Serangan Rasial Hujani Pemain Inggris Setelah Kalah Adu Penalti
Kekalahan Inggris di final Piala Eropa memicu para oknum fans bertindak bodoh. Mereka menyerang ekskutor penalti yang gagal dengan perkataan rasial di media sosial.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
LONDON, SENIN — Setelah kalah adu penalti dari Italia, beberapa pemain Inggris langsung dihujani serangan rasial oleh para pendukung yang kecewa. Serangan lewat media sosial itu ditujukan kepada pemain yang gagal mengeksekusi penalti, yaitu Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Bukayo Saka.
Kegagalan tiga pemain muda ini memaksa Inggris kalah dalam final Piala Eropa 2020 di Stadion Wembley, pada Senin (12/7/2021) dini hari WIB. Tim asuhan Pelatih Gareth Southgate takluk dari Italia dalam adu penalti, 2-3, seusai imbang (1-1) selama 120 menit.
Saka, pemain 19 tahun asal klub Arsenal, menjadi korban utama serangan rasial warganet. Dia yang merupakan eksekutor kelima atau terakhir, dianggap sebagai biang kegagalan Inggris. Setelah sepakannya dari titik putih ditepis kiper Italia Gianluigi Donnarumma, Inggris dipastikan kalah.
Remaja keturunan Inggris-Nigeria ini mendapat cacian yang berkaitan dengan warna kulit hitam. Banyak akun meninggalkan komentar dengan emotikon gambar monyet di Twitter dan Instagram miliknya. Ada yang memintanya pulang ke Nigeria, ada juga yang memaksanya berhenti sebagai pesepak bola.
”Rasisme terhadap Rashford, Saka, dan Sancho adalah sebuah hal yang memalukan. Lihatlah apa yang terjadi di media sosial ini karena mereka punya kekuatan untuk melakukan apa pun. Laporkan para bajingan ini dan tangkap mereka,” tulis konsultan kesehatan mental, David Cotterill, di Twitter.
Selain banyak yang mengecam serangan rasial tersebut, dukungan terhadap ketiga pemain tersebut juga mulai mengalir deras. Salah satunya dari rekan Saka sekaligus kapten Arsenal, Pierre-Emerick Aubameyang.
”Bangga dengan kamu adik kecilku. (Kegagalan) ini akan membangun kesuksesanmu nanti. Kamu akan membuktikannya sendiri pada waktunya,” ucap Auba yang juga sudah sering mendapat serangan rasial di media sosial.
Serangan rasial ini sangat disesalkan karena terjadi di tengah pesta akbar Piala Eropa. Hal tersebut merusak keindahan turnamen sebulan terakhir yang ini merayakan kebersamaan tanpa peduli perbedaan suku, agama, ataupun ras.
Terlebih lagi, penyerangan terhadap Saka, Rashford, dan Sancho sebenarnya tidak berdasar. Mereka hanyalah pemain muda yang diberikan tanggung jawab besar mengeksekusi penalti. Seperti sering dikatakan, tidak ada yang bisa memastikan hasil penalti. Adu penalti sama saja seperti bermain lotre.
Dukungan terhadap para penendang penalti bahkan ditunjukkan oleh media ternama Inggris, Sky Sports. Mereka memberikan nilai 10 atau sempurna untuk Saka, meski gagal memasukkan penalti. Saka diberi nilai tertinggi di antara rekan-rekan lainnya.
”Nilai ini diberikan karena dia harus menghadapi tekanan yang tidak bisa dibayangkan. Dia berusia 19 tahun, baru bermain membela negara pada tahun ini. Dia juga tidak pernah menendang penalti di klub. Namun, dia maju di antara banyak rekan setim berpengalaman yang melangkah mundur untuk menendang penalti,” tulis Sky Sports.
Gareth Southgate, pelatih Inggris, juga menegaskan para eksekutor penalti yang gagal sama sekali tidak salah. Semua merupakan tanggung jawabnya sebagai pelatih. Dia yang memilih pemain tersebut.
”Semua itu tanggung jawab saya. Saya yang memutuskan pemain mana yang mengambil penalti sesuai yang kami lakukan di latihan. Tidak ada satu orang pun yang disalahkan. Kami menang bersama sebagai tim (juga saat kalah),” ucap Southgate yang pernah gagal penalti di Piala Eropa 1996 tersebut.
Semua itu tanggung jawab saya. Saya yang memutuskan pemain mana yang mengambil penalti sesuai yang kami lakukan di latihan.
Southgate sangat peduli dengan psikologis anak asuhnya. Setelah Saka gagal memasukkan penalti, sang pelatih langsung datang untuk memeluknya. Southgate mencoba untuk menenangkan Saka. Dengan pengalamannya pada masa lalu, dia begitu paham apa yang dirasakan sang remaja. (AP/AFP)