Penampilan skuad mewah Paris Saint-Germain jauh dari sempurna di laga pembuka Liga Champions Eropa musim ini. Pelatih Mauricio Pochettino perlu memutar otak agar timnya bisa cepat padu dengan bintang baru, Lionel Messi.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
BRUGES, KAMIS — Pelatih Paris Saint-Germain Mauricio Pochettino masih memiliki pekerjaan rumah untuk memadukan ”trisula maut” penyerang yang terdiri dari Lionel Messi, Neymar Jr, dan Kylian Mbappe. Tidak hanya untuk kebutuhan mencetak gol, pengorbanan dan kekompakan mereka sangat dibutuhkan tim dalam membantu proses transisi dari menyerang ke bertahan.
Meskipun diperkuat trio penyerang termahal sejagat itu, PSG ditahan Club Brugge, 1-1, pada pekan perdana penyisihan Grup A Liga Champions Eropa di Bruges, Belgia, Kamis (16/9/2021) dini hari WIB. Gol semata wayang PSG pada laga itu bahkan dicetak Ander Herrera, gelandang bertahan.
Messi, yang baru bergabung dari Barcelona, tampak belum bisa menyatu dengan rekan-rekannya di tim barunya itu. Laga kontra Brugge adalah momen perdana pemain kidal itu tampil sebagai pemain utama PSG.
Pada laga ke-150 di Liga Champions, pemain berjuluk ”La Pulga” itu hanya mencatatkan dua tembakan yang berbahaya. Salah satu tembakannya, pada menit ke-29, membentur mistar gawang lawan.
”Kami harus lebih kuat di seluruh lini. Mereka (Messi, Neymar, dan Mbappe) perlu lebih sering tampil bersama agar bisa lebih cepat memahami satu sama lain. Kombinasi dan kekompakan tidak bisa hanya diciptakan melalui latihan,” kata Pochettino dikutip Le Parisien.
Buruknya debut Messi bersama PSG di Liga Champions juga dilengkapi oleh kartu kuning yang didapatnya pada menit ke-72. Ia juga mencatatkan akurasi operan yang paling rendah dibandingkan dua rekannya di lini depan, yaitu hanya 79 persen. Adapun Mbappe dan Neymar sama-sama mengemas 83 persen operan sukses. Padahal, pada musim lalu bersama Barca, persentase operan sukses Messi mencapai 85 persen.
Tak heran, Messi belum terlihat kompak dengan Mbappe dan Neymar. Tidak ada pertukaran posisi yang dilakukan dengan kedua tandemnya itu. Hal itu sangat berbeda dengan Mbappe dan Neymar yang sudah lebih luwes bertukar posisi di tengah pertandingan.
Mbappe, yang ditempatkan sebagai penyerang tengah, tidak jarang bergerak dari sisi kiri yang menjadi posisi alami Neymar. Begitu pun sebaliknya. Kolaborasi itu membuat Mbappe bisa memberikan asis ke Herrera yang berujung gol PSG pada menit ke-15 laga tersebut.
Tidak hanya itu, Messi juga belum padu dengan bek sayap kanan, Achraf Hakimi. Kondisi tersebut lantas dimanfaatkan dengan baik oleh Brugge untuk memulai serangan dari sisi kanan pertahanan PSG.
Hakimi, yang gemar menyerang, sering kerepotan karena tidak ada pemain yang membantunya menghadapi serangan balik. Gol Brugge yang dicetak Hans Vanaken pada menit ke-27 berawal dari kolaborasi Eduard Sobol dan Noa Lang di sisi kanan pertahanan PSG. Saat gol itu tercipta, Messi sedang berjalan di garis tengah lapangan.
Meskipun melibas wakil Jerman, RB Leipzig, 6-3, di Stadion Etihad, Manajer City Pep Guardiola belum puas. Dua penyerang City, Riyad Mahrez dan Jack Grealish, menjadi sasaran kemarahan Guardiola.
Selain gol itu, empat dari tujuh tembakan lainnya ke gawang dibuat Brugge lewat serangan di sisi kanan pertahanan PSG. Meskipun bermain kurang maksimal, baik dalam menyerang dan membantu pertahanan, kinerja Messi pada laga itu tetap diapresiasi Pochettino.
”Saya senang dengan sikap, keinginan, dan adaptasinya dengan tim,” ucap Pochettino.
Selain Messi, Neymar juga tampil di bawah performa terbaiknya. Bintang asal Brasil itu gagal menciptakan satu pun peluang selama 90 menit. Bahkan, pemain Brugge empat kali sukses merebut bola dari Neymar.
Nicolas Anelka, mantan penyerang PSG, menilai, Brugge memang kalah persentase penguasaan bola dari PSG dengan perbandingan 36 : 64 persen. Namun, Brugge lebih baik dalam hal intensitas, pertarungan lini tengah, dan kreativitas.
”Ekspektasi kita atas permainan PSG tidak terpenuhi. Tidak ada intensitas dan kekompakan untuk bertahan dan menyerang bersama. Jika tetap seperti ini, impian mereka menjuarai Liga Champions bakal terus mustahil,” ujar Anelka dalam analisanya di French TV.
Adapun Philippe Clement, Pelatih Brugge, menilai, keberhasilan timnya menahan PSG adalah buah kolaborasi penampilan heroik timnya dan dukungan tanpa henti 27.546 suporter di Stadion Jan Breydel.
”Kami merasakan pesta dan dukungan dari tribune sejak awal hingga akhir laga. Para pendukung mendorong kami bermain lebih baik. Saya senang kami bisa memberikan kebahagiaan untuk mereka,” ucap Clement dikutip laman UEFA.
Guardiola belum puas
Ketika PSG belum tampil padu, Manchester City juga masih bermasalah di lini pertahanannya. Dua tim terbaik di Grup A itu akan berduel di markas PSG, Stadion Parc des Princes, Paris, pada 29 September 2021.
Meskipun melibas wakil Jerman, RB Leipzig, 6-3, di Stadion Etihad, Inggris, Manajer City Pep Guardiola belum puas. Dua penyerang City, Riyad Mahrez dan Jack Grealish, menjadi sasaran kemarahan Guardiola atas tiga gol Leipzig yang diborong Christopher Nkunku. Padahal, Grealish menciptakan satu gol dan sebuah asis, sedangkan Mahrez mengeksekusi sempurna tendangan penalti di akhir babak pertama laga itu.
Dua gol pertama Nkunku berawal dari lengahnya Mahrez mengawal Emil Forsberg dan Dani Olmo. Grealish juga tidak disiplin membayangi bek sayap kanan Leipzig, Nordi Mukiele, dalam serangan balik yang berujung gol Leipzig lainnya.
”Pada masa istirahat, kami berbicara tentang bagaimana cara bermain dan mereka tidak melaksanakan itu,” ungkap Guardiola terkait alasannya sempat memarahi Mahrez dan Grealish di tengah laga itu.
Namun, Grealish tidak tersinggung atas omelan Guardiola tersebut. Ia mengaku telah lengah menjalankan tugas membantu pertahanan saat timnya kehilangan bola.
”Ia (Guardiola) selalu menginginkan setiap pemainnya untuk bertahan dan menyerang sama baiknya. Saya selalu mendengarkan nasihatnya karena itu informasi yang berguna bagi saya untuk meningkatkan permainan,” ujar Grealish yang dibeli City dari Aston Villa senilai 100 juta poundsterling atau setara Rp 1,9 triliun. (AFP/SAN)