Barcelona Tersingkir, Sinyal Akhir Era Messi-Ronaldo
Barcelona terhenti pada babak 16 besar Liga Champions Eropa untuk pertama kali sejak musim 2006-2007. Kegagalan Barca itu melengkapi terciptanya anomali, yaitu absennya Messi dan Ronaldo di perempat final.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
PARIS, KAMIS — Untuk pertama kali sejak musim 2004-2005, babak perempat final Liga Champions Eropa tidak akan menghadirkan tim yang diperkuat Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo. Kontribusi Messi, yang hanya mampu mencetak satu gol ke gawang Paris Saint-Germain dalam laga kedua babak 16 besar Liga Champions, Kamis (11/3/2021) dini hari WIB, di Stadion Parc des Princes, tidak cukup untuk mempertahankan tren Barcelona yang selalu lolos dari babak perdelapan final dalam 14 musim terakhir.
Sejak musim 2004-2005, minimal salah satu dari dua pemain berjuluk G.O.A.T (the greatest of all time) itu selalu tampil di babak delapan besar Liga Champions. Dalam periode itu, Messi hanya vakum pada musim 2006-2007, sedangkan Ronaldo, yang membela tiga tim berbeda, terhenti di babak 16 besar pada musim 2005-2006, 2009-2010, dan 2019-2020.
Messi tentu amat kecewa dari kegagalannya membalikkan ketertinggalan 1-4 dari PSG. Pasalnya, untuk pertama kali pada masa puncak kariernya, ia gagal membawa Barca menembus babak perempat final kompetisi antarklub paling terkemuka di Eropa itu. Terakhir kali Messi gagal membantu Barca lolos dari babak 16 besar adalah pada musim 2006-2007. Kala itu, pemain bernomor punggung 10 itu masih berusia 20 tahun.
Messi gagal mencetak gol dari titik putih pada akhir babak pertama. Sepakan Messi itu mampu ditepis kiper PSG, Keylor Navas. Alhasil, laga itu berakhir dengan skor 1-1 sehingga Barca kalah agregat 2-5.
Kegagagalan Messi itu seakan mengikuti jejak Ronaldo yang sehari sebelumnya juga gagal membantu Juventus menyingkirkan Porto. Ronaldo gagal mencetak satu gol pun pada dua laga Juve menghadapi Porto. ”Si Nyonya Besar” pun tersingkir setelah kalah gol tandang dalam dua laga yang berakhir dengan skor agregat 4-4 itu.
Melihat keduanya tumbang pada babak 16 besar seakan mengonfirmasi mulai menurunnya pengaruh kedua megabintang sepak bola itu. Seperti diketahui, dalam 16 musim terakhir, keduanya secara akumulasi meraih sembilan trofi ”Si Kuping Besar”. Ronaldo mendapatkan lima gelar bersama Manchester United dan Real Madrid, sedangkan Messi mempersembahkan empat trofi untuk Barcelona.
Selain itu, Ronaldo dan Messi menduduki dua daftar teratas pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Liga Champions. Ronaldo telah menciptakan 134 gol, adapun Messi 120 gol. Tidak ada pemain lain yang mampu mencetak lebih dari 100 gol di Liga Champions.
Menjadi beban
Jonathan Wilson, kolomnis The Guardian, menilai, Messi dan Ronaldo menghadirkan beban secara taktikal kepada pelatih kedua klub. Keberadaan mereka mempersulit pelatihnya masing-masing untuk memaksimalkan peran pemain muda dan kolektivitas kedua tim. Messi dan Ronaldo masih menjadi pusat dari permainan Barca serta Juve.
”Mereka memang mampu menjaga level permainan tertinggi hingga saat ini. Namun, mereka tidak memiliki lagi dampak besar bagi prestasi tim dan justru menghambat gaya permainan efektif bagi Barca dan Juve. Selain itu, dengan gaji tinggi, mereka menjadi beban finansial bagi klub di masa pandemi Covid-19 ini,” tulis Wilson.
Kegagalan Barca menembus babak delapan besar tidak lepas dari penampilan gemilang kiper PSG, Keylor Navas. Kiper yang membantu Real Madrid meraih tiga gelar Liga Champions itu melakukan sembilan penyelamatan dari 10 tembakan mengarah ke gawang yang dilancarkan Barca. Dari 9 tembakan itu, 3 tembakan di antaranya diciptakan Messi, termasuk dari penalti.
Menurut Navas, Barca menampilkan tekanan yang amat menyulitkan timnya berkembang. Meski begitu, lanjutnya, skuad PSG memiliki motivasi dan semangat juang yang tinggi sehingga tidak kenal lelah menghadapi gempuran lini serang Barca.
”Saya sangat senang karena bisa melalui laga sulit ini dengan hasil positif. Setelah memastikan melaju ke babak delapan besar, kami sangat termotivasi untuk meningkatkan permainan pada babak selanjutnya,” ujar Navas kepada UEFA.
[embed]https://youtu.be/MOQjeXaaCV8[/embed]
Peran krusial Navas
Kapten PSG, Marquinhos, mengakui peran Navas amat krusial bagi lolosnya tim bejuluk ”Les Parisiens” itu ke babak delapan besar. ”Dalam sebuah pertandingan penting, kami harus mampu mengatasi berbagai tekanan. Pada laga kedua ini, kami bisa meredam tekanan lawan berkat bantuan kiper luar biasa kami yang menghadirkan perbedaan,” kata Marquinhos dilansir Le Parisien.
Mereka (Messi dan Ronaldo) tidak memiliki lagi dampak besar bagi prestasi tim dan justru menghambat gaya permainan efektif bagi Barca dan Juve, belum lagi soal beban gaji.
Berkat penampilan luar biasa itu, UEFA pun menganugerahi Navas sebagai pemain terbaik dalam laga yang berlangsung di Parc des Princes, Paris, itu.
”Kiper (PSG) menjaga gawang dari kemasukan yang lebih banyak. Sebuah penyelamatan penalti sebelum turun minum membuat jalannya laga menjadi berbeda,” kata Corinne Diacre, pengamat teknikal UEFA.
Untuk lolos ke babak delapan besar, Barca sesungguhnya telah tampil maksimal. Barca menekan PSG secara intens, bahkan lebih banyak memainkan bola di zona pertahanan PSG. Hal itu terlihat dari statistik penguasaan bola Barca yang mencapai 73 persen. Adapun penguasaan bola tuan rumah hanya 27 persen.
Barca pun mencatatkan 10 tembakan tepat sasaran dari 21 tembakan yang dihasilkan. Sementara itu, PSG hanya melakukan tiga tembakan mengarah ke gawang dari tujuh percobaan tembakan.
”Kami telah mengambil risiko, menekan mereka dan menciptakan banyak peluang. Namun, kami gagal memanfaatkan keuntungan itu. Skor 1-1 pada akhir babak pertama membuat laga semakin sulit bagi kami” ujar Pelatih Barca Ronald Koeman, seperti dikutip Marca.