Umumnya, seorang atlet akan mengincar hasil terbaik pada setiap kejuaraan. Namun, cita-cita petenis Rusia, Daniil Medvedev, saat kompetisi memasuki musim tanah liat ini cukup sederhana, yaitu meraih kemenangan pertama.
Oleh
Johanes Waskita Utama
·4 menit baca
MADRID, SENIN — Tidak ada yang meragukan kemampuan Daniil Medvedev. Di antara petenis segenerasinya, para pemain muda yang berusaha mendobrak kekuatan tiga petenis kawakan—Novak Djokovic, Rafael Nadal, dan Roger Federer—peringkat petenis asal Rusia ini adalah yang tertinggi. Dia sempat menempati peringkat kedua dunia meski kembali ke posisi ketiga setelah Nadal menjadi juara di ATP 500 Barcelona, 25 April 2021.
Medvedev juga menjadi yang pertama di generasinya yang masuk ke final Grand Slam, yang dicapainya pada Amerika Serikat Terbuka 2019. Prestasi ini diulanginya pada final Australia Terbuka 2021. Dalam dua kesempatan final tersebut, petenis berusia 25 tahun itu digagalkan oleh Nadal (AS Terbuka 2019) dan Djokovic (Australia Terbuka 2021).
Di luar Grand Slam, prestasinya pun cukup bersinar dengan gelar juara ATP Tour Finals 2020 dan sepuluh gelar ATP Tour, termasuk tiga dari ATP Masters 1000. Namun, semua prestasi itu diraihnya di lapangan keras. Di lapangan tanah liat, dengan musim turnamen yang berpuncak di Grand Slam Perancis Terbuka, 30 Mei-13 Juni, Medvedev masih harus bekerja keras.
Tak heran, saat turnamen ATP Masters 1000 Madrid dimulai pekan ini, Medvedev menetapkan target yang terlihat sangat ringan dibandingkan dengan deretan prestasinya, yaitu meraih satu kemenangan. Dia ingin menghapus kenangan buruknya, selalu kalah pada laga pertama di tiga turnamen utama di lapangan tanah liat yang berlangsung berurutan: Madrid Masters, Roma Masters, dan Perancis Terbuka.
”Itulah targetnya. Saya selalu mengatakan kepada diri sendiri, jalani satu demi satu. Jadi, untuk ketiga turnamen sekaligus, Madrid, Roma, dan Roland-Garros, targetnya adalah memenangi setidaknya satu pertandingan,” ujar Medvedev pada sesi konferensi pers sebelum turnamen di Madrid, Minggu (2/5/2021), seperti diberitakan laman ATP.
Penampilan pertama Medvedev di Madrid terjadi pada 2018 dan langsung tersingkir dikalahkan petenis Inggris, Kyle Edmund. Pada kehadiran keduanya, setahun kemudian, Medvedev kembali tersingkir pada babak pertama, kali ini lewat pertarungan tiga set melawan petenis Argentina, Guido Pella. Madrid Masters tidak diselenggarakan pada 2020 karena pandemi Covid-19.
Adapun di Roma, yang tahun ini berlangsung 9-16 Mei, petenis kelahiran Moskwa, 11 Februari 1996, ini juga dua kali gugur pada babak pertama. Medvedev disingkirkan petenis Belanda, Robin Haase (2018), dan petenis urakan Australia, Nick Kyrgios (2019), keduanya melalui laga tiga set. Medvedev lalu absen pada Roma Masters 2020.
Di Perancis Terbuka, yang menjadi turnamen puncak pada persaingan di lapangan tanah liat, nasib Medvedev lebih mengenaskan. Dalam empat kali turnamen beruntun, sejak pertama kali berpartisipasi tahun 2017, Medvedev tak pernah mencicipi laga babak kedua. Dia tiga kali disingkirkan petenis tuan rumah, Benjamin Bonzi (2017), Lucas Pouille (2018), dan Pierre-Hugues Herbert (2019). Tahun lalu, saat Perancis Terbuka ditunda ke musim gugur, Medvedev kembali tersingkir pada babak pertama, kali ini dari Marton Fucsovis (Hongaria).
Kunci raih prestasi
Bagi petenis papan atas sekelas Medvedev, satu kemenangan itu terlihat sederhana, tetapi membuatnya tetap sederhana bisa menjadi kunci untuk meraih prestasi di lapangan tanah liat.
”Tentu kalau saya tampil di turnamen, target utamanya adalah menjadi juara. Namun, berlaga di lapangan tanah liat jauh lebih berat dibandingkan dengan di lapangan keras. Jadi, saya akan menyesuaikan diri, melakukan yang terbaik, berharap bisa bermain dengan baik, karena itu yang terpenting. Jika saya bisa bermain dengan baik, saya bisa memenangi pertandingan,” ujarnya.
Itulah targetnya. Saya selalu mengatakan kepada diri sendiri, jalani satu demi satu. Jadi, untuk ketiga turnamen sekaligus, Madrid, Roma, dan Roland-Garros, targetnya adalah memenangi setidaknya satu pertandingan.
Meski selalu memetik hasil buruk di tiga turnamen ini, Medvedev punya harapan bisa bermain lebih baik di lapangan tanah liat. Sebelum tampil di Madrid tahun 2019, Medvedev tampil cukup memuaskan pada dua turnamen, yakni Monte Carlo Masters dan ATP 500 Barcelona. Di Monte Carlo, dia menyingkirkan sesama petenis muda, Stefanos Tsitsipas, dan unggulan teratas Djokovic dalam perjalanan ke semifinal meski akhirnya tersingkir di tangan petenis Serbia, Dusan Lajovic.
Hasil lebih baik diraihnya di Barcelona, dengan menyingkirkan dua kali juara, Kei Nishikori, di semifinal. Pada laga final, Medvedev harus mengakui keunggulan petenis Austria, Dominic Thiem.
Tahun ini, Medvedev absen pada dua turnamen tersebut karena harus memulihkan diri setelah terinfeksi Covid-19. Hal itu membuat Medvedev tampil di Madrid tanpa bekal berlaga di lapangan tanah liat sebelumnya tahun ini. Namun, Medvedev tetap optimistis bisa meraih kemenangan pertamanya di Madrid, melawan pemenang laga babak pertama antara Alejandro Davidovich Fokina (Spanyol) dan Pierre-Hugues Herbert.
Keyakinan itu didukung kondisi Madrid, yang terletak di perbukitan dengan ketinggian 667 meter di atas permukaan laut. Kondisi ini diyakini membuat lapangan tanah liat La Caja Magica, lokasi turnamen, memantulkan bola lebih cepat dari lapangan tanah liat biasa sehingga pemain spesialis lapangan keras, seperti Medvedev, lebih cepat beradaptasi.
”Lapangan tanah liat di Madrid ini lebih mendekati lapangan keras karena pantulan bola lebih cepat, dan bola servis juga lebih cepat. Petenis yang biasanya tampil buruk di tanah liat bisa bermain lebih baik. Saya harus menang agar bisa bermain lebih banyak dan beradaptasi lebih baik,” ujar Medvedev.