Duel dua peselancar keturunan Jepang, Rio Waida dan Kanoa Igarashi berakhir dengan kemenangan Igarashi. Langkah Rio di Olimpiade Tokyo 2020 terhenti usai gagal mendapatkan ombak besar yang bisa membantunya meraih poin.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
Selancar adalah olahraga yang menantang alam. Selain menghadapi lawan, peselancar juga menantang lautan. Untuk memenangkan lomba, memiliki keterampilan saja tidaklah cukup. Terkadang dibutuhkan keberuntungan. Faktor keberuntungan itu yang belum dimiliki peselancar Indonesia Rio Waida kala bersua peselancar elite tuan rumah Jepang Kanoa Igarashi.
Rio tersingkir di babak 16 besar cabang selancar Olimpiade Tokyo 2020 nomor short board putra yang dihelat di Pantai Tsurigasaki, Prefektur Chiba, Jepang, Senin (26/7/2021). Melawan Igarashi, peselancar berusia 21 tahun keturunan Jepang yang tumbuh besar di Bali itu kalah dengan skor tipis 14-12.
Laga antara Rio dan Igarashi berlangsung di heat 1. Lomba yang dijadwalkan pukul 11.30 waktu Jepang, ditunda satu jam karena badai tropis Nepartak yang mengamuk di Samudra Pasifik. Kondisi itu menyebabkan gelombang laut di lepas pantai timur Jepang menjadi tinggi.
Sembari menanti waktu lomba, Rio dan pelatihnya, Tipi Jabrik Noventin, memantau kondisi ombak melalui layar monitor di ruang tunggu atlet. Rio juga melakukan peregangan dan memijat bagian kaki dan bahunya.
Melihat kondisi ombak yang lebih besar dibanding hari sebelumnya, Tipi Jabrik mengubah strategi lomba. Ia menginstruksikan Rio untuk merasakan kondisi air terlebih dulu di awal lomba, tidak langsung aktif mencari ombak seperti pada putaran kedua, saat badai belum berembus.
“Kondisinya sangat berangin di sini. Pelan-pelan, setelah merasakan airnya, jangan diam saja di garis. Kalau melihat peluang ombak besar di manapun, harus aktif, kejar ke mana pun itu,” kata Tipi kepada Rio.
Setelah terjun ke air, Rio lebih selektif dalam mencari ombak. Ketika berlomba di putaran kedua, Rio lebih aktif menjajal ombak yang berpotensi memberinya poin. Berhadapan dengan Igarashi, Rio menjadi lebih sabar menantikan ombak besar datang sambil terus bergerak mencari posisi terbaik untuk menaiki ombak.
Rio memimpin perolehan poin lebih dulu dengan mengumpulkan 2,67 poin di ombak pertamanya. Peselancar berperingkat 45 di Men’s Championships Tour 2019 itu kembali menambah poin menjadi 4,67 di ombak keduanya. Sedangkan, Igrashi tertinggal dengan 0,97 poin.
Igarashi bermain lebih efektif dengan mencetak delapan poin di ombak ketiga yang dia tangkap. Igarashi menjauh dengan perolehan total 14 poin setelah mendapatkan tambahan enam poin di ombak keempatnya.
Rio mengejar perolehan poin Igarashi. Pelan-pelan ia mencetak poin demi poin. Rio menjadi lebih aktif mengejar ombak dan beberapa kali mempertontonkan teknik cut back.
Upaya itu membuahkan hasil. Rio mendapat tambahan 5,83 poin di ombak keenam sehingga perolehan total poinnya menjadi 8,76. Saat lomba tersisa enam menit, Rio kembali menempel Igarashi dengan total 12 poin setelah mencetak 6,17 poin di ombak kedelapan. Menjelang akhir laga, papan skor berubah menjadi 14-12 untuk keunggulan Igarashi.
Merasa posisinya masih belum aman, keduanya bersaing sengit memperebutkan ombak besar dalam waktu 15 detik, Rio melakukan upaya terakhirnya dengan teknik berputar di udara. Namun, upayanya tidak mulus karena ombak yang ia naiki tak terlampau besar untuk menopang teknik itu. Pada akhirnya Rio gagal melampaui perolehan poin Igarashi.
Seusai laga, Rio meminta maaf kepada masyarakat Indonesia karena belum mampu melangkah ke babak berikutnya dan meraih medali. Menurut Rio, kondisi ombak sangat sulit karena angin kencang sehingga arus air laut teramat deras.
Pada detik-detik terakhir, kata Rio, ia berusaha mengejar tetapi gagal. Ia menilai badai membuat banyak ombak yang datang tetapi sulit baginya mencari yang benar-benar bagus.
“Akhirnya saya dapat ombak yang bagus. Saya coba tunjukkan teknik dan main sebaik mungkin tetapi sepertinya di mata juri terlihat masih kurang,” katanya.
Kendala ombak
Kendala mendapat ombak yang benar-benar bagus untuk membantu mendapat poin juga dialami sejumlah peselancar. Peselancar nomor short board putri Australia, Stephanie Gilmore, yang menjadi unggulan teratas harus tersingkir dari peselancar Afrika Selatan Bianca Buite dengan skor 13,93-10. Kekalahan Gilmore cukup mengejutkan karena Buite tidak begitu diperhitungkan.
“Begitulah selancar. Terkadang ombaknya ada, terkadang tidak," kata Gilmore. Gillmore terasa masih belum bisa menerima kekalahannya.
Sama seperti Gillmore, Rio juga sedih karena gagal melanjutkan kiprah di Olimpiade. Namun, mendapat kesempatan sebagai peselancar pertama Indonesia yang lolos ke Olimpide memberikan banyak pelajaran dan pengalaman untuknya.
Di level Olimpiade, ia harus bersaing dengan 19 peselancar terbaik dunia lainnya. Adapun Rio merupakan peselancar paling muda yang berpartisipasi di Olimpiade. Dengan usia yang tergolong muda, masih banyak waktu bagi Rio untuk berkembang. Ia berjanji untuk tampil lebih baik ke depannya.
“Saya akan berusaha lebih keras untuk bisa tampil lebih baik di Olimpiade Paris 2024,” katanya.
Setiap kali saya datang ke Jepang, di sinilah saya selalu berselancar. Pantai ini selalu memiliki ombak terbaik. Ayah saya tumbuh besar dengan berselancar di ombak pantai ini
Menghadapi Igarashi, menurut Rio, tidak mudah. Apalagi Igarashi bermain di negaranya sendiri. Selain itu, Igarashi dan keluarganya mempunyai hubungan kuat dengan Pantai Tsurigasaki, di mana ayahnya dulu setiap hari mengasah kemampuan berselancar.
"Setiap kali saya datang ke Jepang, di sinilah saya selalu berselancar. Pantai ini selalu memiliki ombak terbaik. Ayah saya tumbuh besar dengan berselancar di ombak pantai ini,” kata Igarashi.
Sebagai peselancar yang memiliki ikatan batin kuat dan terbiasa bermain di Tsurigasaki, Igarashi tentunya tahu dan mengenal betul karakter ombak di sana. Apa yang dialami Rio dan Gillmore kian menunjukkan selancar memang olahraga yang sangat bergantung pada kondisi alam, dan alam Jepang ternyata lebih menghendaki Igarashi sebagai pemenang.