Swiatek Tidak Terbeban Status Juara Bertahan
Iga Swiatek membawa pola pikir bahwa turnamen Perancis Terbuka sama seperti turnamen lain. Dia tidak terbeban status sebagai juara bertahan.
PARIS, SENIN — Tiba di Lapangan Philippe Chatrier, Roland Garros, Paris, pada Senin (31/5/2021), Iga Swiatek membawa pola pikir bahwa turnamen Perancis Terbuka sama seperti turnamen lain. Pola pikir itu ada dalam benaknya untuk mengurangi tekanan bahwa dia punya tugas berat untuk mempertahankan gelar juara.
Cara itu efektif untuk melewati babak pertama, tahap yang selalu menyulitkan di arena Grand Slam. ”Saya berusaha fokus memperlakukan turnamen ini sama seperti yang lain, itu yang terpenting. Apalagi, musim kompetisi tenis cukup panjang,” kata Swiatek.
Tantangan pada babak pertama berlipat ketika undian menghadapkan Swiatek dengan sahabatnya asal Slovenia, Kaja Juvan. Swiatek pun harus terus mengingatkan diri sendiri bahwa petenis yang berada di seberang net adalah lawan, bukan kawan. Meski harus melewati set kedua dalam laga alot, Swiatek akhirnya menang, 6-0, 7-5.
”Terkadang sulit mengubah pikiran dari teman ke lawan. Kaja bermain sangat baik pada set kedua. Saya pun senang bisa memenangi poin penting,” komentar Swiatek, yang lama berpelukan dengan Juvan lalu berbincang di bawah kursi wasit setelah pertandingan.
Juvan juga ikut serta dalam perayaan ulang tahun Swiatek yang ke-20—Swiatek lahir di Warsawa, Polandia, 31 Mei 2001—bersama mantan petenis Perancis, Amelie Mauresmo dan penonton. Menjadi perwakilan dari panitia, Mauresmo memberi bunga lalu memimpin penonton untuk menyanyikan lagu ”Selamat Ulang Tahun”.
Menjadi petenis nonunggulan dengan peringkat dunia terendah, yaitu peringkat ke-54, saat juara pada 2020, kali ini Swiatek datang sebagai unggulan kedelapan. Momen ini pun menjadi kesempatan pertamanya datang sebagai juara bertahan.
”Saya tidak pernah datang ke turnamen sebagai juara bertahan, jadi tidak tahu harus berharap apa dan tidak tahu apa yang akan terjadi. Saya hanya melakukan hal-hal rutin seperti yang juga dilakukan dalam persiapan menghadapi turnamen lain,” tuturnya.
Baca juga: Balada Lima Set di Hari Pertama Perancis Terbuka
Meraih gelar pertama dalam karier tenis profesionalnya dari ajang Grand Slam, Swiatek mengalami momen ketika dia meragukan diri sendiri untuk bisa juara pada ajang lain. Petenis yang mengidolakan Rafael Nadal itu akhirnya lega ketika menjuarai WTA 500 Adelaide pada 22-27 Februari.
Dua pekan sebelum tiba di Paris, petenis yang didampingi psikolog olahraga Daria Abramowicz dalam timnya sejak remaja itu menjuarai salah satu ajang besar pemanasan Perancis Terbuka, WTA 1000 Roma. Turnamen WTA 1000 adalah turnamen level tertinggi dalam struktur turnamen WTA.
Dalam laga final di Roma, dia menaklukkan petenis peringkat kesembilan dunia, Karolina Pliskova, dengan telak, 6-0, 6-0. Pliskova hanya mendapat 13 poin pada pertandingan tersebut dan Swiatek meraih 51 poin. Dengan gelar itu, Swiatek untuk pertama kalinya menempati posisi sepuluh besar dunia, tepatnya pada peringkat kesembilan.
Tiga kali juara Perancis Terbuka pada era 1980-an, Mats Wilander, berpendapat, Swiatek memiliki potensi besar untuk mempertahankan gelar juara. Dia dinilai memiliki modal teknik dan emosi untuk menghadapi tantangan bermain di Roland Garros yang unik. ”Saat Swiatek berada dalam permainan terbaik, dia tak akan terkalahkan,” ujar Wilander, juara Perancis Terbuka 1982, 1985, dan 1988.
”Teknik pukulannya bagus, dia bermain agresif, dan tak takut saat bermain di depan net. Servisnya juga bagus, termasuk servis kedua,” lanjut Wilander.
Sikap Osaka
Terkait sikap Naomi Osaka yang menolak hadir dalam konferensi pers Perancis Terbuka, pelatihnya, Wim Fisette, mengatakan, hal itu dilakukan dengan tujuan untuk melakukan perubahan.
”Osaka tahu pentingnya berbicara pada media dan tidak bermaksud memboikot untuk kepentingannya sendiri, melainkan karena dia peduli pada isu fundamental. Dia ingin membuat perubahan,” kata Fisette dalam wawancara dengan media Jerman, Der Spiegel.
Osaka tahu pentingnya berbicara pada media dan tidak bermaksud memboikot untuk kepentingannya sendiri.
Sehari menjelang dimulainya turnamen, Osaka mengumumkan melalui media sosial bahwa dia tidak akan menghadiri konferensi pers sepanjang Perancis Terbuka. Dia beralasan, pertanyaan wartawan mengganggu kesehatan mentalnya, terutama ketika harus menjawab pertanyaan setelah kalah.
Keputusan tidak melakukan konferensi pers setelah menang atas Patricia Maria Tig pada babak pertama, Minggu, membuahkan sanksi denda 15.000 dollar AS (Rp 214 juta). Dewan empat Grand Slam, yaitu Perancis Terbuka, Australia Terbuka, Amerika Serikat Terbuka, dan Wimbledon, menegaskan, sanksi lebih berat akan diberikan jika Osaka mengulangi sikapnya. Sanksi berat itu berupa denda lebih besar hingga ancaman diskualifikasi, tidak hanya di Roland Garros, melainkan juga pada Grand Slam lain.
Baca juga: Osaka Didenda dan Terancam Diskualifikasi
Pada September 2020, saat tampil dalam AS Terbuka, Osaka menggunakan statusnya sebagai bintang untuk menyuarakan keadilan bagi orang kulit hitam di AS yang banyak menerima kekerasan dari polisi. Dalam turnamen pemanasan, WTA 1000 Cincinnati, panitia menunda turnamen selama sehari ketika Osaka, semula, menolak tampil dalam semifinal sebagai protes atas penembakan salah satu warga AS, Jacob Blake.
”Naomi punya kesempatan menggunakan statusnya untuk menyuarakan masalah dan mengambil inisiatif melakukan sesuatu,” kata Fisette, yang mendampingi Osaka sejak 2019.
Sementara itu, tulisan kakak Osaka, Mari, dalam Reddit, mengindikasikan bahwa Osaka tak ingin terganggu oleh pertanyaan wartawan karena rekam jejaknya yang buruk di turnamen tanah liat, termasuk Perancis Terbuka. Sejak debut pada 2016, dia tidak pernah melewati babak ketiga.
”Sebelum turnamen, Naomi mengatakan kepada saya bahwa ada anggota keluarga yang mengatakan dia bermain buruk di tanah liat. Setiap konferensi pers, dia juga mendapat cap seperti itu. Ketika kalah (pada babak kedua) di Roma, mentalnya turun. Komentar orang-orang membuatnya yakin bahwa dia memang buruk bermain di tanah liat,” tuturnya.
Baca juga: Osaka Mencari Kenyamanan di Rolland Garros
Setelah menerima kritik atas pernyataan itu, Mari yang mantan petenis menulis lebih lanjut tentang pendapatnya. ”Pesan saya diartikan salah oleh orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan mental. Saya pun tak menyadari bahwa Naomi memiliki banyak masalah dan harus berjuang untuk masalah yang dihadapinya. Sekarang, orang-orang bereaksi seperti dia tak tahan dengan kritik. Maaf Naomi, mungkin saya membuat situasimu lebih buruk,” tutur Mari. (AFP/Reuters)