Matahari Serasa Lebih Terik di Sini!
Para petenis menghadapi tantangan ekstra berupa cuaca panas di Arena Sian Soor. Cuaca ekstrem itu menyulitkan mereka.
Terik sinar matahari menyorot tajam ke Arena Sian Soor, tempat berlangsungnya laga tenis PON Papua 2021. Saking teriknya, seluruh permukaan lapangan tak lepas dari sengatannya. Hanya di bawah payung istirahat atlet dan tempat wasit terdapat bayangan hitam yang agak teduh.
Di lapangan empat berlangsung pertandingan semifinal antara petenis senior David Agung Susanto (Jawa Timur) dan petenis debutan Muhammad Althaf Dhaifullah (Papua Barat) pada Rabu (6/10/2021). Mereka tak hanya bertarung strategi permainan, tetapi juga bersiasat melawan gempuran terik dan hawa panas arena yang berhadapan langsung dengan Danau Sentani tersebut.
David dan Althaf selalu mengernyitkan dahinya ketika memukul. Meski menggunakan topi, mereka tetap kewalahan menghadapi silaunya cahaya. Udara panas dan lembab juga membuat tenaga mereka terkuras. Wajah keduanya tampak merah, dipenuhi titik keringat sebesar jagung.
Baca juga : Jatim Jaga Dominasinya di Tenis Beregu
Emosi Althaf pun membuncah sehabis pertarungan menguras tenaga itu. Sang debutan memenangi laga lewat pertarungan ketat hingga tie-break pada set ketiga, 7-5, 3-6, 7-6 (5). Dia berteriak sekencang-kencangnya dengan tubuh yang sudah terlihat lemas.
Althaf ngos-ngosan berjalan ketika menuju ruang ganti. Saat ingin diwawancarai, dia menyanggupi. Akan tetapi, petenis 20 tahun ini meminta untuk pindah ke ruang ber-AC. ”Pindah ke dalam saja, ya, di sini panas sekali. Saya sudah tidak tahan,” ucapnya dengan napas memburu.
Saya tidak menyangka bisa menang. Tidak bisa berkata apa-apa. Ini saja masih terkejut. Soalnya, kan, David itu senior saya. Apalagi, tadi panas sekali di lapangan. Sudah panas, lembab juga udaranya.
Setelah sampai di ruang ganti, dia langsung terduduk layu dan membuka bajunya. ”Saya tidak menyangka bisa menang. Tidak bisa berkata apa-apa. Ini saja masih terkejut. Soalnya, kan, David itu senior saya. Apalagi, tadi panas sekali di lapangan. Sudah panas, lembab juga udaranya,” katanya.
Semua laga tenis di PON Papua berlangsung dari pukul 09.30 WIT hingga pukul 18.00 WIT. Jika kebagian berlaga di siang bolong, seperti Althaf, rasanya seperti terpanggang di lapangan.
”Saya sampai becek satu badan. Saya, kan, biasa main di liga universitas di Amerika Serikat selama ini. Di sana udaranya bisa minus 3 derajat. Sekarang sangat berat harus main di sini. Saat persiapan di Jakarta beberapa bulan lalu saja sudah cukup panas dan lembab. Di sini lebih parah lagi,” pungkas petenis muda yang pernah ikut serta dalam Piala Davis tersebut.
Beruntung, Althaf bisa bertahan dengan tekad berlapis. Dia juga mengonsumsi minuman dingin yang banyak mengandung vitamin C untuk bisa tetap segar. Sang debutan pun lolos ke final yang akan berlangsung Kamis besok.
Baca juga : Christo/Aldila Melaju Mulus ke Semifinal
Tak hanya petenis muda, bahkan senior sekelas Christopher Rungkat dan Aldila Sutjiadi yang sudah bertarung di berbagai turnamen internasional pun kewalahan dengan cuaca ekstrem ini. Aldila bahkan nyaris tumbang pada semifinal tunggal putri saat berhadapan dengan wakil tuan rumah, Novela Rezha.
Aldila sempat tertinggal karena kalah pada set pertama lewat tie-break, 6-7. Beruntung, dia bisa mengambil dua set berikutnya dengan mudah, 6-1 dan 6-2, karena Novela mengalami cedera di bagian bahu. ”Memang butuh adaptasi terhadap cuacanya. Karena itu, kami datang lima hari lebih awal untuk adaptasi. Sekarang, sih, sudah lebih baik dibandingkan awal-awal,” katanya.
Sementara itu, Christo menganggap matahari di Papua seakan lebih dekat. ”Cukup ekstrem, sih, cuacanya. Kalau siang cukup panas. Matahari kayak lebih terik daripada di Jawa. Saya sempat kewalahan pada 3-4 hari awal. Sekarang sudah mulai bisa beradaptasi,” ucap Christo yang bertarung dalam dua nomor sekaligus, ganda putra dan ganda campuran.
Hal berbeda dirasakan oleh ganda putri kembar DKI Jakarta, Fitriani Sabatini/Fitriana Sabrina. Mereka tidak terganggu dengan cuaca panas karena sudah terbiasa. Sebelum berangkat ke Papua, mereka terlebih dulu mengikuti tur pertandingan di Tunisia selama lima pekan.
Baca juga : Pertunjukan Ikatan Batin Si Kembar
”Di Tunisia jauh lebih panas daripada Papua. Di sana udaranya bisa sampai 40 derajat celsius. Makanya, kami bisa lebih enjoy main di sini. Karena kami sudah pernah merasakan yang lebih panas,” ucap Fitriana.
Tak hanya panas, cuaca di Arena Sian Soor juga bisa berubah drastis menjelang sore hari. Seperti pada Selasa kemarin, dalam partai perempatfinal individu, gerimis sempat mengguyur arena. Gerimis itu sampai membuat laga dihentikan selama sekitar 30 menit.
Cuaca unik di Papua ini menjadi tantangan tersendiri bagi para petenis. Hal tersebut juga akan menguji mentalitas dan kesiapan mereka. Yang paling mau menang akan keluar sebagai pemenang.