Jorge Martin memanaskan persaingan ”rookie” setelah meraih posisi start terdepan serta podium pada MotoGP seri Doha, pekan lalu. Martin akan lebih sengit bersaing dengan Enea Bastianini dan Luca Marini dalam tur Eropa.
Oleh
AGUNG SETYAHADI
·5 menit baca
BARCELONA, SENIN — Akhir pekan ini, MotoGP akan menyambut kembalinya Marc Marquez setelah sembilan bulan memulihkan cedera humerus kanan. Marquez akan menjadi sorotan utama, bak kembalinya seorang raja. Namun, MotoGP berlimpah daya tarik, termasuk persaingan para pebalap debutan, Jorge Martin, Enea Bastianini, dan Luca Marini. Martin pekan lalu mengulang pencapaian Marquez dengan meraih pole position pertamanya di MotoGP pada balapan kedua.
Martin menjadi pebalap yang sangat berbeda dibandingkan pada balapan pertamanya di MotoGP, sepekan sebelumnya, saat dia start di posisi 14 dan finis balapan di urutan ke-15. Pada seri Qatar itu, Bastianini tampil lebih baik dengan start dari posisi ke-13 dan finis balapan di posisi ke-10. Pada seri kedua, masih di Sirkuit Losail, Martin seperti menemukan tombol ajaib untuk membuat dirinya bisa memaksimalkan potensi Ducati Desmosedici GP21. Pebalap tim Pramac Racing itu meraih pole position, memimpin 18 lap dari 22 putaran saat balapan, dan naik podium di posisi ketiga.
Ini pencapaian yang mengesankan karena juara Moto3 2018 itu mampu mengungguli para pebalap yang jauh lebih berpengalaman, termasuk juara bertahan Joan Mir. Pebalap tim Suzuki Ecstar itu start di urutan ke-9 dan finis balapan di posisi ke-7. Dia bahkan membuat sulit rekan setimnya, Johann Zarco, pebalap tercepat Ducati yang kini memimpin klasemen dengan 40 poin. Zarco baru mendahului Martin pada lap terakhir untuk finis kedua.
”Semua bisa terjadi dalam balapan. Anda bisa menang atau bisa seperti saat saya (finis) ke-15. Saya tidak menduga berada di posisi start terdepan dan podium pada balapan kedua, (tetapi) target saya tetap, berada di sepuluh besar,” ujar Martin.
”Kini kami menuju (Portimao), sirkuit yang sangat jarang saya gunakan. Saya perlu memahami motor, saya perlu memahami banyak hal. Saat ini, berada di sepuluh besar cukup bagus bagi saya. Mungkin setelah tujuh balapan di tengah musim, target saya akan sedikit lebih tinggi,” ungkap pebalap asal Spanyol itu, seperti dikutip Motorsport.
Menuju Portimao
Sirkuit Portimao di Portugal akan menjadi lokasi balapan ketiga MotoGP, Minggu (18/4/2021). Sirkuit yang naik turun mengikuti kontur lahan itu sangat menantang karena banyak titik buta sehingga pebalap tidak bisa melihat trek di depannya. Portimao baru pertama kali dipakai untuk menggelar MotoGP musim lalu. Saat itu, Martin, Bastianini, dan Marini masih bersaing di Moto2. Musim lalu di Portimao, Marini finis kedua, Bastianini kelima, dan Martin keenam. Akhir pekan ini, hasil dengan motor MotoGP bisa berbeda.
Martin, Bastianini, dan Marini hanya punya waktu enam hari untuk beradaptasi dengan motor MotoGP. Mereka sama-sama menggunakan motor Ducati, tetapi Martin menggunakan Desmosedici GP21 spesifikasi pabrikan, sama dengan yang dipakai oleh Zarco dan dua pebalap tim pabrikan Ducati, Jack Miller serta Francesco Bagnaia. Sementara Bastianini dan Marini yang membela Esponsorama Racing menggunakan Desmosedici GP19.
Namun, Bastianini tetap kompetitif menunggang motor 2019 dengan bersaing di papan tengah. Juara Moto2 2020 itu finis di posisi je-10 dan ke-11 dalam dua balapan di Losail. Pada balapan kedua, dia naik delapan posisi dari posisi start ke-19. Ini menunjukkan proses adaptasi yang meyakinkan bagi pebalap debutan. Adapun Marini belum menemukan ”klik” dan hanya mampu finis ke-16 dan ke-18 di Qatar. Adik Valentino Rossi itu masih terus mencari limit pengendalian motor, terutama saat menikung.
Martin bisa meraih pole position karena mulai menemukan limit pengendalian GP21, terutama saat menikung. Dia mengaku mengambil risiko besar dengan menikung dalam kecepatan tinggi karena motor sangat rawan tergelincir. Ia bahkan mengatakan tidak yakin apakah akan bisa lolos dari tikungan berikutnya karena berada dalam batas pengendalian motor.
Bastianini mampu naik delapan peringkat pada balapan kedua karena dia melakukan start yang sangat bagus. Dia juga mulai bisa mengelola ban belakang supaya tidak cepat aus sehingga waktu satu putarannya tidak merosot tajam di lap-lap akhir. Pebalap asal Italia itu menyesuikan gaya membalapnya setelah melihat data dari sesi latihan yang bagus, tetapi kehilangan kecepatan saat kualifikasi.
Kini kami menuju Portimao, sirkuit yang sangat jarang saya gunakan. Saya perlu memahami motor, saya perlu memahami banyak hal. Saat ini, berada di sepuluh besar cukup bagus bagi saya.
”Saat melihat daya, saya memahami bahwa daya cengkeram (ban) berubah. Saya terlalu banyak menginjak rem belakang, dalam balapan saya mulai mengurangi penggunaan rem belakang dan merasakan keuntungannya. Kapan pun saya menginjak rem, motor bergerak dan membuat saya keluar trek. Saya perlu membenahi setelan motor, juga gaya membalap saya,” ujar Bastianini.
Dia optimistis bisa lebih cepat seiring jumlah balapan yang dijalani dan bersaing untuk meriah podium. Kecepatannya memang terus meningkat. Pada balapan pertama selisih waktunya dengan pebalap terdepan, Maverick Vinales, 9,288 detik. Adapun pada seri kedua, dia terpaut 5,550 detik dari pemenang balapan, Fabio Quartararo.
”Jika saya mendapat hasil kualifikasi yang jauh lebih baik, saya yakin saya bisa bersaing dengan pebalap terdepan,” ujarnya optimitis, dikutip Crash.
Adaptasi
Memangkas selisih waktu dengan para pebalap papan atas menjadi fokus para pebalap debutan. Kemajuan pesat diraih oleh Martin sejak tes pramusim. Dia mampu cepat beradaptasi dengan motor karena berpengalaman berganti sasis saat di Moto2.
”Sejak tes pertama, saya merasa cukup oke dengan Ducati. Saya belum kompetitif, tetapi setiap hari saya bisa semakin cepat. Mulai dari 1,2; kemudian 1,0; kemudian 0,9; dan sekarang saya di podium,” ucap Martin.
”Ducati adalah motor terbaik yang pernah saya kendarai karena Anda bisa memacu dengan sangat kencang! Anda bisa menikung dengan kencang. Saya sangat menikmati momen ini. Saya menikmati membalap dengan motor ini,” ungkap pebalap berusia 23 tahun itu.
Dengan motor spesifikasi pabrikan termutakhir, Martin mengaku tidak perlu melakukan banyak perubahan pada motor. Dia hanya perlu membiasakan diri dan memahami motor untuk mengeluarkan potensi terbaik Desmosedici.
”Saya pikir faktor utama menjadi sedikit lebih nyaman dengan Ducati dalam waktu yang sangat singkat itu adalah, saat di Moto2, saya mencoba tujuh rangka dalam empat balapan. Bagi rookie di Moto2, mencoba bergitu banyak motor berbeda membuat tahun pertama saya sedikit sulit. Sangat sulit untuk memahami setiap langkah yang dilakukan oleh pabrikan dalam tahun itu,” ujar Martin.
”Bersama Ducati, sebagai seorang rookie, hanya perlu menjalani banyak putaran, berusaha memahami motor, dan terbiasa dengan motor. Tidak berusaha membuat motor sesuai dengan gaya membalap Anda, paling tidak pada permulaan,” lanjutnya.
”Saat kami sedikit mengembangkan motor, juga gaya membalap saya, kami perlu menempatkan keduanya dalam garis yang sama, tetapi saat ini motor berfungsi dengan baik dan itulah yang membuat saya merasa nyaman,” pungkas Martin, yang pekan lalu mengungguli para pebalap tim pabrikan Ducati.