Stefanos Tsitsipas menjadi petenis Yunani pertama meraih gelar juara ATP Masters 1000, saat mengalahkan petenis Rusia Andrey Rublev di Monte Carlo Masters. Kedua petenis ini adalah alumni program ATP "Next Gen".
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
MONTE CARLO, MINGGU - Stefanos Tsitsipas, salah seorang dari alumni “Next Gen”, mulai masuk dalam daftar juara turnamen ATP Masters 1000. Lahirnya juara baru mulai menjadi fenomena pada turnamen berlevel tertinggi dalam struktur turnamen ATP tersebut.
Tsitsipas meraih gelar pertama dari turnamen ATP Masters 1000 Monte Carlo yang berlangsung di lapangan tanah liat. Pada laga final di lapangan utama, Rainier III, Minggu (18/4/2021), Tsitsipas mengalahkan petenis Rusia sesama alumni program “Next Gen”, Andrey Rublev 6-3, 6-3. Dia pun menjadi petenis Yunani pertama dengan gelar juara ATP Masters 1000.
“Luar biasa. Ini momen emosional bagi saya. Sangat menyenangkan bisa mencapai posisi seperti ini. Saya puas dengan penampilan hari ini dan merasa semakin baik di tanah liat,” tutur Tsitsipas, yang mendapat pelukan lama dari ayah yang juga pelatihnya, Apostolos Tsitsipas.
Petenis berusia 22 tahun itu memanfaatkan kesempatan tersingkirnya nama besar seperti Novak Djokovic pada babak ketiga dan Rafael Nadal di perempat final. Anggota “Big Three” lainnya, Roger Federer, absen karena lebih fokus mempersiapkan diri untuk berkompetisi di lapangan rumput.
Dua pekan sebelumnya, petenis Polandia, Hubert Hurkacz, masuk dalam daftar baru juara Masters 1000 di Miami seiring absennya “Big Three”. Di final, Hurkacz mengalahkan petenis Italia berusia 19 tahun, Jannik Sinner.
Momen yang sama, lahirnya juara baru dalam dua turnamen Masters beruntun, terakhir terjadi pada Indian Wells dan Miami Masters 2018 yang diraih Juan Martin Del Potro dan John Isner. Selebihnya, trofi juara lebih banyak didapat “Big Three”, yaitu Djokovic dengan 36 gelar, Nadal (35), dan Federer (28).
Gelar juara Monte Carlo Masters diraih Tsitsipas pada final ketiga di ajang Masters 1000. Dia gagal dalam final Montreal Masters 2018 (kalah dari Rafae Nadal) dan Madrid Masters 2019 (kalah dari Novak Djokovic).
Momen membawa pulang trofi juara Masters akhirnya terjadi setelah dirinya lima tahun berkarier di arena tenis profesional. Gelar tersebut membuktikan petenis Yunani itu tak hanya tangguh di lapangan keras. Ini menjadi gelar kedua Tsitsipas di lapangan tanah liat dari total enam gelar juara.
Tsitsipas mengatakan, kunci kemenangan di final kali ini adalah mengilangkan tekanan akibat kekalahan di final Montreal dan Madrid. “Saya memang sangat menginginkan gelar juara, tetapi tidak menjadikan itu sebagai tekanan,” katanya.
Petenis peringkat kelima dunia itu pun bisa menghilangkan ketegangan yang dirasakan di awal laga, karena Rublev selalu memberi perlawanan ketat setiap kali mereka bertemu. Dari enam pertemuan sebelumnya, kedua petenis berbagi tiga kemenangan.
“Andrey adalah petenis yang sangat bagus. Namun, saya mengingatkan diri sendiri, ini adalah pertandingan penting. Saya pun bisa mengatasi tekanan itu dengan baik,” katanya.
Luar biasa. Ini momen emosional bagi saya. Sangat menyenangkan bisa mencapai posisi seperti ini. Saya puas dengan penampilan hari ini dan merasa semakin baik di tanah liat.
Meski dilatih secara resmi oleh ayahnya, Tsitsipas menjalani latihan di dua tempat, Yunani dan Perancis, yaitu di Akademi Patrick Mouratoglou, milik pelatih Serena Williams, sejak 2015. Perkembangan kemampuannya di lapangan tanah liat terbantu oleh sosok lain, yaitu Gustavo Kuerten yang menjadi mentornya. Mantan petenis nomor satu dunia asal Brasil itu adalah juara Grand Slam Perancis Terbuka 1997, 2000, dan 2001.
“Saya selalu berkomunikasi dengan Gustavo dan dia sangat membantu. Saya memang berharap dia bisa selalu mendampingi saya, tetapi komunikasi yang kami lakukan saat ini pun sudah sangat membantu,” katanya.
Program “Next Gen”
Tsitsipas dan Rublev adalah alumni ATP Next Gen, program ATP untuk mengembangkan potensi petenis berusia 21 tahun ke bawah. Salah satu wujud program tersebut adalah turnamen Final ATP Next Gen, turnamen akhir musim yang diikuti delapan petenis muda terbaik, sejak 2017. Rublev menjadi finalis pada 2017, sedangkan Tsitsipas juara Final ATP Next Gen 2018. Setahun kemudian, dia “naik kelas’ dengan merebut juara turnamen akhir musim, Final ATP 2019.
Dua pekan lalu, di Miami Masters, Rublev sebenarnya mendapat kesempatan juara. Peluang itu semakin besar ketika Rublev lolos ke semifinal di kala para kompetitor beratnya, yaitu Tsitsipas, Daniil Medvedev, dan Alexander Zverev, tersingkir lebih awal. Namun, penampilannya mencapai antiklimaks ketika berhadapan dengan Hurkacz pada semifinal. Hurkacz, yang berada di “luar radar” pun juara.
Rublev pun belajar dari penampilan di Miami, terutama dari kekalahan di semifinal. “Saya kalah karena terlalu emosi. Saya berusaha memperbaiki itu hingga bisa memperoleh hasil yang lebih baik di sini,” komentar petenis Rusia itu.
Keberhasilan Rublev mengontrol emosinya itu menghasilkan kemenangan penting di monte Carlo, seperti atas Roberto Bautista Agut dalam laga ketat babak ketiga. Petenis berusia 23 tahun itu juga mendapat kemenangan besar dalam kariernya, ketika mengalahkan Nadal pada perempat final.
Namun, Rublev yang telah mengumpulkan delapan gelar juara, lima di antaranya pada 2020, kembali harus menanti kembali untuk menjadi yang terbaik di ajang besar karena dihentikan Tsiptsipas di final. (AFP)