Giannis adalah seorang megabintang Bucks. Namun, dia bukan pahlawan super. Giannis butuh bantuan rekannya untuk memenangi seri final.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Giannis Antetokounmpo tidak bisa menang sendirian. Kalimat itu cukup untuk merangkum dua gim pembuka final NBA antara Milwaukee Bucks versus Phoenix Suns. Sang megabintang susah payah mengangkat Bucks, tetapi hasilnya selalu berujung kekalahan.
Giannis kembali tampil heroik dalam gim kedua final di Arena Phoenix, Jumat (9/7/2021) WIB. Di tengah bayang-bayang cedera lutut kiri, dia menjajah pertahanan Suns sekaligus menyumbang 42 poin dan 12 rebound dalam 40 menit.
Sang ”Raksasa Yunani” menggila di kuarter ketiga lewat raihan 20 poin. Itu adalah poin terbanyak selama satu kuarter dalam seri final sejak 1993 (Michael Jordan), menurut Elias Sports.
Dengan tubuh kekar setinggi 2,11 meter, Giannis bagaikan laju lokomotif tidak terbendung ketika membongkar area dalam lawan. Suns hanya punya dua pilihan, membiarkan Giannis mencetak poin atau melanggarnya.
Namun, performa sensasional tersebut nyatanya masih belum cukup membawa Bucks menang. Giannis dan rekan-rekan takluk dari tuan rumah Suns, 108-118, yang membuat mereka tertinggal jauh dalam seri final (0-2).
Kami harus melakukan hal lebih baik dari ini. Laga ini bukan tentang saya, pelatih, atau pemain lain. Ini tentang permainan kami sebagai grup.
”Kami harus melakukan hal lebih baik dari ini. Laga ini bukan tentang saya, pelatih, atau pemain lain. Ini tentang permainan kami sebagai grup,” kata peraih dua kali gelar Most Valuable Player (MVP) tersebut seusai laga.
Giannis tidak mendapatkan bantuan sepadan dari rekan-rekannya. Pemain yang diharapkan bersinar, Jrue Holiday (17 poin) dan Khris Middleton (11 poin), tidak banyak membantu. Tembakan mereka sering meleset meski tidak dijaga lawan. Akurasi lemparan kedua pemain ini hanya 32 persen (12-37), jauh dibandingkan dengan Giannis (68 persen).
Tak ayal, Giannis begitu kecewa ketika laga memasuki paruh kedua. Dia sempat mengambil alih timeout Bucks. Pemain 26 tahun ini memukul kursi di sampingnya, lalu memotivasi rekan-rekannya dengan wajah kesal dan nada tinggi. ”Laga final ini semuanya hanyalah tentang mentalitas,” ujarnya.
Bucks yang tertinggal sejak awal kuarter kedua selalu menempel Suns berkat aksi-aksi penetrasi Giannis. Namun, Suns selalu bisa menjauh berkat percikan api dari trio penembak andal, Devin Booker (31 poin), Mikal Bridges (27 poin), dan Chris Paul (23 poin).
Bertarung sendirian
Bantuan minim tersebut yang dirasakan Giannis dalam seri awal final. Dia punya banyak rekan, tetapi seolah-olah bertarung sendirian melawan Suns. Tidak seperti Suns yang mampu bersinar lewat kemampuan individu dan kolektivitas tim saat bersamaan.
Permasalahan akut Bucks tecermin dalam statistik plus minus dua gim pembuka final. Giannis telah berada di lapangan selama total 75 menit. Selama itu Bucks mampu unggul empat poin atas Suns (+4).
Akan tetapi, fondasi kemenangan yang dibangun ambruk seketika ketika sang forward beristirahat. Saat Giannis tidak di lapangan selama 21 menit dalam seri ini, Bucks tertinggal 27 poin dari Suns (-27).
Contohnya saja, pada kuarter keempat gim tadi pagi. Giannis diganti untuk istirahat, lalu defisit ketinggalan Bucks langsung bertambah 5 poin hanya dalam beberapa puluh detik. Mereka yang sudah mendekat kembali tertinggal dua digit, 88-98. Pelatih Bucks Mike Budenholzer terpaksa mengambil timeout, lalu kembali memasukkan sang megabintang.
Statistik dan contoh ini memperlihatkan ketimpangan dalam presensi Giannis. Tanpanya, tidak ada pemain lain yang mampu mengambil alih kepemimpinan. Hal tersebut menjadi pertanda buruk bagi Bucks. Dalam sejarah final, tidak ada satu pun tim yang juara hanya dengan mengandalkan seorang megabintang.
Tanda tanya menunjuk ke arah Middleton dan Holiday. Mereka sebagai pemain terpenting, setelah Giannis, seharusnya bisa mengambil peran lebih besar. Namun, kenyataannya mereka total hanya rata-rata menyumbang 35,5 poin per gim.
Padahal, Middleton dan Holiday punya kapasitas untuk menjadi pembeda. Terbukti, keduanya menjadi pahlawan Bucks ketika Giannis absen pada dua gim lawan Atlanta Hawks di final wilayah. Mereka menghasilkan rata-rata 55 poin per gim.
”Kami punya peluang menembak di posisi terbuka, tetapi tidak berhasil memasukkannya. Saya tahu, saya banyak melakukan lay-up, tetapi gagal masuk. Harus lebih baik dari ini,” tutur Holiday.
Kondisi Bucks tersebut berbanding terbalik dengan Suns. Skuad asuhan pelatih Monty Williams ini minimal punya tiga pemain yang menghasilkan lebih dari 20 poin dalam seri final.
Duo Booker dan Paul bisa konsisten mencetak di atas 20 poin pada dua gim beruntun. Sementara itu, ada juga sosok ketiga yang bergantian membantu tim. Center Deandre Ayton (22 poin) mengambil peran tersebut pada gim pertama. Ketika Ayton tidak dalam performa terbaik pada gim kedua, Bridges mengambil alih. Permainan tim tersebut yang membuat Suns masih terlalu perkasa di kandang.
Budenholzer mengatakan, Giannis telah menunjukkan kepada rekan-rekannya tentang apa yang harus dilakukan di final. Giliran pemain lain memperlihatkan hal serupa pada gim ketiga dan keempat di markas mereka, Arena Fiserv Forum. ”Dia (Giannis) ingin kami belajar darinya,” ucap sang pelatih.
Giannis butuh bantuan untuk kembali menjaga kans juara Bucks. Mereka punya kesempatan besar menyamakan seri di depan publik sendiri. Jika bantuan yang diharapkan tak kunjung datang, nasib buruk sudah menanti Bucks. Mereka akan disapu bersih oleh Suns. (AP/AFP)