Liverpool tertunduk lesu saat turun minum, tetapi mampu tersenyum bahagia ketika laga usai. Mereka kembali bangkit saat melawan AC Milan, seperti kisah di Istanbul pada 2005.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LIVERPOOL, KAMIS — Seisi Stadion Anfield menggila seusai gol ketiga Liverpool dari sepakan Jordan Henderson ke gawang AC Milan, Kamis (16/9/2021). Gol sang kapten tim menandai kebangkitan Liverpool untuk menang, 3-2, setelah tertinggal ketika turun minum. Kebangkitan ini seakan mereplikasi kisah magis final Liga Champions 2005 di Istanbul.
Henderson melengkapi kisah manis ”Si Merah” lewat tendangan voli indah dari luar kotak penalti. Tendangan yang membelah barikade pertahanan Milan itu menutup drama laga perdana penyisihan babak Grup B Liga Champions untuk kemenangan Liverpool.
Gol tersebut menghidupkan kembali atmosfer Stadion Anfield. Henderson dan rekan-rekan berpesta merayakan gol di lapangan, sementara para pendukung tuan rumah melompat kesenangan di tribune. Tidak terlihat lagi ekspresi lesu seperti ketika Milan mencetak dua gol beruntun dalam rentang 3 menit jelang turun minum, yang membuat mereka tertinggal, 1-2.
Kami sedikit kecewa saat paruh pertama karena dikejar oleh mereka, tetapi ternyata anak-anak mampu bereaksi sangat baik. Kami mendapatkan hadiah dari usaha itu, bisa membalikkan keadaan dan meraih kemenangan.
”Kami sedikit kecewa saat paruh pertama karena dikejar oleh mereka, tetapi ternyata anak-anak mampu bereaksi sangat baik. Kami mendapatkan hadiah dari usaha itu, bisa membalikkan keadaan dan meraih kemenangan. Ini amat menyenangkan,” kata Henderson yang baru mencetak gol lagi di Liga Champions setelah terakhir kali pada musim 2014-2015.
Skuad asuhan Manajer Juergen Klopp ini memulai pertandingan dengan sangat agresif. Lewat serangan bertubi-tubi, mereka unggul lebih dulu pada menit ke-9 lewat gol bunuh diri bek lawan, Fikayo Tomori. Gol ini berawal dari umpan silang bek sayap Trent-Alexander Arnold yang berbelok ke arah gawang akibat membentur Tomori.
Liverpool kembali mendominasi penuh setelah gol tersebut. Mereka berkesempatan menggandakan keunggulan beberapa menit setelahnya, tetapi Mohammed Salah gagal mengeksekusi hadiah penalti. Milan yang tampil tanpa sang striker veteran, Zlatan Ibrahimovic, akibat cedera dipaksa bertahan total di separuh lapangan sendiri.
Namun, Henderson dan rekan-rekan mendadak lengah pada 10 menit terakhir paruh pertama. Situasi itu dimanfaatkan Milan. Lewat serangan kilat, tim tamu sukses mencuri dua gol dari Ante Rebic dan Brahim Diaz.
”Kami memulai dengan luar biasa. Kami menguasai permainan, tidak memberikan mereka banyak kesempatan. Sampai akhirnya kami dihukum karena tidak menyerang simpel, juga tidak terorganisir dalam bertahan,” ucap Klopp yang membuat keputusan berani dengan memainkan Divock Origi di lini depan, menggantikan Sadio Mane.
Kepercayan Klopp terhadap Origi berbuah manis 4 menit setelah turun minum. Penyerang pelapis tim itu menciptakan peluang matang lewat umpan terobosan kepada Salah. Umpan cungkil itu dieksekusi sempurna oleh Salah yang tinggal berhadapan dengan kiper lawan, Mike Maignan. Skor pun kembali seimbang, 2-2.
Gol Salah membangkitkan moral skuad Si Merah. Mereka akhirnya berbalik unggul lewat gol Henderson pada pertengahan babak kedua. Tim asuhan Klopp ini pun sukses mereplikasi kisah kebangkitan di Istanbul.
”Terlepas dari 10 menit itu, inilah sepak bola yang kami ingin lihat. Pertandingan ini sangat menarik dan menghibur,” sebut Klopp yang begitu gembira seusai gol kemenangan, sampai mengangkat tubuh Thiago Alcantara yang berada di dekatnya.
Liverpool lagi-lagi memberikan harapan kepada Milan yang merupakan rival pada era 2000-an. Kemenangan ini seakan mengulang kisah final Liga Champions 2005 antara Liverpool dan Milan.
Ketika itu, Si Merah tertinggal 0-3 pada babak pertama di Stadiun Ataturk, Istanbul. Lalu, mereka menciptakan keajaiban lewat tiga gol beruntun pada babak kedua, yang berujung kemenangan lewat adu penalti. Drama itu dikenal dengan kisah Malam Ajaib di Istanbul.
Kebangkitan di Anfield dini hari tadi mungkin tidak sebanding dengan kisah final tersebut. Meskipun begitu, euforia kemenangan itu lebih dari cukup untuk membuat pendukung bergembira sekaligus bernostalgia terhadap kenangan manis Istanbul. Istimewanya lagi, momen kebangkitan tersebut tersaji di markas sendiri.
Kata Klopp, kemenangan pembuka ini sangat penting untuk perjalanan mereka di Liga Champions musim ini. ”Semua tahu Milan adalah klub berkualitas meskipun mereka masuk berstatus Pot 4 dalam grup. Ini kemenangan yang sangat bagus karena anda butuh setiap poin untuk bisa lolos dari grup ini,” tutur sang manajer yang selanjutnya harus bersiap menghadapi Atletico Madrid dan Porto.
Di sisi lain, Milan terpaksa pulang dengan rasa kecewa. Mereka tak mampu menghadirkan kemenangan dalam laga pertama di Liga Champions setelah terakhir kali tampil di ajang tertinggi Eropa ini pada musim 2013-2014.
Pelatih Milan Stefano Pioli bisa merasakan rasa lapar dari anak asuhnya. Namun, dia menilai permainan tim kurang dinamis. Kekalahan ini akan dijadikan pelajaran ke depannya. Mereka masih punya kesempatan membalas kekalahan dari Liverpool saat berbalas kandang.
”Lawan memberikan kesulitan kepada kami dengan bermain menekan sangat intens. Kami kesulitan menguasai bola. Meskipun kalah, kami pulang dengan kesadaran bahwa tim ini masih bisa lebih baik lagi. Level Liga Champions sangat tinggi, tetapi kami harus berusaha lebih keras untuk mencapai level itu,” tutur Pioli. (AP/REUTERS)