Brasil memastikan diri sebagai tim terbaik di cabang sepak bola putra Tokyo 2020. "Selecao" mengalahkan Spanyol, Sabtu malam, untuk menjadi negara kelima yang meraih medali emas Olimpiade beruntun.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
YOKOHAMA, SABTU - Setelah lebih dari 19 tahun atau tepatnya 6.979 hari berlalu ketika meraih gelar Piala Dunia 2002, Brasil kembali mencatatkan sejarah agung di Stadion Internasional Yokohama. “Selecao” memastikan diri mempertahankan medali emas Olimpiade usai menumbangkan Spanyol, Sabtu (7/8/2021) malam, dengan skor 2-1 melalui masa perpanjangan waktu.
Brasil mencapai puncak dunia untuk kelima kalinya di Yokohama berkat brace atau sepasang gol dari sang legenda, Ronaldo Nazario, pada Piala Dunia 2002. Di Olimpiade Tokyo 2020, giliran Matheus Cunha dan Malcom yang menjadi penentu kemenangan “Selecao” di partai puncak.
Oleh karena itu, stadion yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Yokohama itu menjadi tempat paling monumental dalam sejarah sepak bola Brasil. Tidak ada tempat lain di dunia ini yang pernah menjadi saksi bisu raihan trofi juara Piala Dunia dan emas Olimpiade bagi “Selecao”.
Sejak datang ke Jepang, kami tahu bahwa Stadion Yokohama ini adalah tempat terbaik untuk mempertahankan medali emas. Kami senang bisa mengulangi prestasi para legenda di Piala Dunia 2002.
“Sejak datang ke Jepang, kami tahu bahwa Stadion Yokohama ini adalah tempat terbaik untuk mempertahankan medali emas. Kami senang bisa mengulangi prestasi para legenda di Piala Dunia 2002. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan,” kata pencetak gol terbanyak Tokyo 2020, Richarlison, dilansir Folha, seusai laga.
Dengan medali emas di Tokyo 2020, Brasil menjadi tim kedua yang mampu meraih medali emas dalam dua edisi Olimpiade beruntun setelah Argentina pada Athena 2004 dan Beijing 2008 sejak menggunakan aturan pemain U-23 pada Barcelona 1992. Apabila dihitung sejak edisi perdana Olimpiade 1900, “Selecao” adalah negara kelima yang meraih emas cabang sepak bola putra beruntun. Prestasi itu sebelumnya dicatatkan oleh Britania Raya (1908 dan 1912), Uruguay (1924 dan 1928), Hongaria (1964 dan 1968), serta Argentina (2004 dan 2008).
Selain itu, Brasil juga menyamai capaian Yugolasvia yang meraih empat medali di ajang Olimpiade secara berturut-turut. Hanya saja, prestasi Brasil lebih baik karena meraih dua emas, satu perak, dan sebuah medali perunggu. Adapun Yugoslavia membawa pulang satu emas dan tiga perak pada periode 1948 hingga 1960.
Brasil lebih dulu unggul atas Spanyol berkat gol Cunha pada menit 45+2 setelah menerima umpan Dani Alves, bek sayap veteran. Itu adalah gol ketiga Cunha di Tokyo 2020. Ia pun selalu mencetak gol di dua laga fase gugur Olimpiade yang dimainkannya. Sebelum mencatatkan nama di papan skor pada partai puncak, Cunha adalah penyumbang gol tunggal “Selecao” saat menyingkirkan Mesir di perempat final.
Spanyol sempat menyamakan skor lewat sepakan voli penyerang Mikel Oyarzabal, pada menit ke-61. Tetapi, Brasil menunjukkan dominasinya di Olimpiade berkat gol perdana Malcom di timnas U-23 Brasil yang tercipta pada menit ke-108.
Demi Alves
Pelatih Brasil Andre Jardine secara khusus mendedikasikan medali emas itu untuk Dani Alves. Pemain Sao Paolo itu dibawa Jardine ke Tokyo 2020 untuk menghadirkan mental juara kepada juniornya. Kata Jardine, Tokyo 2020 merupakan ajang bagi Alves memberikan trofi bagi Brasil. Hal serupa telah dilakukan Neymar Jr ketika menjadi pemimpin "Selecao" untuk meraih medali emas Olimpiade perdana Brasil di Rio de Janeiro.
Dengan medali emas di Tokyo 2020, maka Alves menambah daftar panjang raihan trofi menjadi 43 gelar juara dalam karier profesionalnya yang telah berlangsung 20 tahun. Ia merupakan pemain pertama yang mampu mengoleksi 40 gelar juara. Catatan itu sudah didekati sahabatnya, Lionel Messi, yang meraih trofi ke-40 saat memberikan Argentina gelar Copa America 2021.
Ia pun selalu menang ketika membela Brasil di enam partai puncak. Sebelum Tokyo 2020, Alves mempersembahkan Piala Dunia U-20 2003, Copa America pada edisi 2017 dan 2019, serta Piala Konfederasi di 2009 dan 2013.
Meskipun telah memberikan medali emas Olimpiade, Alves masih memberikan satu janji kepada pendukung Brasil, yaitu trofi Piala Dunia.
“Saya tidak menganggap diri saya orang tua. Saya hanya memiliki lebih banyak pengalaman. Tujuan saya selanjutnya ialah memenangi Piala Dunia 2022,” ucap Alves di laman resmi FIFA.
Akhir sebuah generasi
Meskipun gagal meraih medali emas, Pelatih Spanyol Luis De La Fuente tetap bangga dengan perjuangan anak asuhannya. Spanyol memang gagal menyamai raihan emas pada Barcelona 1992, tetapi “La Rojita” bisa kembali dikalungkan medali perak setelah terakhir kali tercipta pada Sydney 2000.
Di sisi lain, kekalahan Spanyol membuat duta Eropa harus menunggu setidaknya hingga Paris 2024 untuk kembali meraih medali emas. Pasalnya, Spanyol adalah tim Eropa terakhir yang meraih prestasi terbaik di cabang sepak bola Olimpiade pada 29 tahun lalu.
“Seluruh pemain telah membuat sejarah. Saya senang bisa menjadi bagian kecil perjalanan karier profesional mereka sekaligus membantu mereka mengakhiri periode di tim junior,” kata De La Fuente dilansir Marca.
De La Fuente menempuh jalan panjang selama enam tahun untuk membentuk tim terbaik dari para generasi baru pemain timnas Spanyol yang lahir di penghujung dekade 1990-an. Media Spanyol menyebut skuad Spanyol di Tokyo 2020 itu sebagai “Bocah Fuente”.
Mereka adalah para pemain yang menjadi andalan juru taktik berkepala plontos itu untuk meraih Piala Eropa U-19 2015 di Italia dan Piala Eropa U-21 2019 di Yunani. Para pemain yang tersisa dari dua turnamen junior itu di Tokyo 2020 ialah Mikel Merino, Marco Asensio, Jesus Vallejo, Unai Simon, dan Dani Ceballos.
Merino, kapten Spanyol di Tokyo 2020, menambahkan, “Rasanya baru kemarin kami memulai perjalanan di tim U-19. Masa (junior) ini telah berakhir karena umur kami, tetapi kami yakin akan berjuang bersama kembali di timnas senior atau level klub”. (REUTERS)