“Kuda Hitam” Bernomor 36
Joan Mir seolah muncul dari antah berantah, karena potensinya tersamar saat musim debutnya pada 2019 akibat cedera. Namun, pebalap bernomor 36 itu kini jadi “kuda hitam” yang tinggal selangkah dari gelar juara MotoGP.
VALENCIA, SENIN - Debut Joan Mir di MotoGP pada 2019 dikacaukan oleh cedera. Pebalap rookie tim Suzuki Ecstar itu pun tidak menyelesaikan balapan di Ceko, serta absen pada seri Austria dan Inggris Raya. Tujuh seri terakhir dia jalani sembari berjuang memulihkan kondisi fisik. Namun, Mir memanfaatkan musim pertamanya di MotoGP itu untuk beradaptasi dengan motor, iklim persaingan, serta membangun harmoni dengan anggota timnya.
Sebagai rookie, Mir sebenarnya tidak tampil buruk, karena dia mampu finis di posisi ke-12. Namun, potensinya tersamar dalam bayang-bayang Fabio Quartararo, rookie tim Petronas SRT Yamaha, yang finis keempat. Quartararo tujuh kali meraih podium, dan Mir belum pernah merasakan sensasi podium MotoGP.
Namun, juara Moto3 pada 2017 itu memiliki target lain di musim pertamanya, yaitu adaptasi. Dia fokus menjadikan musim pertama untuk menggali potensi diri, mengupas kemampuan GSX-RR, serta mengeksplorasi keilmuan anggota tim yang dipimpin oleh Frankie Carchedi. Mir membangun relasi dengan Carchedi, juga dengan analis telemetri, dan tim mekanik, yang menjadi bekal krusial untuk musim keduanya.
Baca juga: Mir Menjemput Mahkota Juara
Mir mulai menunjukan potensinya saat sesi uji coba resmi jelang musim 2020 di Sirkuit Losail, Qatar. Dia menjadi salah satu pebalap yang memiliki pace bagus selain rekan setimnya Alex Rins, dan pebalap Monster Energy Yamaha Maverick Vinales. Namun, Mir tidak pernah masuk hitungan juara MotoGP 2020. Favorit utama masih pebalap Repsol Honda Marc Marquez meski belum pulih dari cedera, Vinales, Rins, pebalap veteran Ducati Andrea Dovizioso, dan Quartararo.
Awal musim 2020 ini juga tidak meyakinkan bagi Mir yang dua kali gagal finis pada tiga seri pertama. Namun, sejak meraih podium pertamanya di MotoGP pada seri keempat di Austria, Mir perlahan namun pasti berubah menjadi ”kuda hitam”. Dalam delapan seri berikutnya, dia menjadi pebalap paling konsisten dengan finis di posisi 4, 3, 2, 2, 11, 3, 3, 1. Perolehan 128 poin dari delapan seri itu menempatkan Mir dalam posisi sangat kuat untuk menjadi juara MotoGP musim pandemi ini dengan total 162 poin.
”Sekarang, lebih dari sebelumnya, kami harus benar-benar cerdik, karena punya keuntungan sangat bagus dalam hal poin. Tetapi ini belum berakhir. Kami dalam posisi yang bagus karena motor kami bekerja dengan baik,” ujar Mir, yang mampu memaksimalkan keunggulan GSX-RR dalam hal kestabilan saat ban mulai aus.
Selain dukungan motor, Mir juga punya mental kuat. Dia membuktikan itu dengan bangkit setelah dua kali tidak finis pada tiga seri pembuka. Kekuatan pikiran itu yang membuat Mir mampu mengelola tekanan dalam perburuan juara.
Baca juga: Aura Juara Menyelimuti Suzuki
”Kami menunjukan, tekanan bukan masalah besar. Jelas, kami mendapat tekanan. Kami bermain-main dengan hidup dan harus benar-benar fokus pada apa yang kami lakukan. Tetapi, ini pekerjaan kami dan untungnya saya tidak memiliki tekanan nyata, hanya tekanan yang bagus,” ungkap Mir.
”Karena tahun ini, jika saya memenangi (gelar juara) ini akan sangat bagus. Tetapi jika saya tidak menang, ini juga akan menjadi tahun yang bagus,” ungkap pebalap asal Spanyol itu.
”Tekanan sebenarnya ada pada mereka yang tidak bisa membayar sewa karena kondisi saat pandemi ini, mereka yang tidak bisa membawa pulang makanan. Sungguh, ketika saya mendengar pertanyaan tentang tekanan, saya berpikir tentang hal itu dan mengatakan, ‘saya tidak punya tekanan. Ini pekerjaan saya. Jadi saya memiliki privilese,” ujar Mir yang kini di ambang juara dunia.
Fokus Quartararo
Mir mengoptimalkan semua potensi untuk tampil konsisten, dan membuat Quartararo, favorit juara sebelumnya, tergusur dari puncak klasemen. Rookie terbaik musim lalu itu gagal mempertahankan performanya yang brilian di awal musim ini saat memenangi dua seri awal di Jerez. Pada 10 seri berikutnya, performa Quartararo naik turun dengan finis di posisi 7, 8, 13, gagal finis di San Marino, 4, 1, 9, 18, 8, dan 14 di seri Eropa akhir pekan lalu. Dari 10 seri itu, Quartararo hanya meraih 75 poin, sehingga kehilangan posisi teratas.
”Tahun ini, satu-satunya pebalap yang tampil sangat bagus dan konsisten adalah Joan. Itulah mengapa dia di posisi saat ini. Saya frustasi, secara umum ini musim berat bagi Yamaha,” tegas Quartararo kepada MotoGP, Minggu (8/11).
“Sekarang penting untuk finis di posisi sebaik mungkin, tetapi kami perlu mengubah banyak hal tahun depan, karena sepertinya tim pabrikan lain bekerja sedikit lebih baik dari tim pabrikan kami,” tegas pebalap asal Perancis itu.
“Mungkin sejumlah orang berpikir saya kehilangan motivasi karena saya kehilangan banyak poin (di seri Eropa), tetapi saya masih fokus sepenuhnya pada apa yang saya inginkan, yaitu berusaha finis di posisi tertinggi dalam kejuaraan,” ujar Quartararo, yang finis di posisi ke-14 setelah terjatuh pada lap kedua akhir pekan lalu di Valencia.
Quartararo kini di posisi kedua dengan 125 poin, sama dengan Rins di peringkat ketiga. Mereka terpaut 37 poin dari Mir, dan secara matematis masih berpeluang juara. Namun, menjegal Mir meraih gelar juara dengan dua balapan tersisa bukan perkara yang mudah. Mir hanya perlu menjaga keunggulan 26 poin pada seri ke-13 di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Minggu (15/11/2020). Dengan performa Mir yang sangat konsisten meraih podium, pebalap Spanyol berusia 23 tahun itu berpotensi mengunci gelar juara di Valencia akhir pekan ini.
Sekarang, lebih dari sebelumnya, kami harus benar-benar cerdik, karena punya keuntungan sangat bagus dalam hal poin. Tetapi ini belum berakhir.
Itulah yang membuat Quartararo berjuang keras membuang tekanan dengan tidak terlalu fokus pada gelar juara, dan menerima kondisi performa motor Yamaha 2020 spesifikasi pabrikan yang labil. “Kejuaraan belum berakhir tetapi bisa dikatakan kami focus pada hal lain saat ini, berusaha mengamankan posisi kedua,” tegasnya.
“Tentu, saya kalah dalam kejuaraan hari ini. Tetapi juga di Aragon 1, saat kami memiliki, saya tidak akan menyebut pertengkaran, tetapi kami hanya ingin mengawali balapan dengan tekanan ban depan lebih rendah. Tetapi, dengan protokol Yamaha mereka mengatakan tidak dan saya mendapat balapan terburuk dalam hidup saya di Aragon. Kami meraih poin nol ketika sebenarnya kami memiliki pace untuk bertarung meraih posisi 5-6,” tegas Quartararo saat finis ke-18 di Aragon 1, padahal start terdepan.
Quartararo kembali menjalani balapan yang buruk di Valencia 1, akhir pekan lalu. Dia hanya finis ke-14 dan meraih 2 poin, sedangkan Mir meraup 25 poin setelah meraih kemenangan pertama di MotoGP. “Ini sangat menyakitkan karena konsekuensi dari motor yang kami punya saat kami kesulitan,” ujarnya terkait motor 2020 spesifikasi pabrikan yang tidak sepenuhnya dia pahami.
“Motor berubah banyak dibandingkan tahun lalu dan saya tidak merasa motor menjadi milik saya,” tegas Quartararo.
Masalah Yamaha
Kendala teknis itulah yang membuat Quartararo sulit menjaga konsistensi. Dia bisa meraih podium saat motor bisa disetel dengan mudah sejak FP1, tetapi di sirkuit lainnya sulit menemukan setelan motor yang pas.
Hal yang sama dirasakan oleh Valentino Rossi yang keluar dari balapan di Valencia 1 pada lap 5 karena masalah elektronik. “Situasinya tidak mudah karena sepertinya kami tidak memahami sesuatu terkait ban. Ini mencengangkan karena pekan lalu Yamaha menang, dengan Franco (Morbidelli di Aragon 2), tetapi di sini di Valencia kami sangat kesulitan dengan daya cengkeram (ban),” tegas Rossi yang sudah pulih dari Covid-19 dikutip Crash.
Baca juga: Akhir Pekan Kelabu Pemacu M1
“Ini situasi yang sulit, juga dengan mesin karena kami memiliki masalah keandalan. Jadi ini bukan akhir pekan yang hebat. Mereka (para insinyur Yamaha) perlu berusaha mencari cara untuk lebih baik,” tegas pebalap berjuluk The Doctor itu.
“Saya pikir dan selalu saya katakan kepada mereka bahwa mesin adalah masalah besar bagi kami karena kami selalu yang paling lambat di trek lurus, tetapi pada saat yang sama kami memiliki masalah keandalan. Kami memiliki banyak masalah untuk mengakhiri musim ini dengan lima mesin. Jadi kami tidak memiliki performa dan juga kami tidak memiliki keandalan yang cukup,” tegas Rossi.
Dua masalah besar itu yang membuat Yamaha kehilangan kendali perburuan juara, bagi kategori pebalap maupun konstruktor. Suzuki kini memimpin konstruktor di atas Ducati dan Yamaha. Pebalap mereka, Mir, juga menjadi kandidat juara dunia berkat konsistensi perfoma yang didukung oleh motor GSX-RR yang stabil. Motor yang dikembangkan sejak Suzuki kembali ke MotoGP pada 2015 itu, kini menjadi motor yang sangat kompetitif.
Salah satu keunggulan GSX-RR dibandingkan pesaingnya adalah kemampuan untuk dipacu dengan stabil saat ban sudah aus. Suzuki mengembangkan motor mereka secara bertahap dengan fokus pada stabilitas serta kemudahan untuk dikendarai. Perubahan sasis serta setelan suspensi menjadi fokus awal yang kemudian disusul dengan peningkatan tenaga mesin untuk mengejar kecepatan puncak. Pengembangan itu berjalan sesuai rencana Suzuki juga berkat andil pebalap penguji mereka Sylvain Guintoli, yang peka dan jitu merinci kelemahan dan keunggulan GSX-RR.
Dengan fokus pada kestabilan motor itu, GSX-RR masih bisa dipacu dengan cepat saat ban sudah aus. Itulah mengapa para pebalap Suzuki, Mir dan Rins, beberapa kali mampu meraih podium meskipun start tidak dari baris terdepan. Mereka menyerang pada saat kecepatan lawan menurun karena ban sudah aus. Potensi GSX-RR itulah yang dimaksimalkan oleh Mir dan Rins, yang kini sama-sama berpeluang juara.
Secara matematis enam pebalap teratas masih berpeluang meraih gelar juara. Namun, Mir tetap menjadi favorit. Pebalap peringkat keempat, Vinales, juga masih memiliki peluang dengan 121 poin. Namun, pebalap tim pabrikan Yamaha itu menegaskan, juara sangat sulit, karena dia perlu meraih 45 poin dari maksimal 50 poin dalam dua balapan terakhir. Apalagi, Vinales seperti pebalap Yamaha lainnya, tidak konsisten musim ini. Dia hanya mencetak 38 poin dalan lima balapan terakhir, setelah dia menang pada seri Emilia Romagna.
“Ya, maksud saya, Mir harus melakukan kesalahan, dan kami perlu memenangi satu balapan dan di posisi kedua pada balapan lainnya. Jasi sudah pasti itu sangat sulit, jujur, saya tidak pernah memikirkan itu,” tegas Vinales.
“Masalah kami bukan pada kejuaraan, itu sepenuhnya hal lain. Saat ini kami tertinggal jauh dalam kecepatan, dan itu yang perlu kami benahi,” ungkap Vinales yang terpaksa menggunakan mesin keenam melebihi kuota lima mesin, sehingga dia start dari pit lane pada seri Eropa.
Vinales pun kini hanya bisa berharap musim depan Yamaha bisa lebih kompetitif, meskipun ada pembekuan pengembangan mesin pada 2021. “Semoga tahun depan ada empat atau lima trek di mana motor bisa fantastik, dan kami bisa berusaha memenangi sejumlah balapan,” pungkas Vinales yang sebelumnya menilai timnya beberapa kali membuang peluang juara karena kesalahan.