Giannis Antetokounmpo Terbaik di Final, Bucks Juara Lagi Setelah 50 Tahun
Butuh setengah abad bagi Milwaukee Bucks untuk menemukan pahlawan juara setelah Karrem Abdul-Jabbar pada 1971. Kini, mereka punya pahlawan baru bernama Giannis Antetokounmpo.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
MILWAUKEE, RABU — Milwaukee Bucks akhirnya menjuarai NBA untuk kedua kali setelah penantian setengah abad sejak 1971. Dahaga prestasi dalam dua generasi itu diakhiri oleh sang megabintang, Giannis Antetokounmpo (26), yang menyajikan salah satu penampilan paling heroik sepanjang sejarah final.
Giannis menyumbang 50 poin, 14 rebound, dan 5 blok untuk mengantar Bucks menang atas Phoenix Suns, 105-98, di Arena Fiserv Forum, Rabu (21/7/2021) WIB. Lewat kemenangan gim keenam final, Bucks memastikan diri sebagai juara dengan unggul 4-2 dalam format seri terbaik dalam tujuh gim.
Sang ”Raksasa Yunani” adalah manusia pertama yang mencatatkan minimal 50 poin, 10 rebound, dan 5 blok dalam sejarah final NBA. Kehebatan tersebut membuat Giannis terpilih sebagai peraih gelar pemain terbaik sepanjang seri partai puncak atau final Most Valuable Player (MVP).
Ini semua bisa terjadi karena rekan-rekan saya berjuang sangat keras dalam latihan dan pertandingan setiap saat. Itulah alasan saya sangat ingin juara bersama tim ini. Saya bahagia bisa mengakhirinya (dengan juara).
”Ini semua bisa terjadi karena rekan-rekan saya berjuang sangat keras dalam latihan dan pertandingan setiap saat. Itulah alasan saya sangat ingin juara bersama tim ini. Saya bahagia bisa mengakhirinya (dengan juara),” kata Giannis dalam seremoni penyerahan trofi.
Giannis seakan kerasukan dewa bola basket pada malam itu. Dia menjadi ”raksasa” menakutkan di dua sisi area dalam, bertahan dan menyerang. Pemain setinggi 2,11 meter ini mengeksploitasi pertahanan lawan dengan tubuh kekarnya. Tim Suns yang kalah ukuran tubuh kewalahan menghadapinya.
Akurasi lemparan Giannis mencapai 64 persen. Dia hampir selalu menghasilkan poin ketika sudah mendekati keranjang. Hal itu membuat para pemain Suns tidak punya pilihan selain melanggarnya.
Sial bagi Suns. Giannis sedang ”wangi” dari lemparan bebas. Sang power forward memasukkan 89,5 persen lemparan bebas (17-19). Catatan ini merupakan anomali mengingat akurasinya dari lemparan bebas hanya 55,6 persen sepanjang playoff.
Bahkan, jumlah poin dan akurasi lemparan bebas, seluruh pemain Suns kalah dari Giannis. Suns hanya memasukkan 16 kali dari 19 lemparan bebas atau hanya 84,2 persen. ”Orang berkata, saya tidak bisa memasukkan lemparan bebas. Saya memasukkannya hari ini, dan saya menjadi juara!” ucap Giannis.
Dominasi itu juga ditunjukkan di pertahanan. Jumlah blok Giannis (5 kali) lebih banyak dari seisi tim Suns (4 kali). Semua performa itu membuat Bucks mengejar ketinggalan 5 poin pada paruh pertama, 42-47.
Puncaknya, Giannis menghasilkan 13 poin pada kuarter penentu. Sumbangan tersebut menjadi pembeda dalam laga ini. Bucks yang imbang pada akhir kuarter ketiga, 77, bisa terus unggul jauh atas Suns hingga bel panjang pertandingan.
Gemuruh penonton
Seisi Arena Fiserv Forum pun mengagungkan kehebatannya. Sebanyak 17.431 penonton memberikan standing ovation kepada Giannis setelah laga berakhir. Mereka juga sambil berteriak, ”MVP… MVP… MVP….”
”Saya sangat beruntung karena bisa bekerja dengan Giannis setiap hari. Dia adalah sosok manusia yang spesial. Dia lebih luar biasa dalam sisi kemanusiaan dibandingkan sebagai pemain. Saya belajar banyak dari itu, juga kepemimpinannya,” kata Pelatih Bucks Mike Budenholzer.
Giannis begitu emosional selepas laga. Pemain 26 tahun ini berkali-kali berteriak ke arah tribune penonton. Wajar saja. Gelar juara ini adalah yang pertama bagi sang peraih dua kali MVP sejak dipilih Bucks dalam draf urutan ke-15 pada 2013.
Rasa bahagia itu juga datang dari ketidakpastian selama final. Giannis diragukan tampil di partai puncak karena cedera pada final Wilayah Timur. Namun, dia mengalahkan cedera itu, lalu tampil heroik sepanjang final lewat rata-rata 35,2 poin; 13,2 rebound; 5 assist; dan 1,8 blok serta akurasi lemparan hingga 61,8 persen.
Selain Giannis, Khris Middleton (17 poin) dan Bobby Portis (16 poin) juga tampil solid untuk Bucks. Termasuk point guard Jrue Holiday yang kembali dominan dalam bertahan lewat 4 kali steal. ”Saya pikir ini adalah hasil kerja keras pemain. Saya hanya ingin memberikan kredit kepada mereka,” tambah Budenholzer yang juga baru pertama meraih juara NBA.
Di sisi lain, Suns larut dalam kekecewaan. Pelatih Suns Motny Williams gagal membawa timnya meraih juara untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi mereka. Sumbangan dari point guard Chris Paul (26 poin) dan shooting guard Devin Booker (19 poin) tidak cukup untuk mempertahankan keunggulan di awal laga.
”Hanya ada rasa sakit yang Anda terima ketika musim berakhir. Tetapi, saya tidak pernah mengatasi sakit yang seperti sekarang ini. Saya merasa bersyukur bisa mencapai titik ini, tetapi juga saya tahu akan menderita dalam beberapa saat (karena kalah),” ucap Williams yang baru pertama menggapai partai puncak.
Kisah dongeng Paul, yang menanti 16 musim untuk menuju final pertama, berakhir getir. Pemain veteran 36 tahun itu berkata belum akan menyerah meraih gelar juara. ”Saya tidak akan pensiun setelah ini. Sejujurnya, tidak ada yang menyangka kami bisa mencapai titik ini, kecuali diri kami sendiri,” sebut Paul.
Setelah laga berlalu, warga Milwaukee larut dalam pesta. Sekitar 65.000 pendukung Bucks, 10 persen populasi kota, memadati lokasi sekitar stadion yang bernama Deer District. Mereka bernyanyi dan menari sepanjang malam merayakan berakhirnya penantian sejak 1971.
Seorang warga kelahiran Milwaukee, Isaiah Tyler (43) menilai kemenangan ini sangat bersejarah untuk mereka. ”Saya lahir dan besar di sini dengan banyak laga buruk. Sekarang semua terbayar. Milwaukee adalah kota yang sangat terbelah (antarkelompok). Untuk menyaksikan kami semua bersatu, semua ras, untuk satu alasan adalah sebuah keindahan,” katanya. (AP/AFP)