Penyesalan Berkepanjangan dari Tim Juara Tanpa Mahkota
Belanda tersingkir secara prematur di babak 16 besar Piala Eropa 2020. Mereka mengulangi kebiasaan lama, tampil tanpa cela di fase grup, tetapi lengah di fase gugur yang menuntut fokus tinggi dan minim kesalahan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
BUDAPEST, SENIN — Republik Ceko kian memperpanjang dominasinya atas Belanda di pentas Piala Eropa 2020. Apa yang dikhawatirkan mantan penyerang Belanda, Ruud Van Nistelrooy, menjadi kenyataan. Belanda tersingkir di fase gugur karena memberi ruang untuk kesalahan. Rasa penyesalan berkepanjangan menyelimuti seisi skuad juara tanpa mahkota.
Julukan juara tanpa mahkota berawal dari kegagalan timnas Belanda menjuarai Piala Dunia 1974 di Jerman Barat. Kala itu, Belanda yang dimotori Johan Cruyff tampil sempurna hingga melaju ke partai final menghadapi Jerman Barat. Sebelum mencapai final, Cruyff dan rekan-rekannya mengatasi perlawanan tim-tim kuat semacam Argentina dan Brasil.
Di momen penting melawan Jerman Barat, Belanda justru harus menelan pil pahit setelah takluk 1-2. Kekalahan itu menjadi lebih menyakitkan karena mereka sempat unggul lebih dulu lewat gol penalti Johan Neeskens.
Peristiwa itu amat membekas di benak orang-orang Belanda kala itu. Kegagalan menjuarai Piala Dunia 1974 terlalu menyesakkan untuk diingat. Maka dari itu julukan juara tanpa mahkota diciptakan untuk setidaknya meredakan kenangan pahit gagal menjadi juara setelah tampil sangat perkasa sebelum laga final.
Kejadian itu seperti terulang kembali di Piala Eropa 2020. Belanda yang tampil digdaya di fase grup sekaligus tim dengan produktivitas gol terbanyak harus mengakhiri kiprahnya di Piala Eropa seusai dibekap Ceko dengan skor 0-2, Senin (28/6/2021) dini hari waktu Jakarta.
Georginio Wijnaldum dan rekan-rekannya justru membuat kesalahan di laga penting yang menuntut fokus tinggi dan minim kesalahan. Sesuatu yang tidak mereka lakukan saat berlaga di fase grup.
Nistelrooy yang kini menjadi asisten pelatih tim ”Oranje” sebelumnya sudah mewanti-wanti para yuniornya itu untuk tidak membiarkan kesalahan sekecil apa pun muncul di fase gugur. Apalagi, Ceko adalah lawan yang mengalahkan Belanda, 2-3, pada fase grup Piala Eropa 2004 dan dua kali mengalahkan Belanda pada kualifikasi Piala Eropa 2016, yang menyebabkan Belanda gagal lolos ke putaran final.
Petuah Nistelrooy sejatinya telah mereka patuhi. Sejak awal laga, Belanda mendominasi permainan. Skuad besutan pelatih Frank De Boer itu tampil menekan tanpa kenal lelah. Bek sayap Denzel Dumfries dan penyerang Donyell Malen tampil agresif dengan tusukan-tusukannya di jantung pertahanan Ceko.
Serbuan tim Oranje di babak pertama membuat mereka beberapa kali mendapat peluang dari tendangan penjuru atau tendangan bebas. Namun, umpan lambung ke kotak penalti Ceko dengan mudah dihalau barisan pertahanan Ceko yang unggul dalam tinggi badan.
Namun, satu kesalahan kecil berdampak besar dilakukan bek tengah Belanda, Matthijs de Ligt, pada menit ke-54. Ligt diusir wasit Sergei Karasev setelah dengan sengaja menghalangi laju bola menggunakan tangannya agar tak direbut penyerang Ceko, Patrik Schick.
Jalannya laga langsung berbalik setelah insiden tersebut. Ceko mampu keluar dari tekanan dan balik meneror Belanda. Hasilnya, Tomas Holes mampu memaksimalkan umpan Tomas Kalas lewat skema set piece untuk membobol gawang Belanda.
Saya jatuh dan terdesak, yang membuat saya menggunakan tangan saya. Saya merasa tidak enak atas insiden itu.
Tidak cukup sampai di sana, Holes kembali beraksi dengan mengarsiteki gol kedua Ceko yang dicetak Schick. Hingga laga usai, Ceko mampu mempertahankan keunggulan dan berhak melaju ke babak delapan besar menghadapi Denmark.
Bertanggung jawab
Seusai laga, De Ligt mengatakan, dirinya adalah orang yang bertanggung jawab atas kekalahan Belanda. De Ligt merasa mampu mengendalikan situasi saat berduel merebut bola dengan Schick.
Pada momen tersebut, De Ligt mengakui membiarkan bola memantul. Sebuah keputusan yang dia sesali kemudian karena memberi ruang bagi Schick untuk menekannya ketika mereka berebut bola.
Merasakan tekanan Schick tersebut, De Ligt justru terpeleset dan terpaksa menggunakan tangannya untuk mencegah bola direbut. De Ligt menyebut kesalahan kecil tersebut mengubah jalannya laga secara keseluruhan.
”Saya jatuh dan terdesak, yang membuat saya menggunakan tangan saya. Saya merasa tidak enak atas insiden itu,” kata De Ligt.
Beberapa menit sebelum momen kartu merah De Ligt, Belanda punya kesempatan untuk unggul lebih dulu melalui penyerang Donyell Malen. Namun, Malen yang membuang peluang mencetak gol ketika tinggal berhadapan satu lawan satu dengan kiper Ceko Tomas Vaclik.
Maka, dari kesalahan-kesalahan itu, Belanda kembali harus kehilangan kesempatan melangkah lebih jauh di Piala Eropa. Kekalahan itu terasa semakin sulit diterima mengingat penampilan impresif mereka di fase grup.
”Kami menciptakan beberapa peluang, tetapi laga ini dimainkan di level atas. Satu momen dapat membalikkan dunia. Ini adalah kenyataan yang sulit untuk diambil,” kata De Boer.
Sementara itu, pelatih Ceko Jaroslav Silhavy mengatakan, semangat tim membantu pasukannya mengamankan kemenangan mengejutkan atas Belanda. Silhavy memuji kerja keras timnya. Ia juga mengapresiasi kiper Tomas Vaclik yang membuat penyelamatan gemilang saat berhadapan dengan Donyell Malen.
Silhavy meyakini timnya akan kembali tampil mengejutkan ketika menghadapi Denmark. ”Perlawanan ini sangat kuat, tetapi kami berhasil dengan luar biasa. Kami terkadang ceroboh dalam menyerang, tetapi tim tetap semangat dan meraih kemenangan,” katanya. (AFP/REUTERS)