Inspirasi Keluarga Williams Pada Petenis Kulit Hitam
Venus dan Serena Williams telah menginspirasi petenis putri Afrika-Amerika yang lebih muda untuk mengikuti jejak mereka. Sloane Stephens, Madison Keys, Naomi Osaka, hingga Cori \'Coco\' Gauff menjadikan keduanya idola.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Pertemuan Sloane Stephens dengan Cori “Coco” Gauff pada babak kedua Amerika Serikat Terbuka memperlihatkan kekuatan petenis putri kulit hitam AS. Mereka terinspirasi oleh Serena dan Venus Williams, dua petenis bersaudara yang absen di Flushing Meadows, New York, karena cedera.
Stephens dan Coco bertanding di Stadion Arthur Ashe, lapangan utama Pusat Tenis Nasional Billie Jean King, Rabu (1/9/2021), dengan atap yang ditutup karena terjadi badai. Stephens mengalahkan Coco, 6-4, 6-2, pada pertemuan pertama mereka di lapangan.
Di luar lapangan, mereka telah bertemu ketika Coco merayakan ulang tahun kesepuluh, tujuh tahun lalu. Saat itu, Stephens hadir dalam pesta yang diselenggarakan di sebuah taman air. “Teman-teman saya takjub karena petenis profesional datang ke ulang tahun saya,” ujar Coco.
Meski berkali-kali membuat kejutan sejak debutnya pada babak utama Grand Slam, dengan menembus babak keempat Wimbledon 2019, Coco tak bisa membendung permainan Stephens. Dua faktor yang paling menonjol dari penampilan juara AS Terbuka 2017 itu adalah forehand dan ketangguhannya dalam bertahan.
Pukulan keras Coco dari baseline dan upayanya untuk menyerang dari dekat net dihadapi dengan baik oleh Stephens, melalui passing shot yang menghasilkan tiga winner. Stephens lolos ke babak ketiga untuk berhadapan dengan Angelique Kerber atau Anhelina Kalinina, yang pertandingannya ditunda menjadi Kamis karena hujan.
Usai pertandingan, Coco dan Stephens pun berpelukan hangat. “Saya suka Coco, saya kira semua orang menyukainya. Saya mengenalnya sejak dia berusia delapan tahun dan setelah itu melihatnya bertransisi. Permainannya semakin baik,” komentar Stephens.
Transisi seperti yang dikatakan Stephens itu telah mengantarkan Coco pada perempat final pertamanya di arena Grand Slam, pada Perancis Terbuka 2021. Dia pun meraih gelar pertama dari ajang WTA Tour pada tahun ini, yaitu dari WTA 250 Emilia-Romagna, Italia, pada Mei.
Venus turut mengembangkan tenis putri, terutama dalam menciptakan jumlah hadiah yang sama untuk petenis putri dan putra. Dia sangat mencintai tenis dan masih ada di sini hingga sekarang. Itu menjadi inspirasi bagi saya.
Stephens, yang berusia 28 tahun, adalah anggota tim putri AS yang menjuarai kejuaraan beregu putri, Piala Billie Jean King (dulu bernama Piala Fed), pada 2017. Bersama Coco Vandeweghe dan Shelby Rogers, Stephens mengantarkan AS juara untuk pertama kalinya sejak 2000.
Pada tahun yang sama, putri AS memperlihatkan dominasi mereka dengan menciptakan final sesama petenis AS di Grand Slam Australia Terbuka dan AS Terbuka. Serena mengalahkan Venus di Australia Terbuka, sedangkan Stephens menang atas Madison Keys di AS Terbuka.
Maka, faktor latar belakang Stephens dan Coco pun menjadi bahan pembicaraan ketika mereka bertemu di Arthur Ashe, stadion tenis berbesar di dunia berkapasitas 23.771 penonton. Apalagi, ini terjadi di tengah absennya Serena dan Venus karena cedera. Stephens, Coco, dan petenis berkulit hitam lainnya, seperti Keys dan Naomi Osaka memilki persamaan, yaitu terinspirasi dari Williams bersaudara.
Sejak Althea Gibson menjadi petenis Afrika-Amerika pertama yang menjuarai Grand Slam, di Perancis Terbuka 1956, lalu Arthur Ashe dengan gelar juara tunggal putra AS Terbuka 1968, Serena dan Venus adalah petenis generasi berikutnya yang paling sukses.
Serena mengoleksi 23 gelar Grand Slam, sedangkan Venus dengan tujuh gelar. Ketika Venus mencapai final Grand Slam untuk pertama kalinya, di AS Terbuka 1997, dia menjadi petenis putri berkulit hitam yang pertama melakukannya dalam 40 tahun, tepatnya setelah Gibson menjuarai Wimbledon dan AS Terbuka 1957.
Perjalanan Serena dan Venus, yang berasal dari keluarga kelas bawah, lalu menjadi bintang tenis berkat bimbingan ayah mereka, Richard Williams, menginspirasi Coco, Osaka, dan para orang tua mereka untuk mengikuti jejak Williams bersaudara.
Ayah Osaka yang berasal dari Haiti, Leonard Francois, mengikuti jejak Richard untuk mengembangkan bakat Osaka sebagai petenis. Meski tak memiliki latar belakang olahraga, Francois mulai melatih Osaka dan kakaknya, Mari, di lapangan publik setelah pindah ke New York dari Jepang, ketika Osaka berusia tiga tahun.
“Cetak birunya sudah ada. Saya hanya harus mengikutinya,” ujar Francois tentang cara Richard dalam membesarkan Serena dan Venus. Kini, Osaka menjadi tunggal putri paling sukses setelah berakhirnya dominasi Williams bersaudara. Dalam usia 23 tahun, Osaka telah meraih empat gelar Grand Slam, yaitu dari AS Terbuka 2018 dan 2020, serta Australia Terbuka 2019 dan 2021.
Coco menyebut Serena dan Venus sebagai idolanya. Keys, yang pernah berperingkat ketujuh dunia pada Oktober 2016, mulai tertarik bermain tenis pada usia empat tahun ketika menonton Venus bertanding di Wimbledon 1999, melalui televisi. Setelah itu, Keys meminsta dibelikan baju tenis putih seperti yang dikenakan Venus.
“Venus turut mengembangkan tenis putri, terutama dalam menciptakan jumlah hadiah yang sama untuk petenis putri dan putra. Dia sangat mencintai tenis dan masih ada di sini hingga sekarang. Itu menjadi inspirasi bagi saya,” ujar Keys kepada The New York Times. (AP)