Italia adalah tim terkuat di Grup A Piala Eropa 2020. Materi pemain, pengalaman pelatih, dan tampil di rumah sendiri, adalah keuntungan ”Gli Azzurri” memulai langkahnya di turnamen itu dan membidik gelar juara.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Roberto Mancini menghadirkan masa depan cerah bagi tim nasional sepak bola Italia seusai mengalami kegelapan bersama pelatih sebelumnya, Gian Piero Ventura. Sejak menangani ”Gli Azzurri”, 14 Mei 2018, Mancini mengangkat kembali harkat tim itu sebagai salah satu tim raksasa sepak bola di Eropa.
Seusai 1.115 hari diasuh Mancini, ”Gli Azzurri” kini berada di jalur tepat untuk menduplikasi era kejayaannya saat ditangani mendiang Vittorio Pozzo, lebih dari tujuh dekade silam. Pozzo, yang memegang kendali timnas Italia pada 1929-1948, menorehkan tinta emas yang sulit diulangi. Italia menjuarai dua Piala Dunia pada 1934 dan 1938, kemudian meraih medali emas Olimpiade 1936 di Jerman.
Mancini memang baru akan menjalani turnamen besar perdananya bersama Italia di Piala Eropa 2020, tetapi jejak Pozzo mulai diikutinya. Mantan Pelatih Inter Milan itu telah memecahkan rekor gemilang Italia di era Pozzo yang meraih sembilan kemenangan beruntun pada 1938 hingga 1939.
Mancini membawa Italia meraih 11 kemenangan beruntun pada 2018 hingga 2019. Catatan itu menjadi rekor baru bagi ”Gli Azzurri”. Mancini juga menjadi pelatih timnas Italia kedua yang mampu mencatatkan 26 laga tidak terkalahkan usai menumbangkan San Marino, 7-0, di laga uji coba, 29 Mei lalu. Dalam 26 laga itu, Italia meraih 21 kemenangan dan lima imbang.
Hanya Pozzo yang bisa melampaui rekor tidak terkalahkan Italia bersama Mancini itu. Ia membawa Italia tidak terkalahkan dalam 30 laga pada kurun 1935 hingga 1939. Itulah era keemasan ”Gli Azzurri”.
Dengan modal sempurna itu, publik Italia optimistis menghadapi Piala Eropa 2020. Kuota pemesanan tiket untuk tiga laga fase grup Italia di Stadion Olimpico, Roma, pun sudah habis. Pemerintah Italia menetapkan Stadion Olimpico bisa dihadiri 17.650 penonton atau 25 persen dari kapasitas 60.000 kursi.
Mancini pun paham, harapan besar berada di pundaknya dan timnya saat tampil di Piala Eropa 2020. Mereka ingin melampiaskan luka sekaligus membuktikan diri seusai gagal tampil di Piala Dunia Rusia 2018 akibat dikalahkan Swedia di babak playoff kualifikasi. Masa itu dikenang sebagai era kegelapan sepak bola ”Negeri Pizza”.
Bersama Mancini, Italia meninggalkan pakem defensif dan pragmatis. Mereka tampil lebih energik dan ofensif, tanpa meninggalkan solidnya pertahanan. Ia berharap perubahan gaya bermain Italia itu langsung terlihat saat menghadapi Turki di laga pembuka Piala Eropa 2020, Sabtu (12/6/2021) pukul 02.00 WIB, di Stadion Olimpico.
”Italia telah memenangkan empat Piala Dunia. Jadi, tujuan utama kami adalah memenangi Piala Eropa 2020,” ucap Mancini dilansir Goal Italia.
Mancini tidaklah asal bicara. Pelatih berusia 56 tahun itu telah berkali-kali membuktikan kemampuannya. Mancini sebelumnya telah mengakhiri 17 tahun penantian Inter Milan akan trofi juara Liga Italia pada musim 2006 silam. Ia pula yang memberikan Manchester City trofi Liga Inggris seusai 44 tahun menanti, 2012 silam.
Penantian Italia menjadi juara Eropa telah berlangsung lebih dari lima dekade. Pertama sekaligus terakhir kalinya mereka meraih trofi Henri Delaunay adalah pada 1968. Kala itu, Italia menjadi tuan rumah.
Penampilan gemilang Italia di bawah kendali Mancini tidak lepas dari kombinasi para pemain tua dan muda. Mancini masih memercayakan lini belakang kepada dua bek senior, Leonardo Bonucci (34) dan Giorgio Chiellini (36). Akan tetapi, di bawah mistar, Mancini memercayai penuh kiper muda, Gianluigi Donnarumma (22).
Di lini tengah, Jorginho (29) dan Marco Verratti (28) adalah dua pemain paling senior yang diandalkan untuk membimbing Nicolo Barella (24) dan Manuel Locatelli (23). Kombinasi serupa juga digunakan di lini depan. Ciro Immobile (31) dan Lorenzo Insigne (29) menjadi tumpuan utama produksi gol, bersama para pemain muda seperti Federico Chiesa (23).
”Tim Italia ini kuat di seluruh posisi dan bermain sangat baik. Saya suka tim ini. Mancini menangani tim dengan bagus. Mereka hanya kekurangan trofi,” ucap legenda Italia, Dino Zoff dikutip Corriere dello Sport.
Ancaman Turki
Ambisi menjadi kuda hitam yang disegani juga diusung Turki. Mereka lolos ke babak utama Piala Eropa untuk dua kali beruntun, terakhir 2016 lalu di Perancis. Catatan serupa hanya bisa dicapai tim berjuluk ”Ay Yildizlilar” itu pada Piala Eropa edisi 1996 dan 2000 silam.
Turki memang gagal lolos dari fase grup Piala Eropa Perancis. Namun, pada Piala Eropa tahun ini, mereka bakal jauh lebih berbahaya dibandingkan lima tahun lalu. Sejak ditangani pelatih senior, Senol Gunes, pada 2019, Turki baru mengalami tiga kali kekalahan dari 25 pertandingan yang dijalaninya.
Tiket Piala Eropa 2020 diraih Turki seusai menjadi runner-up Grup H. Turki bahkan mampu mengalahkan Perancis, sang juara Piala Dunia 2018, dengan skor 2-0, pada laga di babak kualifikasi, 9 Juni 2019 lalu.
Penampilan itu merupakan buah dari kepercayaan Gunes terhadap bintang-bintang muda Turki yang tampil di liga-liga besar Eropa, seperti Caglar Soyuncu (Leicester City), Merih Demiral (Juventus), Zeki Celik (Lille), Ozan Kabak (Liverpool), Cengiz Under (Leicester City), dan Enes Unal (Getafe).
”Target kami adalah lolos ke fase gugur dengan memainkan sepak bola indah dan tidak kenal menyerah. Tiga lawan kami di Grup A memiliki posisi lebih baik di ranking FIFA. Namun, kami bisa bersaing dengan mereka dan meraih kesuksesan,” ujar Gunes kepada kantor berita Turki, Anadolu.
Italia adalah kandidat juara dan tim terkuat di Grup A. Kami sama seperti Italia yang banyak mengandalkan para pemain muda. Bedanya, pemain muda kami jarang menjadi pilihan utama di level klub. (Vladimir Petkovic, Swiss)
Turki menempati peringkat ke-29 ranking dunia atau FIFA per 27 Mei 2021. Mereka berada di bawah Italia (7), Swiss (13), dan Wales (17).
Adapun dua tim lainnya di Grup A, Wales dan Swiss, akan berusaha mengulangi pencapaian bagus di Piala Eropa 2016. Wales mampu mencapai semifinal pada keikutsertaan pertamanya di Piala Eropa. Adapun Swiss mampu tampil hingga babak 16 besar untuk pertama kalinya.
”Italia adalah kandidat juara dan tim terkuat di Grup A. Kami sama seperti Italia yang banyak mengandalkan para pemain muda. Bedanya, pemain muda kami jarang menjadi pilihan utama di level klub,” kata Pelatih Swiss Vladimir Petkovic.
Sementara Robert Page, pelatih interim Wales, berharap Gareth Bale bisa kembali mengangkat performa timnya seperti di Perancis, 2016 lalu. Page menargetkan Wales lolos ke babak 16 besar. (AFP)