Sejumlah tim tampil impresif di fase grup Piala Eropa 2020, salah satunya Belanda. Seribu kali sayang, tim Oranye layu sebelum berkembang karena ”tiki-taka” Belanda dilumpuhkan Ceko.
Oleh
Adi Prinantyo
·5 menit baca
Membahas Belanda di Euro kali ini tak bisa lepas dari permainan Belanda saat melawan Ukraina, 14 Juni di Stadion Johan Cruyff Arena, Amsterdam. Laga itu menarik, selain karena tercipta total lima gol dengan skor 3-2 untuk Belanda, juga berkaca dari permainan kedua tim yang menarik ditonton.
Situs analis sepak bola Ukraina, UA-Football, mengategorikan laga ini sebagai salah satu pertandingan terbaik. ”Sejauh ini, inilah laga terbaik di turnamen ini, tetapi ucapan terima kasih harus lebih banyak disampaikan kepada tim Belanda,” tulis Bogdan Buga, kolumnis UA-Football.
Komentator laga tersebut, Andy Townsend, juga menyampaikan beberapa kalimat pujian. Sebut saja, ”pembukaan 45 menit babak pertama yang menghibur” dan ”laga yang bagus di antara kedua kesebelasan”.
Tim asuhan Frank de Boer memasang formasi 5-3-2, dengan dua pemain sayap: Denzel Dumfries di kanan dan Patrick van Aanholt di kiri. Naluri menyerang Belanda terwujud dalam beberapa serangan berbahaya ke pertahanan Ukraina, di antaranya tendangan Memphis Depay dan kapten Georginio Wijnaldum, juga sepakan dan sundulan Dumfries. Aksi gemilang kiper Ukraina, Georgiy Bushchan, menjadi penentu babak pertama berakhir tanpa gol.
Pada paruh laga perdana, pemerhati sepak bola ”terbius” aksi impresif Belanda. Dalam beberapa kesempatan, permainan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dan satu-dua sentuhan, kerap diistilahkan tiki-taka, mengundang tepuk tangan dan sorak-sorai penonton.
Belanda seolah berusaha mewujudkan kembali total football ciptaan Johan Cruyff, arsitek sepak bola menyerang dan legenda Belanda, yang namanya diabadikan di stadion di Amsterdam, arena laga ketika itu. Yang sedikit berbeda, mungkin hanya fleksibilitas posisi pemain, yang di dalam konsep Cruyff bisa berubah drastis. Seorang bek bisa menjadi penyerang dan sebaliknya.
Formasi 5-3-2 ala De Boer masih menempatkan pemain tak jauh-jauh dari posisi asalnya. Yang menyerupai total football Cruyff, umpan tiki-taka yang divariasi dengan umpan terobosan sangat dominan. Perlu kemampuan olah bola yang mumpuni untuk mewujudkan itu serta kemampuan manajerial yang luar biasa dalam mewujudkan konsep permainan itu.
Seperti dinyatakan Cruyff, ”Bermain sepak bola itu simpel, tetapi bermain simpel itulah justru yang tersulit.”
Seperti dinyatakan Cruyff, ”Bermain sepak bola itu simpel, tetapi bermain simpel itulah justru yang tersulit.” Umpan tiki-taka itu juga dimainkan hingga ke kotak penalti Ukraina sehingga juga berusaha mewujudkan bahwa ”gol adalah umpan terakhir ke gawang lawan”. Ini nyaris terwujud dengan peluang saat Wijnaldum mengirim umpan ke Dumfries. Sayangnya, bola sepakan Dumfries dihalau Bushchan.
Ukraina sesekali mengimbangi dengan serangan kerja sama duo Roman Yaremchuk dan Andriy Yarmolenko. Tak kalah impresif dari Belanda, tim asuhan Andriy Shevchenko menyamakan skor dari ketertinggalan 0-2 menjadi sama kuat 2-2. Salah satunya melalui gol indah Yarmolenko dari luar kotak penalti.
Belanda memenangi pertandingan melalui gol penentu Dumfries, lima menit sebelum waktu normal usai. Optimisme membuncah di tim ”Oranye” setelah menang 2-0 atas Austria pada laga kedua Grup C dan menang lebih telak lagi, 3-0, atas Macedonia Utara pada pertandingan ketiga.
Wajah baru Oranye
Belanda tampil dengan wajah baru, dengan bintang-bintang relatif muda yang penuh semangat. Perubahan wajah komposisi tim Oranye ini menggantikan sejumlah nama besar langganan tim Belanda yang sudah pensiun atau gantung sepatu, seperti Arjen Robben, Wesley Sneijder, Dirk Kuyt, dan Robin van Persie.
Perubahan wajah ini menjadi konsekuensi dari sejumlah kegagalan Belanda setelah terakhir kali mereka tampil sebagai pemenang ketiga di Piala Dunia Brasil 2014. Setelah itu, mereka gagal melaju ke putaran final Piala Eropa Perancis 2016 dan Piala Dunia Rusia 2018.
Dari rekam jejak tim Oranye, Sneijder masih diandalkan hingga kualifikasi Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018. Sementara Robben masih memperkuat tim Oranye hingga kualifikasi Piala Dunia 2018. Adapun nama Van Persie masih ada di skuad Belanda pada kualifikasi Piala Eropa 2016.
Untuk negara yang timnya tiga kali menjadi finalis Piala Dunia, yakni 1974, 1978, dan 2010, gagal lolos kualifikasi di kedua perhelatan itu tentu aib tak termaafkan di mata fans. Terlebih, Belanda pernah tampil sebagai juara Eropa pada perhelatan 1988, melalui aksi menawan trio Ruud Gullit, Marco van Basten, dan Frank Rijkaard.
Upaya keras evolusi tim Belanda diprediksi berakhir manis hingga sebelum laga 16 besar melawan Ceko. Betapa tidak? Belanda lolos bermodal tiga kemenangan di Grup C, sementara Ceko hanya menjadi peringkat ketiga Grup D. Tim asuhan Jaroslav Silhavy hanya sekali menang, plus sekali seri dan sekali kalah.
Namun, apa yang tersaji di atas kertas tak selamanya terbukti di lapangan hijau. Belanda kepayahan mencetak gol ke gawang Ceko pada laga di Stadion Puskas Arena, Budapest, Hongaria, 27 Juni 2021.
Salah satu kuncinya, Ceko tidak begitu saja membiarkan pemain Belanda memainkan umpan satu-dua dari kaki ke kaki, dengan marking ke pemain-pemain Belanda yang menguasai bola. Tak pelak, Belanda terpaksa memainkan umpan-umpan yang cenderung panjang. Tiki-taka pun menemui jalan buntu.
Optimisme Belanda berubah menjadi malapetaka ketika Mathijs de Ligt menyentuh bola dengan tangan di seputar kotak penalti.
Optimisme Belanda berubah menjadi malapetaka ketika Mathijs de Ligt menyentuh bola dengan tangan di seputar kotak penalti. Wasit Sergei Karasev mengganjar De Ligt dengan kartu merah langsung karena dinilai menghalangi terjadinya gol. Maklum, andai bola natural bergulir, gawang Maarten Stekelenburg terancam, meskipun terancam bukan berarti pasti berbuah gol.
Ceko lantas ”menghukum” Belanda dengan dua gol, satu oleh Tomas Holes yang juga ”Star of The Match”, plus satu lagi oleh striker Patrik Schick. Dalam wawancaranya dengan tabloid Sport, Schick yang juga penyerang Bayer Leverkusen itu berujar, ”Belanda mungkin punya pemain-pemain dengan kemampuan individual lebih baik, tetapi kami telah menunjukkan spirit tim.”
Begitulah, permainan kolektif Ceko mampu meredam tiki-taka Belanda, tim yang lebih difavoritkan. Apa daya, setelah gagal lolos kualifikasi Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018, Belanda belum bisa sepenuhnya bangkit di Piala Eropa 2020. Perlu waktu bagi tim hasil regenerasi ini untuk lebih matang beberapa tahun ke depan.