Beda Nasib Dua Kawan Lama Eks Barcelona
Frank de Boer (51) dan Luis Enrique (51) adalah dua sahabat yang kini menjadi pelatih timnas. Nasib keduanya menemukan jalan berbeda di babak 16 besar.
Frank de Boer (51) dan Luis Enrique (51) adalah pemain top pada masanya. Namun, ketika menjadi pelatih, kedua sahabat ini kerap diragukan meski pernah bergelimang gelar.
Pada Piala Eropa 2020, keduanya melatih tim yang sebelumnya terluka. De Boer bersama tim nasional Belanda dan timnas Spanyol di tangan Enrique. Sejauh ini, kiprah mereka memberikan pelajaran tipisnya antara rasa percaya diri dan euforia.
Bersama Enrique, jejak perjalanan timnas Spanyol dalam Piala Eropa 2020 ini begitu berliku. Tim ini diragukan bakal bersaing. Diisi banyak pemain muda, tidak ada superstar jadi penggawa utama.
Pedri, pemain termuda yang berlaga dalam sejarah Piala Eropa, adalah salah satu anggota timnas Spanyol. Umurnya 18 tahun 215 hari. Kegagalan tim berprestasi sejak 2014 membayang di depan mata.
Daftar keraguan pada tim ini semakin panjang apabila merujuk persaingan Barcelona dan Real Madrid di La Liga. Bek Sergio Ramos tidak dipanggil. Hal itu membuat satu-satunya harapan pemain Real Madrid ada dalam tubuh timnas pupus.
Padahal, Enrique rela menunggu kesembuhan Sergio Busquet yang positif Covid-19 jelang Piala Eropa. Masa lalu Enrique, mantan pemain Madrid yang kemudian menjadi legenda Barcelona, memanaskan kabar ini.
Saat laga fase grup, masalahnya kian nyata. Spanyol hanya meraih dua hasil imbang melawan Polandia dan Swedia. Beruntung, di laga melawan Slowakia, Spanyol menang besar 5-0. Namun, Morata belum juga mencetak gol di laga itu karena gagal mengeksekusi penalti. Ujungnya menyeramkan. Muncul ancaman pembunuhan bagi Morata dan keluarganya dari orang tidak dikenal.
Baca juga : Petaka Tiki-taka, Nestapa Belanda
Enrique buka suara terkait ini. ”Ini adalah kejahatan serius. Menghina keluarga adalah masalah serius yang harus diserahkan kepada pihak berwenang dan ditangani sekuat mungkin,” kata Enrique.
Suram di timnas Spanyol kontras dengan euforia di kubu Belanda. Tim ini tengah mabuk sanjungan setelah selalu menang di tiga pertandingan awal. Sensasi bek sayap Denzel Dumfries seolah menguapkan kekhawatiran Belanda bertanding tanpa bek Virgil Van Dijk.
Fakta lawan yang dikalahkan di fase grup bukan tim unggulan, seperti Ukraina, Austria, dan tim debutan Macedonia Utara, tidak menjadi masalah utama. Peta persaingan berubah cepat. Belanda yang tidak lolos di Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018 mendadak diunggulkan bandar judi menjadi juara.
De Boer juga percaya diri menyebut jenis selebrasi yang akan dilakukan apabila Belanda juara Eropa. ”Berenang di kanal-kanal Amsterdam,” katanya.
Kerap diragukan
Sampai titik itu, de Boer jelas lebih beruntung ketimbang Enrique, mantan rekan setimnya di FC Barcelona periode 1999-2003. Keduanya merebut juara La Liga pada musim 1998/1999. Mereka bahkan disebut punya hubungan baik di luar dan dalam lapangan.
Baca juga : Penyesalan Berkepanjangan dari Tim Juara Tanpa Mahkota
”Kami banyak menghabiskan waktu bersama di Barca. Kami bahkan berlibur bersama ke Ibiza. Kami adalah teman,” kata Enrique.
Setelah gantung sepatu, mereka lantas memilih jalan yang sama menjadi pelatih. Enrique bahkan berkelana melatih AS Roma di Italia. Namun, kariernya di negeri orang tidak lama. Setelah melatih Celta Vigo, dia kembali ke pangkuan Barcelona tahun 2014.
Di Barcelona, dia kerap diragukan. Isu pertikaian dengan megabintang Lionel Messi, bakal kesulitan menangani Neymar, hingga tidak akan bisa memaksimalkan Luiz Suarez yang datang dengan larangan bermain dari FIFA mengapung. Kondisi kian runyam saat dinamo tiki-taka, seperti Andres Iniesta dan Xavi Hernandez, sudah tidak muda lagi.
Akan tetapi, semua keraguan dimentahkan. Trio Messi, Suarez, dan Neymar (MSN) bersinar. Pemain macam Ivan Rakitic pun punya peran lebih penting menjadi penopang Iniesta dan Xavi. Barcelona meraih treble winner.
Baca juga : Belanda Berupaya Menghapus Kisah Buruk
Meski tetap mendatangkan trofi di musim selanjutnya, Enrique tetap dianggap tidak layak. Gaya permainannya dianggap pragmatis, hanya mengandalkan trio MSN. Petinggi Barca ingin tim kembali menyerang dan mendominasi bola ala tiki-taka yang diperkenalkan Johan Cruyff.
Keraguan juga menemani De Boer dalam sebagian besar kariernya. Dia pernah sukses saat menangani Ajax Amsterdam dengan juara empat edisi Liga Belanda sepanjang tahun 2010-2016. Namun, namanya hancur lebur saat merantau ke Italia dan Inggris.
Di Inter Milan, dia hanya bertahan 84 hari. Setelah tujuh kekalahan, dia diduga bertikai dengan pemain. ”Frank hanya diberi sedikit waktu untuk bekerja, tetapi ini adalah hal yang terjadi dalam sepak bola,” kata Ronald de Boer, saudara kembar Frank.
Ronald membandingkan nasib Frank sama dengan Luis Enrique. ”Di Italia tidak ada kesabaran untuk membiarkan pelatih bekerja,” kata Ronald.
Akan tetapi, nasibnya justru lebih buruk saat menangani Crystal Palace di Liga Premier Inggris. Masa baktinya hanya membuahkan satu kemenangan dan lima kekalahan.
”Pelatih terburuk sepanjang sejarah Liga Premier,” kata Jose Mourinho, pelatih peraih treble winner di Inter dan juara Liga Premier bersama Chelsea.
Akan tetapi, semua keraguan itu hancur sesaat setelah Belanda menang atas Ukraina pada laga pertama di Piala Eropa. ”Saya tidak merasakan tekanan. (Kami memiliki) Campuran yang bagus, antara pemain muda dan berpengalaman,” ujarnya.
Hingga akhirnya penentuan dua sahabat itu berlanjut di babak 16 besar. Spanyol dijamu Kroasia di Parken Stadium, Kopenhagen, Senin (28/6/2021).
Tidak sampai 15 menit, cacian menampar Spanyol saat kiper muda Unai Simon melakukan kesalahan. Simon yang menyingkirkan andalan Manchester United, David de Gea, ke bangku cadangan ini gagal menerima umpan Pedri yang berujung bola masuk gawang sendiri. Kroasia unggul 1-0.
Akan tetapi, Spanyol bangkit. Tiga gol dilesakkan oleh Pablo Sarabia (38), Cesar Azpilicueta (57), dan Ferran Torres (77). Kroasia ternyata tidak ingin menyerah. Dua gol dibuat Mislav Orsic (85) dan Mario Pasalic (92).
Beruntung Morata punya mental baja. Di tengah ancaman, dia membuat gol indah. Menerima umpan dengan kaki kanan, ia melesakkan bola ke gawang lawan dengan tendangan keras kaki kiri. Morata lantas mendapatkan cinta dari semua anggota tim dan pendukungnya.
Gol itu berhasil membuat Kroasia tampil gugup. Bukannya mengatasi ketertinggalan, mereka kembali kebobolan lewat pemain pengganti Mikel Oyarzabal.
Luis Enrique mengapresiasi semangat Simon dan Morata yang berhasil bangkit dari keterpurukan. Simon membuat beberapa penyelamatan. Sementara Morata akhirnya mencetak gol. Selain itu, dia juga tersentuh apresiasi para penggemar atas permainan yang mendebarkan itu. Tidak ada lagi penonton yang mengancam pemain dalam laga itu.
”Lima menit terakhir perpanjangan waktu adalah saat mendebarkan. Para penggemar berdiri, bertepuk tangan, dan memberikan penghormatan atas upaya semua pemain. Itu adalah sikap yang indah dari para penggemar, ini tentang mengenali tontonan yang ditunjukkan kedua tim hari ini. Judulnya malam ini adalah nikmati sepak bola,” tuturnya.
Sebaliknya, puja-puji kepada Belanda gugur begitu cepat saat kalah dari Republik Ceko di Stadion Ferenc Puskas, Hongaria, Minggu (27/6/2021). Diwarnai kartu merah pada Matjhis de Light, pengganti Van Dijk, Belanda kalah 0-2 lewat gol Thomas Holes (68) dan Patrick Schick (80). Banyak pihak berebut ingin menanggung beban.
De Ligt mengatakan, kekalahan Belanda adalah kesalahannya. Namun, De Boer mengatakan, dia orang yang patut disalahkan karena hasil ini.
Saat ini, kami mabuk besar. Kami akan meminum pil pahit malam ini dan lihat apa yang terjadi nanti.
Ditanya apakah akan melanjutkan memimpin Belanda pada Piala Dunia tahun depan, De Boer mengatakan, ”Saat ini, kami mabuk besar. Kami akan meminum pil pahit malam ini dan lihat apa yang terjadi nanti,” katanya. (AFP/REUTERS)