Naomi Osaka memenangi laga babak pertama Perancis Terbuka 2021 dengan mengalahkan Patricia Maria Tig. Namun, dia harus lebih banyak bermain di lapangan tanah liat untuk bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
PARIS, MINGGU — Tak seperti di lapangan keras, Naomi Osaka membutuhkan waktu lebih lama untuk merasakan kenyamanan bermain di lapangan tanah liat. Jika bisa melakukan itu, petenis Jepang tersebut diyakini pantas disebut sebagai salah satu favorit juara Perancis Terbuka.
Adaptasi pertamanya dalam turnamen Grand Slam itu berlangsung di lapangan utama Roland Garros, Lapangan Philippe Chatrier, Minggu (30/5/2021), ketika berhadapan dengan petenis Romania, Patricia Maria Tig. Melawan petenis yang baru delapan kali tampil dalam babak utama Grand Slam selama 12 tahun berkarier di arena profesional itu, Osaka membuat 35 unforced error meski akhirnya menang, 6-4, 7-6 (7-4), dalam waktu 1 jam 47 menit.
Unggul melalui servis, pengembalian servis, dan forehand keras, Osaka beberapa kali dikecoh Tig melalui drop shot. Pukulan slice, yang membuat bola melaju pelan, ke arah backhand juga membuat Osaka kesulitan mengembalikannya.
Tig pun memperlambat kemenangan Osaka saat tiebreak. Keunggulan Osaka 5-2 berubah menjadi 5-4 karena dua kesalahan petenis peringkat kedua dunia itu. Osaka memenangi pertandingan dengan dua poin beruntun untuk berhadapan dengan petenis Romania lainnya, Ana Bogdan, pada babak kedua.
”Saya senang bisa memenangi pertandingan. Lapangan (Philippe Chatrier) ini sangat indah. Saya baru dua kali bermain di sini sebelum diberi atap dan hari ini. Semoga perjalanan saya bisa terus berlanjut,” komentar Osaka ketika diwawancarai mantan petenis Perancis, Fabrice Santoro, di lapangan.
Jawaban dari tiga pertanyaan yang diajukan Santoro adalah sedikit pendapat Osaka yang bisa diketahui penonton dan media. Sebelum turnamen dimulai, petenis Jepang itu mengumumkan tak akan menghadiri konferensi pers sepanjang turnamen.
Dia beralasan, pertanyaan yang diajukan wartawan, terutama setelah kalah, mengganggu kesehatan mental. Dikatakan pula, dia selalu menghadapi pertanyaan yang sama serta pertanyaan yang membuatnya meragukan diri sendiri.
Atas keputusannya itu, Osaka pun akan menerima denda hingga 20.000 dollar AS (sekitar Rp 286 juta) untuk setiap konferensi pers yang tak dihadirinya.
Menjawab pertanyaan terakhir dari Santoro, Osaka mengatakan, dirinya terus berusaha agar bisa bergerak dengan baik di lapangan tanah liat. ”Semoga dengan semakin banyak pertandingan, pergerakan saya semakin baik,” ujar unggulan kedua tersebut.
Pelatihnya, Wim Fisette, menyatakan pendapat serupa. Fisette, bahkan, mengatakan, jika Osaka bisa menampilkan permainan seperti pada latihan, dia layak dikategorikan sebagai salah satu favorit juara.
Saya senang bisa memenangi pertandingan. Lapangan (Philippe Chatrier) ini sangat indah. Saya baru dua kali bermain di sini sebelum diberi atap dan hari ini. Semoga perjalanan saya bisa terus berlanjut.
”Saya melihat kemungkinan Naomi juara di lapangan tanah liat. Semakin banyak pertandingan, dia akan semakin berbahaya. Naomi membutuhkan banyak waktu untuk merasa nyaman di tanah liat hingga bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya,” tutur Fisette dalam laman resmi Perancis Terbuka.
Pelatih asal Belgia yang pernah mendampingi Kim Clijsters dan Angelique Kerber itu melatih Osaka sejak 2019. Bersama Fisette, Osaka mendapat dua gelar juara Grand Slam, dari total empat gelar, yaitu pada Amerika Serikat Terbuka 2020 dan Australia Terbuka 2021.
Fisette melihat peluang Osaka untuk melangkah jauh di Roland Garros melalui latihan. ”Dalam pertandingan memang belum terlihat. Semoga momen itu terjadi di Paris kali ini,” katanya.
Sebelum tampil di Roland Garros, Osaka bermain dalam dua turnamen pemanasan, yaitu WTA 1000 Madrid dan Roma. Dia tersingkir pada babak kedua dalam dua kejuaraan yang termasuk turnamen WTA berlevel tertinggi itu.
Kesulitan
Meski telah mengumpulkan empat trofi Grand Slam di lapangan keras, Osaka kesulitan setiap kali tampil di Roland Garros. Dia tak pernah melewati babak ketiga sejak debut pada Perancis Terbuka 2016.
Sebelum tiba di Paris, Osaka mengatakan betapa tidak nyamannya dia bermain di lapangan tanah liat. Gaya bermain menyerang dengan pukulan keras sulit diterapkan dengan konsisten di tanah liat yang memantulkan bola lebih lambat daripada lapangan keras dan rumput.
Lapangan licin membuatnya harus banyak bergerak dengan cara meluncur di atas tumbukan batu bata, lapisan paling atas lapangan. Pada beberapa bagian lapangan yang tak rata, arah pantulan bola juga sulit ditebak.
Mantan petenis nomor satu dunia, Chris Evert, menilai, Osaka membutuhkan waktu lebih lama untuk tampil dengan baik di lapangan tanah liat dibandingkan dengan di atas lapangan keras. ”Salah satu alasan saya bisa tampil baik di tanah liat adalah karena saya ’besar’ di lapangan itu. Bermain di tanah liat menuntut kemampuan bergerak, mengantisipasi perubahan arah dan laju bola, serta berseluncur. Seseorang akan bergerak dengan nyaman jika semakin banyak bermain di lapangan itu,” komentar Evert.
Petenis yang aktif bertanding di arena profesional pada 1972-1989 itu mengumpulkan 18 gelar Grand Slam. Tujuh di antaranya dari Roland Garros, yaitu pada 1974, 1975, 1979, 1980, 1983, 1985, dan 1986.
Becermin dari rekam jejak Maria Sharapova, Evert berpendapat, Osaka seharusnya bisa belajar dari pengalaman mantan petenis Rusia itu. Sharapova harus menanti hingga tahun ke-10 dalam penampilan di Roland Garros hingga merasa nyaman dan menjadi juara pada 2012, lalu mengulanginya pada 2014.
”Mungkin Naomi butuh beberapa tahun lagi. Saya rasa, dia dan timnya tahu apa saja yang harus dikuasai untuk bermain di tanah liat dan jika belum bisa melakukannya, Anda harus bekerja keras,” kata Evert yang pertama kali mencapai puncak peringkat dunia pada 3 November 1975. (AFP/REUTERS)