Kontingen Papua tambah dua emas dari cabang judo tepat pada hari pembukaan PON Papua. Hasil itu turut membantu mereka kokoh di peringkat kedua perolehan medali sementara dengan 17 emas, 5 perak, dan 13 perunggu.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
TIMIKA, KOMPAS — Tepat di hari pembukaan Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 di Stadion Utama Lukas Enembe, Kabupaten Jayapura, Sabtu (2/10/2021), kontingen Papua berhasil menambah dua emas dari cabang judo. Dalam final yang berlangsung di Gedung Eme Neme Yauware, Kota Timika, Kabupaten Mimika, tim ”Bumi Cendrawasih” meraih emas dari nomor nage no kata atau seni gerakan judo putra dan ju no kata atau seni gerakan judo putri.
Di nage no kata, wakil Papua Yewi Agus Sujadminto/Wairifer Bukwab merebut emas dengan nilai 417. Perak didapat wakil Jawa Timur Suliswanto/Embun Cahyono dengan nilai 395,5, dan perunggu dibawa pulang wakil DKI Jakarta Kiki Andrian/Muhammad Ramadhan dengan nilai 388,5.
Di ju no kata, wakil Papua Feronika Melanesya/Devita Lince meraih emas dengan nilai 408,5. Perak direbut wakil Jawa Tengah Lie Grace Nathalia/Cyantia Trubus dengan nilai 402 dan perunggu didapat wakil Jawa Timur Ita Rahmawati/Alifia Nur Savitri dengan nilai 395,5.
Prestasi itu cukup istimewa karena dua wakil Papua tersebut baru menggeluti judo dan pertama kali berpartisipasi di PON. Sebelumnya, Yewi adalah atlet taekwondo nomor poomsae dan Wairifer atlet pencak silat nomor seni. Adapun Feronika dan Devita baru menekuni bela diri sekaligus judo dalam tiga tahun terakhir.
Mereka baru mendalami judo untuk nomor masing-masing tiga tahun terakhir. Persiapan dilakukan dengan melakukan pemusatan latihan di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali sebelum tiba ke Timika untuk adaptasi arena baru. Bahkan, akibat pandemi Covid-19, mereka cuma mengikuti satu kejuaraan sebelum tampil di PON, yakni Kejuaraan Nasional Daring tahun lalu.
Yewi mengatakan, secara umum, nomor seni gerakan bela diri antara poomsae dan nage ko kata mengutamakan kesabaran. Namun, nage ko kata lebih mengutamakan daya tahan dan kekuatan selama perlombaan yang berlangsung 8-9 menit. Sebab, dalam judo, gerakan didominasi bantingan.
Hasil ini mesti jadi evaluasi, terutama untuk para wasit. Kalau tidak, PON tidak bisa menjadi kawah candradimuka untuk melahirkan bibit baru atlet nasional yang kelak menjadi wakil Indonesia di pentas dunia.
Tantangan lebih berat karena minim kejuaraan selama pandemi. Untuk itu, Yewi dan Wairifer coba terus mematangkan kekompakan dalam latihan, termasuk sering menonton aksi atlet-atlet dunia melalui Youtube. ”Di PON kali ini, kami coba keluarkan semua kemampuan untuk memberikan prestasi terbaik bagi Papua,” ujar Yewi, atlet 24 tahun asal Kota Jayapura tersebut.
Melebihi ekspektasi
Raihan dua emas itu membuat kontingen judo Papua telah merebut empat emas, satu perak, dan empat perunggu. Ketua Umum Pengurus Provinsi Persatuan Judo Seluruh Indonesia Papua Richo Taruna Mauruh menuturkan, capaian itu melebihi ekspektasi. Tadinya, mereka hanya menargetkan satu emas.
”Ini prestasi luar biasa. Sebab, pada PON Jawa Barat 2016, kami tidak mendapatkan medali di judo. Sekarang, kami justru bisa mendapatkan empat emas. Semoga prestasi atlet-atlet Papua ini bisa konsisten berlanjut ke level internasional,” katanya.
Akan tetapi, dua emas yang diraih Papua itu diprotes oleh tim Jatim. Ketua Umum Pengurus PJSI Jatim Yoyok Subagiono menyampaikan, penilaian yang diberikan oleh wasit kontroversial. Proses penilaian berlangsung cukup lama sehabis peserta tampil. Padahal, di level internasional, hasil penilaian keluar tak lama seusai peserta tampil.
Nilai yang diberikan kepada tim putra maupun putri Papua sedikit berlebihan, dianggap setara atlet-atlet juara dunia. Padahal, atlet-atlet Papua itu baru terjun di judo dan tidak ada pengalaman berlaga di kejuaraan mancanegara. Sementara itu, atlet dari tim lain lebih kaya pengalaman skala nasional maupun internasional.
Suliswanto/Embun, misalnya, berpengalaman merebut perak PON 2016, perunggu Piala Asia 2019, dan emas SEA Games 2011. Adapun Ita, atlet berusia 38 tahun itu telah tampil dan berprestasi sejak PON Jatim 2000 dan mewakili Indonesia di pentas mancanegara, seperti SEA Games 2011.
”Hasil ini mesti jadi evaluasi, terutama untuk para wasit. Kalau tidak, PON tidak bisa menjadi kawah candradimuka untuk melahirkan bibit baru atlet nasional yang kelak menjadi wakil Indonesia di pentas dunia. Sebab, prestasi yang lahir tidak benar-benar murni,” paparnya.
Secara keseluruhan, raihan medali-medali itu membuat Papua berada di peringkat kedua perolehan medali sementara, dengan 17 emas, 5 perak, dan 13 perunggu. Jawa Timur tertahan di urutan keempat dengan 11 emas, 15 perak, dan 8 perunggu.