IBL tidak kehilangan tingkat kompetitif tinggi meski tanpa pemain asing. Justru persaingan lebih menarik karena peta kekuatan tim yang mulai seimbang.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS —IBL 2021 sempat dikhawatirkan kurang kompetitif karena absennya pemain asing. Namun, hal itu tidak terbukti setidaknya hingga dua seri atau separuh musim. Tim-tim IBL bertarung sengit dan saling mengalahkan dengan bakat-bakat lokal terbaik mereka.
Seri kedua IBL, 16-23 Maret, baru saja berakhir. Pada hari terakhir, Selasa (23/3/2021), Pelita Jaya Jakarta menelan kekalahan pertama, sedangkan Pacific Caesar Surabaya merasakan manis kemenangan perdana. Hasil ini membuat tidak ada lagi tim yang belum menang ataupun kalah pada pertengahan musim.
Selain saling mengalahkan, laga-laga IBL musim ini juga berlangsung sengit. Faktanya, setiap satu dari tiga pertandingan selalu berakhir dengan selisih tidak lebih dari lima poin. Artinya, pemenang laga tersebut ditentukan pada detik-detik terakhir laga.
Kekhawatiran akibat absennya pemain asing pun berakhir. Persentase jumlah pertandingan ketat musim ini, dengan selisih lima poin, ternyata sama dengan musim lalu sekitar 33,3 persen. Bahkan, persentase tersebut melampaui tiga musim pada era pemain asing 2017-2019.
Sengitnya pertarungan mungkin bisa digambarkan dalam saat Satya Wacana mengalahkan Amartha Hangtuah, 104-99, Minggu (21/3/2021). Saking sengitnya, laga sampai membutuhkan tiga kali babak tambahan waktu (overtime), yang pertama kali terjadi sejak 2014. Drama tiga kali overtime itu tidak pernah terjadi dalam era invasi pemain asing.
Pelatih Satya Wacana, Efri Meldi, menilai, musim ini memang sangat ketat. ”Persaingan ketat karena kualitas tim merata dengan pemain-pemain lokal. Pemainnya menyebar sehingga banyak game yang kemenangannya ditentukan beberapa detik terakhir,” katanya, saat dihubungi Rabu (24/3/2021).
Meldi merasakan dua kali laga sengit dalam sepekan terakhir. Dua hari sebelum bertemu Hangtuah, Satya Wacana juga bertarung ketat menghadapi Indonesia Patriots. Laga itu gagal dimenangi meski mereka sempat unggul dalam waktu kurang dari 10 detik.
”Seusai melawan Patriots kemarin saya sampai tidak bisa tidur. Kalau menang, tim saya sudah mengoleksi 4 kemenangan. Sebaliknya, melawan Hangtuah, saya kira sudah kalah karena tertinggal 7 poin, justru bisa menang. Itu bisa menggambarkan kompetisi musim ini, setiap detik sangat berharga. Apa pun bisa terjadi,” ucapnya.
Peta persaingan bergeser karena kepindahan pemain pada pramusim. Salah satunya adalah eksodus pemain juara IBL 2019 Stapac Jakarta. Akibat Stapac dibubarkan, pemain bintang mereka tersebar ke separuh tim peserta liga. Abraham Damar Grahita ke Prawira Bandung, Rizky Efendy ke NSH Timika, Oki Wira ke Hangtuah, dan Mei Joni ke tim debutan West Bandits Solo.
”Perputaran pemain lebih terbuka dengan mundurnya Stapac. Pemain Stapac yang terkenal punya kualitas dan aura juara bisa masuk ke tim-tim yang tidak banyak pemain bagus. Jadi, lebih tersebar dan lebih kompetitif,” ucap pelatih NSH Timika, AF Rinaldo.
Menurut Inal, kompetisi pun jauh lebih sengit dibandingkan dengan lima musim lalu ketika seluruh tim tidak memakai pemain asing. ”Biasanya persaingan hanya papan atas dan papan bawah. Sekarang lebih terbuka. Bukan tidak mungkin tim besar dikalahkan,” ujarnya.
Naturalisasi
Sementara itu, kehadiran dua pemain lokal naturalisasi, Jamarr Andre Johnson ke Louvre Surabaya dan Ebrahim Enguio Lopez ke NSH Timika, juga memberikan daya saing lebih. Tim kelas menengah yang mereka perkuat menjadi lebih diperhitungkan.
Persaingan ketat karena kualitas tim merata dengan pemain-pemain lokal. Pemainnya menyebar sehingga banyak game yang kemenangannya ditentukan beberapa detik terakhir.
Berkat pergeseran tersebut, Louvre dan Prawira ternyata bisa naik kelas dengan rekrutan terbarunya. Kedua tim ini sekarang berada di papan atas divisi masing-masing. Mereka bisa bersaing dengan kekuatan tradisional liga, Pelita Jaya dan Satria Muda.
Jamarr sudah merasakan bermain di IBL sejak 2016. Dia menilai persaingan musim ini agak berbeda. Kini lebih banyak tim yang punya kans memperebutkan gelar mulai dari Prawira, Bima Perkasa, hingga Bali United.
Menurut Jamarr, kebangkitan tim menengah tidak terlepas dari kondisi musim spesial IBL. Mereka harus bermain 16 kali dalam 32 hari dalam gelembung Cisarua. Faktor persiapan tim dari segi fisik dan mental akan sangat menentukan.
Apalagi, para pemain sudah tidak berkompetisi selama setahun penuh. Semuanya membawa motivasi lebih ke dalam gelembung. ”Tim-tim selalu berjuang sampai akhir pertandingan,” kata Jamarr.
Bagi Abraham, liga semakin kompetitif karena pengaruh pemain asing selama beberapa tahun terakhir. Pemain asing membuat para pemain lokal banyak belajar tentang permainan yang lebih cepat dan keras.
Pebasket lokal pun sudah terbiasa menghadapi level permainan terbaik lawan-lawannya. ”Sekarang itu akurasi lemparan pemain lebih baik. Pemain lebih pintar. Keberadaan pemain asing sebelum ini mengangkat tim secara keseluruhan,” ucap Most Valuable Player IBL 2020 tersebut.