari pelanggaran HAM.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
LONDON, MINGGU - Akuisisi klub Liga Inggris Newcastle United oleh konsorsium Dana Investasi Publik Arab Saudi ditentang sejumlah pihak. Alasan penentangan bermacam-macam, mulai kekhawatiran terhadap potensi penggelembungan harga transfer pemain, hingga isu upaya ”pencucian diri” Arab Saudi dari tudingan pelanggaran hak asasi manusia.
Operator Liga Inggris melalui laman resminya mengumumkan pengambilalihan Newcastle United ke konsorsium Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi. Grup konsorsium itu mengumumkan tawaran Rp 5,9 triliun untuk membeli Newcastle pada April 2020. Kesepakatan itu gagal tiga bulan kemudian karena PIF gagal lulus uji pemilik.
Sengketa pengambilalihan kepemilikan ini terus berlanjut dan diperkirakan baru akan tuntas pada 2022. Namun, kebuntuan ini diselesaikan setelah pembicaraan intensif para pemangku kepentingan beberapa pekan terakhir. Pengambilalihan itu mengakhiri kebuntuan selama 18 bulan, sekaligus mengakhiri 14 tahun kepemimpinan Mike Ashley, pemilik lama Newcastle.
Klub peserta Liga Inggris menghubungi operator liga dengan keluhan tentang pengambilalihan Newcastle United oleh PIF. Mereka mendorong agar operator liga menggelar pertemuan darurat pekan depan untuk membahas masalah ini.
The Guardian melaporkan, 19 klub Liga Inggris bersatu menentang konsorsium yang dipimpin Arab Saudi membeli Newcastle. Mereka menuntut untuk mengetahui apa yang terjadi sedemikian cepat.
Klub-klub itu juga mengeluhkan mengapa mereka menerima begitu sedikit pemberitahuan terkait penyelesaian sengketa, yang lebih cepat dari seharusnya.
“Klub menyatakan keprihatinan bahwa merek Liga Premier dapat dirusak oleh PIF Arab Saudi, yang mengambil 80 persen saham di Newcastle,” tulis The Guardian, Minggu (10/10/2021).
Kedatangan pemilik baru Newcastle ditengarai membuat klub Liga Inggris lainnya khawatir. Dengan kekuatan finansial yang dimiliki, bukan tidak mungkin Newcastle bisa menggelembungkan harga sekaligus meningkatkan biaya transfer pemain dan gaji pesepak bola. Klub lain juga mewaspadai kebangkitan Newcastle, yang kini bisa leluasa mendatangkan pemain-pemain mahal.
Tentangan juga datang dari Amnesty International. Kepala Eksekutif Amnesty International Inggris, Sacha Deshmukh, menyebut kesepakatan itu mewakili upaya terang-terangan oleh otoritas Arab Saudi untuk ”mencuci” dugaan pelanggaran HAM dengan dalih mengambil alih klub sepak bola.
Beberapa catatan buruk terkait pelanggaran HAM itu, sebagaimana disampaikan Amnesty, adalah penahanan Lina al-Hathloul karena memprotes hak perempuan untuk mengemudi. Selain itu, dugaan keterlibatan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman dalam kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.
Klub menyatakan keprihatinan bahwa merek Liga Premier dapat dirusak oleh PIF Arab Saudi, yang mengambil 80 persen saham di Newcastle.
Amnesty mengutuk upaya Arab Saudi untuk ”mencuci" catatan pelanggaran HAM. Akan tetapi, pemerintah kerajaan Arab Saudi menyangkal tuduhan pelanggaran HAM dan mengatakan pihaknya melindungi keamanan nasional dari ekstremis dan aktor eksternal.
Perlu pembuktian
Untuk menepis tudingan pelanggaran HAM ini, konsorsium perlu membuktikan bahwa PIF Arab Saudi terpisah sepenuhnya dari pemerintah kerajaan. Hal ini cukup sulit karena Pangeran Mohammed bin Salman juga terdaftar sebagai ketua PIF.
Pemimpin konsorsium PIF, Amanda Staveley, membantah pengambilalihan Newcastle sebagai upaya kerajaan Saudi menjadikan sepak bola sebagai pengalih perhatian dari catatan buruk terhadap isu HAM.
”Mitra kami bukan negara Saudi, terapi PIF. Saya butuh empat tahun untuk sampai di sini dan saya telah bekerja dengan tim hebat. Saya percaya pada penilaian mereka tentang apa yang bagus untuk Newcastle,” ujarnya.
Pengelola Liga Inggris mengatakan, telah mendapat jaminan yang mengikat secara hukum bahwa Kerajaan Arab Saudi tidak akan mengendalikan Newcastle. PIF yang akan menyediakan 80 persen dana sesuai kesepakatan dipandang sebagai badan yang terpisah dari otoritas tertinggi Arab Saudi.
Newcastle belum pernah menjadi juara Liga Inggris sejak 1927. Prestasi terbaik mereka di Liga adalah runner up Liga Primer dua musim berturut, 1995-1996 dan 1996-1997. Klub itu juga belum pernah memenangi gelar domestik sejak 1955. Di kompetisi lokal, prestasi terakhir Newcastle adalah menjuarai Piala FA pada 1955. Dengan pengambilalihan tersebut, Staveley menargetkan Newcastle bisa menjuarai Liga Inggris dalam waktu 10 tahun
Suporter klub percaya pengambilalihan itu akan membuat mereka keluar dari keadaan nilprestasi saat ini. Dalam tujuh pertandingan Liga Inggris musim ini, Newcastle belum pernah memenangi satu pun pertandingan dan berada di urutan ke-19 klasemen sementara, satu tingkat di atas Norwich City.
PIF yang memiliki aset sebesar Rp 4.800 triliun, menjadikan Newcastle sebagai salah satu klub terkaya di dunia. Staveley mengatakan, pemilik baru berencana membuat investasi jangka panjang untuk memastikan Newcastle dapat kembali bersaing memberebutkan gelar.
Para suporter berharap guyuran pundi-pundi uang dari PIF bisa mendatangkan pemain top Perancis, Kylian Mbappe, atau merekrut Antonio Conte sebagai suksesor Steve Bruce yang dianggap gagal menangani klub.
“Kami tidak menuntut klub untuk merebut trofi musim depan. Kami hanya ingin pertumbuhan dan klub sepak bola yang menjadi lebih baik,” kata Greg Tomlinson dari Newcastle United Supporters\' Trust (NUST) dikutip dari BBC. (AFP/REUTERS)