Timnas Spanyol kehilangan sosok pemimpin selama mengarungi Piala Eropa 2020. Skuad ”La Furia Roja” yang berisi banyak pemain muda bagaikan anak ayam yang kehilangan induk.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
SEVILLA, SELASA — Laga menghadapi Slowakia di Stadion La Cartuja, Sevilla, Spanyol, Rabu (23/6/2021) pukul 23.00 WIB, menjadi pertarungan hidup mati bagi skuad ”La Furia Roja”. Dengan hanya mengemas dua poin, dari hasil imbang menghadapi Swedia dan Polandia, Spanyol terancam gagal melaju ke babak 16 besar. Mereka kehilangan sosok pemimpin yang mampu membimbing dan memotivasi para pemain muda.
Sebagai tim dengan tradisi kuat dalam satu dekade terakhir, Spanyol hampir tidak pernah harus menanti hingga pertandingan terakhir grup untuk memastikan diri lolos ke fase gugur kejuaraan. Penampilan yang tidak konsisten membuat kritikan dan tekanan kepada Spanyol juga datang dari publik mereka sendiri. Meraih hasil imbang apalagi kalah bukanlah pilihan.
Spanyol mau tidak mau harus tampil agresif di pertandingan terakhir Grup E demi memperpanjang napas mereka di Piala Eropa. Hanya saja, skuad ”Matador” kini kehilangan sosok pemimpin di lapangan. Pelatih Spanyol Luis Enrique tidak menyertakan Sergio Ramos yang menjabat kapten timnas Spanyol selama 10 tahun terakhir di Piala Eropa kali ini.
Di sisi lain, pemain senior Sergio Busquets yang didapuk sebagai kapten menggantikan Ramos dalam dua pertandingan terakhir belum bisa bergabung dengan tim karena masih menjalani isolasi mandiri akibat tertular Covid-19.
Bek Spanyol, Cesar Azpilicueta, menyebut timnya saat ini sangat membutuhkan sosok pemimpin sebagai penyelamat. Meski menjadi unggulan karena pernah memenangi Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Azpilicueta menganggap skuad Spanyol saat ini banyak dihuni pemain-pemain muda yang minim pengalaman.
Marcos Llorente, Dani Olmo, Pedri, dan Pau Torres merupakan pemain-pemain yang masih minim pengalaman bertanding di level timnas senior. Pedri, misalnya, menjalani debut di timnas senior Spanyol pada Maret 2021 dan baru mengemas enam penampilan.
Marcos Llorente baru dipanggil memperkuat timnas senior pada November 2020. Mereka belum pernah mencicipi atmosfer kejuaraan sekelas Piala Eropa, bahkan Piala Dunia.
Azpilicueta belum pernah dimainkan Enrique sejak laga awal Piala Eropa. Media di Spanyol mendesak Enrique menurunkan Azpilicueta sebagai pemimpin di lapangan. Pengalaman Azpilicueta diharapkan bisa menginspirasi para yuniornya yang sekarang berada di bawah tekanan. Para pemain muda Spanyol masih membutuhkan pemain berjiwa pemimpin. Suatu hal yang belum tampak pada diri Jordi Alba yang saat ini menjabat sebagai kapten tim.
Kabar baik bagi Spanyol muncul seiring Busquets yang berpotensi sudah bisa diturunkan saat melawan Slowakia. Kehadiran Busquets diharapkan mampu mengisi peran pemimpin yang telah lama hilang sekaligus menambah motivasi para pemain muda Spanyol.
Dia pemain penting dengan pengalamannya di dalam dan di luar lapangan. Kami tahu dominasi apa yang bisa dia bawa di lini tengah.
”Dia pemain penting dengan pengalamannya di dalam dan di luar lapangan. Kami tahu dominasi apa yang bisa dia bawa di lini tengah,” kata Azpilicueta.
Luis Enrique kemungkinan besar akan kembali memasang Alvaro Morata sebagai juru gedor ”La Furia Roja”. Ia memuji Morata yang kembali menemukan penampilan terbaiknya dengan mencetak satu-satunya gol Spanyol saat bersua Polandia. Enrique berharap Morata dapat melanjutkan performanya untuk membawa Spanyol lolos ke 16 besar.
Morata sebelumnya menuai kritik setelah Spanyol ditahan imbang Swedia di partai pertama mereka. Morata tercatat memiliki tiga peluang emas, tetapi gagal mengoptimalkannya menjadi gol. Seiring penampilan apiknya ketika menghadapi Swedia, para pendukung Spanyol lambat laun mulai mendukungnya.
Saat Morata kembali bersinar, Enrique mengambil keputusan aneh dengan menariknya ke bangku cadangan dan menggantikannya dengan Mikel Oyarzabal saat laga menyisakan tiga menit waktu normal. Harian Marca mengkritik keputusan Enrique tersebut karena Spanyol saat itu tengah membutuhkan tenaga Morata untuk mengejar defisit gol.
Kian berat
Langkah Spanyol dipastikan bertambah berat karena Slowakia hanya membutuhkan hasil imbang untuk mengunci tiket ke babak 16 besar. Pasukan Stefan Tarkovic kini bertengger di peringkat kedua klasemen setelah mengoleksi tiga poin, unggul 1 poin atas Spanyol.
Dengan hanya membutuhkan hasil imbang, besar kemungkinan Tarkovic akan menerapkan taktik sepak bola bertahan menghadapi Spanyol. Apalagi Slowakia memiliki gelandang Marek Hamsik yang fasih dalam bertahan dan memutus serangan lawan. Kondisi itu semakin memperberat peluang Spanyol memetik poin penuh.
Akan tetapi, di sisi lain, Slovakia juga dalam performa yang kurang mengesankan setelah menyerah 1-0 dari Swedia di laga kedua. Tidak ada satu pun tembakan tepat sasaran yang dilepaskan pemain Slowakia dalam laga tersebut.
Meski demikian, lini belakang Slowakia sempat membuat frustrasi Swedia. Mereka bertahan secara solid sehingga menyulitkan para pemain Swedia mencetak gol. Pada akhirnya gol kemenangan Swedia pun tidak hadir lewat permainan terbuka, melainkan tendangan penalti Emil Forsberg.
Pemain belakang Slowakia, Tomas Hubocan, menyebut pertandingan menghadapi Spanyol akan menjadi drama besar. Hubocan ingin mengulangi memori manis ketika menaklukkan Spanyol di babak kualifikasi Piala Eropa 2016. Saat itu Slowakia unggul 2-1 atas pasukan Vicente del Bosque berkat gol Juraj Kucka dan Miroslav Stoch.
”Kami akan sangat senang mengalahkan Spanyol lagi. Tim berhasrat merasakan lagi euforia saat itu di pertandingan nanti,” kata Hubocan dikutip dari situs UEFA.
Adapun Tarkovic percaya diri menyongsong laga kontra Spanyol. Ia percaya anak asuhnya akan mampu mencuri poin dari La Furia Roja. Namun, untuk itu tidak cukup hanya dengan bertahan. ”Untuk mencuri poin, Slowakia perlu memanfaatkan lebih banyak peluang setelah 10 upaya ke gawang meleset dari sasaran ketika melawan Swedia,” kata Tarkovic. (AFP/REUTERS)