Perubahan status mantan pevoli nasional Aprilia Manganang dari perempuan menjadi laki-laki tidak memengaruhi prestasinya selama menjadi atlet. Itu adalah bukti penghargaan atas jerih payah Aprilia selama ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perubahan status mantan pevoli nasional Aprilia Manganang dari perempuan menjadi laki-laki setelah operasi korektif akibat kelainan hipospadia tidak akan berpengaruh pada prestasi yang diraihnya selama 2011-2020. Itu adalah bukti penghargaan atas jerih payah Aprilia selama ini. Bahkan, Pengurus Pusat Persatuan Voli Seluruh Indonesia (PP PBVSI) siap memberikan pembelaan kalau ada negara lain yang protes.
”Seluruh waktu dan prestasi Aprilia selama ikut Proliga, tidak kita cabut. Karena ini bukan kesengajaan. Ini faktor alami sejak lahir dan Aprilia tidak tahu bahwa dirinya mengalami kelainan itu. Maka itu, semua yang telah diraihnya kemarin tidak kita cabut, itu tetap hak Aprilia. Kita kasih penghargaan setinggi-tingginya buat Aprilia karena sudah memberikan banyak kontribusi untuk bola voli Indonesia di level nasional dan internasional,” ujar Hanny S Surkatty, Ketua III Bidang Kompetisi dan Pertandingan PP PBVSI sekaligus Direktur Proliga dalam konferensi pers daring, Kamis (11/3/2021).
Aprilia memulai karir di dunia voli profesional Indonesia saat memperkuat tim putri Alko Indramayu pada 2011-2012. Atlet kelahiran Tahuna, Sulawesi Utara, 27 April 1992 itu mencapai puncak karir ketika membela tim putri Jakarta Elektrik PLN dengan raihan gelar juara musim 2015, 2016, dan 2017.
Aprilia pun sempat membawa tim putri Jakarta PGN Popsivo Polwan juara musim 2019. Berkat penampilan apik di pentas nasional, dirinya sempat dipinjam oleh klub voli putri Liga Voli Thailand Generali Supreme Chonburi E Tech pada 2019 dan membawa timnya juara musim tersebut.
Tak hanya secara tim, Aprilia juga mengukir prestasi individu. Atlet berusia 28 tahun itu sempat meraih gelar pemain terbaik atau MVP Proliga musim 2016, 2017, dan 2019, pencetak skor terbaik Proliga musim 2015 dan 2017, serta MVP Liga Voli Thailand musim 2019.
Hanny mengatakan, sejak awal ikut Proliga, pihaknya sudah melakukan pengecekan bahwa Aprilia merupakan perempuan. Itu didukung oleh bukti akte kelahiran, kartu keluarga, kartu tanda pengenal, hingga paspor yang menyatakan dirinya berkelamin perempuan.
”Kita memeriksa dokumen atlet sewaktu mau ikut kejuaraan, seperti Proliga. Dan, tidak ada masalah dengan Aprilia saat itu, dia sah sebagai perempuan. Setelah 2020, atau mungkin setelah dunia kedokteran semakin canggih ternyata menemukan fakta bahwa Aprilia adalah laki-laki. Kami menghormati keputusan tersebut,” katanya.
Antisipasi protes
Karena prestasi level klub, Aprilia turut menjadi tulang punggung di timnas voli putri Indonesia. Dia ikut membawa timnas putri meraih perunggu SEA Games 2015 Singapura dan perak SEA Games 2017 Malaysia. Atlet bertinggi 170 sentimeter itu menjadi pilar inti timnas putri yang duduk di peringkat ketujuh dari 11 peserta Asian Games 2018 Jakarta-Palembang.
Hanny menuturkan, kasus Aprilia kemungkinan besar kasus pertama di dunia voli Indonesia maupun Asia Tenggara. Sejauh ini, belum ada protes dari negara luar mengenai perubahan status Aprilia dari perempuan menjadi laki-laki tersebut.
Jelang laga babak penyisihan grup SEA Games 2015, tim putri Filipina memang sempat mempertanyakan jenis kelamin Aprilia dan memprotes pantia. Namun, protes itu ditolak dan spiker timnas itu tetap diizinkan bermain.
Di SEA Games 2015, sempat ada protes dari Filipina. Tapi, setelah diperiksa oleh dokter panitia dan didampingi tim medis Indonesia, hasilnya Aprilia bisa main sebagai putri. Bahkan, Aprilia masuk Korps Wanita Angkatan Darat pada 2016 dan sempat main di tim putri Liga Thailand pada 2019, itu juga tidak ada masalah.
”Di SEA Games 2015, sempat ada protes dari Filipina. Tapi, setelah diperiksa oleh dokter panitia dan didampingi tim medis Indonesia, hasilnya Aprilia bisa main sebagai putri. Bahkan, Aprilia masuk Korps Wanita Angkatan Darat pada 2016 dan sempat main di tim putri Liga Thailand pada 2019, itu juga tidak ada masalah. Artinya, semuanya yakin waktu itu Aprilia merupakan perempuan,” tuturnya.
Hanny menyampaikan, kalau memang ada tuntutan dari dunia internasional, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan Federasi Olimpiade Asia Tenggara (SEAGF). Mereka akan melakukan pembelaan untuk Aprilia bahwa ini situasi di luar perkiraan.
”Sekali lagi, ini bukan kesengajaan. Beda kalau kami menyembunyikan status Aprilia, misal dia sudah dinyatakan laki-laki tapi dibilang perempuan. Namun, kami akan ikuti dulu perkembangan yang ada. Kami tidak mau berandai-andai,” tegas Hanny.
Menghormati perubahan
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali pun menghormati perubahan status yang dialami Aprilia. Itu dinilai murni fenomena medis atau bukan dibuat-buat. ”Jadi, apa pun yang pernah diterima Aprilia sebelumnya tidak masalah,” ujarnya.
Ketua KOI Raja Sapta Oktohari justru mengajak masyarakat menghargai semua jerih payah Aprilia sewaktu menjadi atlet perempuan. Terlepas dari perubahan status sekarang, dahulu Aprilia berlatih berdarah-darah untuk mendapatkan semua prestasi yang diraihnya tersebut.
”Semestinya, jangan membahas soal apakah medali yang pernah Aprilia dapat akan ditarik atau tidak setelah ada perubahan status tersebut. Kita harus menghormati keputusan Aprilia. Toh, Aprilia tidak mudah pula mendapatkan semua prestasi itu. Dia berlatih keras untuk meraihnya.,” terang Okto.
Dalam berita Kompas, Rabu (10/3), Aprilia telah menjalani satu kali operasi korektif akibat kelainan hipospadia yang dialami sejak lahir. Dia akan menjalani satu kali lagi operasi tersebut di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.
Aprilia telah merasakan kelainan sistem reproduksi sejak duduk di bangku sekolah dasar di Tahuna. Namun, keterbatasan biaya mengakibatkan keluarga tak kunjung memeriksakan kondisi kesehatannya. Kesempatan pemeriksaan kesehatan datang tatkala Aprilia berdinas di Manado, Sulawesi Utara.
Karena pemeriksaan di Manado kurang maksimal, KSAD Jenderal Andika Perkasa memutuskan agar Aprilia diperiksa di Jakarta. Dalam pemeriksaan urologi, dokter menemukan bahwa Aprilia memiliki organ kelamin laki-laki. Sementara pemeriksaan hormonal menunjukkan dominan hormon testosteron yang identik sebagai hormon pria. Demikian pemeriksaan radiologi menunjukkan hal yang sama.
Dari pemeriksaan yang dilakukan 3 Februari 2021 tersebut, tim dokter berkesimpulan bahwa Aprilia mengalami kelainan hipospadia. Ia harus menjalani dua kali operasi korektif untuk menyembukan kelainan yang dialami sejak lahir. ”Terima kasih Bapak KSAD dan dokter yang sudah membantu saya. Keinginan saya akhirnya tahun ini tercapai,” ucap Aprilia.
KSAD Andika menegaskan, berdasakan pemeriksaan tim dokter, Aprilia tidak masuk kategori transjender dan interseks. Tim dokter tidak melakukan operasi pergantian jenis kelamin, tetapi hanya melakukan operasi hipospadia atau operasi guna membentuk atau memperpanjang uretra, mendapatkan kondisi penis yang lurus, dan membuat lubang uretra di ujung penis dengan ukuran yang sesuai.