Lapangan tanah liat memberi kesulitan tambahan bagi beberapa petenis yang bertipe "big server". Ketika kecepatan pukulan menjadi tidak terlalu berguna, kesabaran dan strategi dalam reli panjang menjadi kunci permainan.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
Naomi Osaka disebut punya potensi meneruskan kejayaan Serena Williams di arena tenis putri dengan empat gelar Grand Slam dalam usia 23 tahun. Namun, rekam jejak yang buruk di Roland Garros menjadi nilai minus dalam rapornya, seperti yang dialami beberapa seniornya.
Empat gelar Osaka, masing-masing dua gelar dari Australia dan Amerika Serikat Terbuka, menjadi yang terbanyak setelah Serena tidak lagi menjuarai Grand Slam, sejak Australia Terbuka 2017. Namun, di lapangan tanah liat Roland Garros, petenis Jepang peringkat kedua dunia itu tak pernah bisa melewati babak ketiga.
Meski ditempatkan sebagai unggulan kedua dalam turnamen yang akan berlangsung 30 Mei-13 Juni, Osaka tak menjadi bagian dari favorit juara. Mereka yang berpeluang membawa pulang Trofi Suzanne Lenglen di antaranya Ashleigh Barty, Aryna Sabalenka, Garbine Muguruza, dan juara bertahan Iga Swiatek.
Hal yang sama terjadi pada unggulan kedua tunggal putra, Daniil Medvedev. Status unggulannya, yang berdasarkan daftar peringkat dunia, lebih baik dari 13 kali juara, Rafael Nadal. Nadal ditempatkan sebagai unggulan ketiga di bawah Medvedev dan Novak Djokovic. Akan tetapi, Medvedev selalu tersingkir pada babak pertama dalam empat penampilan sejak 2017, meski pernah mencapai final Australia dan AS Terbuka.
Osaka menyatakan tak begitu nyaman tampil di lapangan tanah liat yang membuatnya harus sering meluncur ketika mengejar bola. Permukaan lapangan yang tidak serata lapangan keras membuat arah pantulan bola tak mudah diterka.
“Secara mental, lebih sulit bermain di Roland Garros karena saya harus menerapkan strategi mendapat poin dengan cara berbeda dibandingkan di lapangan lain. Ada pantulan bola yang juga buruk. Semua itu membuat saya frustasi,” komentar Osaka yang berada pada paruh bawah undian bersama Serena dan juara WTA 1000 Madrid, Sabalenka.
Biasanya, petenis yang kesulitan tampil di lapangan tanah liat adalah tipe petenis big server. Di tanah liat, yang memantulkan bola dengan pelan, kekuatan pukulan menjadi tak berarti. Kesabaran dan strategi dalam bermain reli panjang menjadi kunci.
Empat belas kali juara Grand Slam, Pete Sampras, misalnya, tak pernah menjuarai Perancis Terbuka. Hasil terbaik petenis dengan servis keras itu adalah semifinal pada 1996. Servis itu pula yang membawanya pada tujuh gelar juara Wimbledon, turnamen di lapangan rumput dengan karakter permainan cepat.
Legenda tenis AS lainnya, John McEnroe, juga kesulitan tampil di tanah liat. Pemilik tujuh gelar Grand Slam itu hanya sekali menembus final Perancis Terbuka, yaitu pada 1984, dan kalah lima set dari Ivan Lendl.
“Di lapangan tanah liat, sangat sulit untuk mengakhiri sebuah reli dan mendapat poin. Itu menyulitkan secara fisik. Pada akhirnya, itu pun berpengaruh secara psikologis hingga saya selalu kesulitan bermain di tanah liat,” komentar McEnroe pada Eurosport.
Di lapangan tanah liat, sangat sulit untuk mengakhiri sebuah reli dan mendapat poin. Itu menyulitkan secara fisik.
Para juara Grand Slam lain yang tak pernah menjuarai Perancis Terbuka adalah Venus Williams dan Boris Becker. Venus mengoleksi tujuh gelar, lima di antaranya dari Wimbledon, tetapi hanya sekali tampil dalam final Perancis Terbuka, yaitu pada 2002.
Enam gelar juara Becker didapat dari tiga Grand Slam, tetapi tidak dari Perancis Terbuka. Mantan petenis Jerman itu hanya bisa menembus semifinal, pada 1987, 1989, dan 1991.
“Bertanding di lapangan tanah liat sangat sulit karena bertentangan dengan karakter saya. Di tanah liat, Anda bermain dengan prinsip sedikit melakukan kesalahan, sedangkan di lapangan lain dengan membuat banyak winner,” tutur Becker.
Taktik itulah yang akhirnya membawa Maria Sharapova pada podium juara Perancis Terbuka 2012, sembilan tahun setelah menjalani debut pada 2003 di semua ajang Grand Slam. Pada turnamen lain, Sharapova mendapatkan gelarnya dengan lebih cepat, yaitu di Wimbledon pada 2004, AS Terbuka 2006, dan Australia Terbuka 2008.
Akan tetapi, Perancis Terbuka akhirnya menjadi Grand Slam yang memberinya dua gelar juara. Mantan petenis Rusia itu menjuarai kembali Perancis Terbuka pada 2014 dalam final ketiga kali secara beruntun.
Kesabaran untuk tak banyak membuat kesalahan akan menjadi tes bagi Osaka dan Medvedev jika ingin mencapai tahap yang lebih baik dari sebelumnya. Osaka pun berharap, Perancis Terbuka akan menjadi Grand Slam pertama yang memberinya gelar juara di luar lapangan keras. (AFP)