Medali perunggu Anthony Ginting di Olimpiade Tokyo 2020 mengakhiri paceklik medali bulu tangkis di nomor tunggal putra. Medali terakhir tunggal putra diraih Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro di Athena 2004.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·4 menit baca
TOKYO, KOMPAS — Tunggal putra bulu tangkis Anthony Sinisuka Ginting mewujudkan mimpinya meraih medali Olimpiade. Dia tetap bersyukur meski bukan medali emas yang dia raih di Olimpiade Tokyo 2020, Senin (2/8/2021). Pemain berusia 24 tahun itu memastikan meraih medali perunggu setelah mengalahkan tunggal Guatemala, Kevin Cordon, dengan skor 21-11, 21-13. Anthony mempersembahkan kemenangan ini untuk masyarakat Indonesia yang sedang menghadapi pandemi Covid-19.
”Kalau inspirasi, jujur, waktu pertama kali mulai main bulu tangkis itu, melihat Olimpiade seperti mimpi, bahkan enggak kepikiran main ke sana. Jadi, bisa bertanding di sini dan sekarang bisa dapat medali, senang banget, seperti mimpi yang terwujud,” ungkap Anthony di mixed zone Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo.
Dia bisa melangkah sejauh ini di Olimpiade berkat dukungan keluarga dan teman-teman dekatnya. Mereka juga yang menjadi tempat dirinya mencurahkan isi hati jika sedang dalam situasi sulit. ”Keluarga, lingkaran terdekat, teman-teman, semua yang sudah mendukung saya, mereka sangat berarti. Mereka mendukung saya dalam semua kondisi, seperti saat saya down, saya lari ke mereka, ke orang-orang terdekat saya, mereka mendukung saya sepenuhnya,” ucap Anthony.
Anthony mengawali pertandingan melawan Cordon dengan sedikit canggung hingga tertinggal di beberapa poin awal. Namun, dia bisa mulai menguasai permainan dan tampil dengan tenang untuk memetik poin demi poin. Dia mengaku sedikit khawatir di awal laga karena Cordon tampil bagus sejak babak grup hingga tersingkir di semifinal melawan Viktor Axelsen. Beberapa lawan yang dikalahkan oleh Cordon pernah bertemu dengan Anthony dengan hasil menang-kalah. Kondisi itu membuat dirinya sedikit khawatir.
”Semalam enggak bisa tidur juga karena terlalu khawatir. Bisa dilihat, kan, Kevin minggu ini bagus karena mengalahkan banyak pemain, yang saat melawan saya hasilnya juga menang-kalah. Semalam berdoa, mencoba menenangkan pikiran agar jangan terlalu khawatir. Bersyukur hari ini bisa bermain tenang,” ungkap Anthony.
Setelah bisa menemukan ritme permainan begitu memasuki pertengahan babak pertama, Anthony terus melesat tak terkejar. Pada gim kedua, Anthony bisa bermain lebih tenang dan meraih kemenangan mudah. Dia tidak merayakan berlebihan kemenangan ini meski medali perunggu sangat berarti bagi dirinya.
Akhiri paceklik
Ini merupakan medali Olimpiade pertama dari tunggal putra setelah Taufik Hidayat dan Sony Dwi Kuncoro yang meraih emas dan perunggu di Athena 2004. Sektor tunggal putra kemudian paceklik medali Olimpiade pada Olimpiade Beijing 2008, London 2012, dan Rio 2016. Penantian panjang itu diakhiri oleh Anthony dengan meraih medali perunggu di Tokyo.
Bisa bertandimg di sini dan sekarang bisa dapat medali, senang banget, seperti mimpi yang terwujud.
”Saya ingin meraih medali emas, tetapi inilah jalan saya, mendapat medali perunggu,” ujar Anthony di mixed zone.
”Saya kecewa tidak bisa masuk ke final, tetapi ini pembelajaran bagus agar saya bisa mengelola pikiran, mental, dan semua aspek yang berperan. Sejak sebelum berangkat ke sini ada yang masih perlu ditingkatkan lagi dan semalam coba untuk move on karena pertandingan hari ini, kan, juga berarti, bisa dapat medali untuk Indonesia, mencoba melupakan secepatnya dan move on,” jelas pemain berusia 24 tahun itu.
”Medali ini untuk masyarakat Indonesia yang terus mendukung dan mendoakan selama hampir dua pekan ini. Jujur ini dua minggu yang berat karena menguras fisik, mental, dan pikiran. Sejak sebelum berangkat, saya berusaha agar tidak kendur sedikit pun dan di minggu terakhir ini sangat krusial sehingga berusaha tidak ada yang meleset,” kata Anthony.
Salah satu cara Anthony menghadapi Olimpiade ini adalah membuang semua hal yang bisa menjadi beban dan memecah konsentrasi pikiran. Bahkan, dia mengaku tidak tahu bahwa dirinya telah mengakhiri penantian 17 tahun medali tunggal putra.
”Saya malah tidak tahu, berapa tahun, 17 tahun, ya? Waktu masuk sini dan masuk semifinal malah enggak mikir ke situ, sudah 17 tahun tunggal putra enggak masuk semifinal atau meraih medali. Tetapi, bersyukur bisa mengikuti jejak medali dengan baik meski mungkin belum maksimal, hanya sampai di perunggu. Ini menjadi tolok ukur bagi saya ke depan karena masih ada banyak pertandingan. Yang pasti, ini bukti bagi saya dan teman-teman tunggal putra yang lain, bahwa kami bisa,” ujar Anthony.
Medali emas tunggal putra diraih oleh Viktor Axelsen setelah mengalahkan wakil China, Chen Long, dengan skor 21-15, 21-12. Axelsen menangis setelah meraih medali emas yang gagal dia raih di Rio 2016 karena dikalahkan oleh Chen Long pada semifinal, yang kemudian meraih emas. Ini merupakan pencapaian besar Axelsen yang mengulang pencapaian tunggal Denmark Poul-Erik Hoyer Larsen, yang kini Presiden Federasi Bulu Tangkis Dunia, di Atlanta 1996.