Dag Dig Dug Menuju Tokyo
Perjalanan menuju Tokyo sangat mendebarkan bagi Wartawan Kompas Agung Setyahadi karena harus menjalani tujuh hari tes PCR sebelum berangkat. Di Tokyo, pemeriksaan ketat kembali dilakukan.
Kelegaan meluap saat kaki melangkah keluar dari Bandara Narita di Tokyo, Jepang. Menghirup udara musim panas memberikan kenyamanan, setelah menjalani proses panjang pemeriksaan kesehatan sejak turun dari pesawat, Minggu (18/7/2021) pukul 07.25 waktu Tokyo.
Sekitar 4,5 jam dihabiskan untuk pemeriksaan kesehatan dan dokumen yang rinci. Namun, bisa keluar dari bandara bukan berarti langsung bebas beraktivitas karena masih ada karantina tiga hari di hotel atau wisma atlet.
Perjalanan ke Jepang sudah dimulai sejak 14 hari sebelum terbang ke Tokyo, dengan kewajiban menjalankan karantina mandiri guna memperkecil risiko terpapar Covid-19.
Awalnya, syarat masuk ke Jepang hanya menunjukan hasil tes PCR negatif dalam rentang 96 jam dan 72 jam sebelum penerbangan. Namun, ledakan kasus di India akibat virus korona varian Delta, membuat syarat diperketat.
Indonesia awalnya masuk dalam Grup 2 negara dengan resiko Covid-19 bersama Bangladesh, Mesir, Malaysia, Uganda, dan Inggris. Pengelompokan pada 29 Juni itu juga memasukan Afganistan, India, Maladewa, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka, di Grup 1 atau beresiko sangat tinggi.
Peserta dari negara Grup 1 wajib menjalani tes PCR selama tujuh hari beruntun menjelang tanggal keberangkatan, serta menerapkan jarak fisik. Sedangkan, peserta dari negara Grup 2, wajib menjalani tes anti covid selama tiga hari beruntun sebelum keberangkatan.
Baca juga : Tiba di Tokyo, Kontingen Indonesia Kelelahan
Jika semua lancar dan bisa sampai Tokyo, peserta dari kedua grup itu, sama-sama wajib menjalani tiga hari karantina, dengan hari kedatangan dihitung hari ke-nol. Jadi karantina setelah kedatangan efektif empat hari.
Saat tim bulu tangkis Indonesia berangkat dari Jakarta ke Kumamoto melalui Tokyo, pada 8 Juli, mereka masih memakai syarat masuk 29 Juni. Sedangkan, kontingen yang berangkat setelah itu, wajib menjalani tes tujuh hari beruntun karena Indonesia masuk Grup 1 per 6 Juli.
Panitia Tokyo 2020 tidak mewajibkan tes tambahan itu jika semuanya negatif. Syarat wajib tes negatif hanya dalam rentang 96 jam dan 72 jam sebelum keberangkatan. Tes tambahan ini merupakan cara Jepang memaksa semua peserta Olimpiade lebih ketat menjalankan protokol kesehatan sebelum berangkat.
Meskipun tidak wajib negatif dalam tes tambahan itu, tekanan psikis sangat besar setiap harinya. Saya mengambil tes PCR dengan durasi hasil keluar dalam enam jam. Setiap malam jantung berdebar saat membuka sertifikat tes yang dikirim melalui surat elektronik.
Baca juga: Keamanan Olimpiade Tokyo 2020 Diragukan
Hasil negatif memberikan rasa lega, tetapi itu tidak bertahan lama karena besok masih ada tes lagi. Tekanan paling besar saat tes memasuki rentang 96 jam, atau tiga tes terakhir, karena jika positif Covid-19 maka pilihan satu-satunya adalah mengundur jadwal keberangkatan.
Namun, mengubah jadwal keberangkatan tidak mudah menjelang Olimpiade Tokyo, karena tiket Jakarta-Tokyo di semua maskapai sudah penuh mulai 15-28 Juli. Lebih parah jika hasil tes positif dalam rentang 72 jam sebelum keberangkatan karena untuk mengundur jadwal keberangkatan nyaris mustahil. Resiko seperti itulah yang membuat tekanan mental sangat besar, jantung berdebar, dan gelisah menunggu hasil tes PCR.
Mengubah jadwal penerbangan bisa juga karena perubahan kebijakan negara lain, seperti Singapura yang pada 10 Juli mengumumkan melarang penumpang dari Indonesia masuk negaranya maupun transit. Kondisi ini memaksa fotografer EPA Mast Irham harus berganti maskapai yang tidak transit di Singapura.
Awalnya, pilihan pada pesawat yang transit di Korea Selatan dengan tanggal keberangkatan Jakarta-Tokyo yang sama yaitu 18 Juli. Namun kemudian batal karena ada potensi perubahan aturan seperti Singapura.
Baca juga: Tokyo Jelang Olimpiade 2020
"Akhirnya pakai penerbangan langsung ke Tokyo tetapi tanggalnya mundur menjadi 22 Juli," ujar Irham.
Perubahan itu juga membuat Irham harus menjalani tes PCR lebih banyak, hingga 11 kali dari syarat tujuh kali beruntun. Ini karena dia sudah menjalani tes PCR sejak tujuh hari sebelum tanggal keberangkatan awal, 18 Juli. "Lubang hidung bisa tambah besar," canda Irham.
Ketegangan di masa persiapan keberangkatan itu, jauh mereda saat tes hari ketujuh hasilnya negatif. Keberangkatan keesokan harinya juga lancar saat pemeriksaan di Bandara Soekarno-Hatta. Di dalam kabin pesawat berbadan besar milik maskapai Japan Air Lines, pengaturan tempat duduk menerapkan jarak fisik.
Baca juga: Atlet Mulai Berdatangan ke Tokyo
Dalam tata kursi 2-4-2 hanya diisi empat penumpang dengan jarak dua kursi tiap penumpang. Masker wajib dipakai sepanjang penerbangan selama 7 jam 30 menit, dan tidak boleh banyak berbincang untuk mencegah droplet. Dalam pesawat itu, ada 13 atlet dan 11 pelatih serta ofisial dari Indonesia, termasuk Ketua KOI Raja Sapta Oktohari dan Ketua Kontingen Rosan P Roeslani.
Di Bandara Narita
Setiba di bandara Narita, Tokyo, penumpang yang terdaftar sebagai peserta Olimpiade diminta turun paling awal melalui pintu depan menuju ruangan khusus untuk pemeriksaan karantina. Hal pertama yang harus ditunjukan adalah kartu akreditasi, kemudian surat jaminan masuk Jepang, sertifikat tes PCR negatif Covid-19, dan paspor.
Setelah selesai, setiap orang menjalani tes PCR dengan cairan ludah. Sembari menunggu hasil PCR, kartu akreditasi disahkan dan dipres dengan plastik. Semua proses ini dipandu oleh relawan yang cekatan dan tahu apa yang harus dilakukan. Sedangkan proses screening dilakukan oleh petugas pemerintah Jepang, yang sangat ramah dan cekatan.
Setelah keluar hasil tes PCR negatif, tahap selanjutnya adalah mengambil bagasi dan diperiksa isinya di bagian karantina hewan dan tumbuhan. Jika hanya membawa mie instan, langsung lolos. Tahap terakhir adalah imigrasi, yang secara prinsip sudah tidak ada masalah, karena dokumen masuk sudah diperiksa di awal.
Kontingan atlet dan pelatih dari Indonesia semuanya lolos dan langsung menuju Wisma Atlet di kawasan Tokyo Bay dan jurnalis menuju hotel media. Atlet yang tiba pada 18 Juli adalah empat pemanah Riau Ega Salsabila, Arif Dwi Pangestu, Bagas Prastyadi, dan Diananda Choirunisa; empat atlet angkat besi Eko Yuli Irawan, Rahmat Erwin Abdullah, Windy Cantika Aisah, dan Nurul Akmal; atlet menembak Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba; peselancar ombak Rio Waida serta atlet cadangan I Ketut Agus Aditya Putra; dan dua perenang Aflah Fadlan Prawira, Azzahra Permatahani.
Mereka berjuang menjunjung nama Indonesia. Semoga semua bisa memberikan yang terbaik bagi Ibu Pertiwi dan dilindungi Tuhan yang Makakuasa.
Kedatangan 13 atlet itu disambut oleh Duta Besar RI untuk Jepang Heri Akhmadi. "Mereka berjuang menjunjung nama Indonesia. Semoga semua bisa memberikan yang terbaik bagi Ibu Pertiwi dan dilindungi Tuhan yang Makakuasa," ujar Akhmadi.
Setelah memasuki hotel maupun wisma atlet, proses karantina tiga hari dimulai, dengan hari kedatangan dihitung hari ke-nol. Jika tiba 18 Juli, maka baru bisa keluar hotel untuk melakukan aktivitas di arena pada 22 Juli. Dalam tiga hari karantina itu, akan dilakukan tes PCR setiap hari menggunakan sampel saliva. Jika semua hasil negatif, aktivitas sesuai posisi masing-masing bisa dimulai. Atlet bisa mulai latihan di arena latihan, dan jurnalis bisa mulai meliput ke arena.
Baca juga: Pandemi Merajalela, Olimpiade Tokyo Digelar Tanpa Penonton
Jika hasil tes positif, maka karantina bisa dilakukan di lokasi khusus yang disediakan oleh pemerintah Jepang. Bagi atlet, mereka wajib disiplin menerapkan protokol kesehatan supaya tidak gagal tampil karena positif Covid-19.
Selain tes rutin, tes anti covid juga akan dilakukan enam jam menjelang atlet berlomba atau bertanding. Jika positif, atlet akan dinyatakan tidak start (DNS) dan bisa diganti oleh tim atau atlet yang dikalahkan pada babak sebelumnya. Detail aturan tiap cabang dituangkan dalam Tokyo 2020 Sport-Specific Regulations.
Olimpiade kali ini memiliki dimensi yang sangat berbeda dengan ajang olahraga besar lainnya. Di masa pandemi ini, hasil tes PCR positif yang akan memveto keikutsertaan siapa pun di ajang olahraga multi cabang terakbar ini. Kondisi seperti ini melelahkan secara psikis dan membuat jantung selalu dag dig dug. (ANG)