Thiem Akhirnya Membawa Pulang Trofi Juara Grand Slam
Kesempatan tampil di final Grand Slam keempat tidak disia-siakan oleh Dominic Thiem. Petenis Austria itu mengalahkan Alexander Zverev dan meraih Grand Slam pertamanya pada usia 27 tahun.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
NEW YORK, MINGGU — Setelah gagal dalam tiga final Grand Slam sejak Perancis Terbuka 2018, Dominic Thiem akhirnya merasakan menjadi juara turnamen tenis level tertinggi tersebut. Gelar itu didapat Thiem dari Amerika Serikat Terbuka setelah dia tertinggal dua set lebih dulu dalam final melawan Alexander Zverev.
Dalam final di Stadion Arthur Ashe, Flushing Meadows, New York Amerika Serikat, Minggu (13/9/2020) sore waktu setempat atau Senin dini hari WIB, Thiem menang 2-6, 4-6, 6-4, 6-4, 7-6 (8-6). Petenis Austria ini menjadi petenis pertama dalam era Terbuka yang menjuarai AS Terbuka setelah kehilangan dua set awal.
Petenis terakhir yang bisa membuat prestasi tersebut adalah Pancho Gonzalez pada 1949. Dalam final sesama petenis AS, Gonzalez mengalahkan Ted Schroeder, 16-18, 2-6, 6-1, 6-2, 6-4.
Di ajang Grand Slam lain, petenis yang bisa menjadi juara setelah tertinggal dua set pada final adalah Gaston Gaudio (Argentin) pada final Perancis Terbuka 2004. Melawan rekan senegaranya, Guillermo Coria, Gaudio menang 0-6, 3-6, 6-4, 6-1, 8-6.
Setelah bola dari backhand Zverev jatuh di luar garis tunggal, Thiem pun memastikan diri menjadi juara Grand Slam pertama dari Austria sejak Thomas Muster menjuarai Perancis Terbuka 1995. Status lain yang didapatnya adalah sebagai petenis dengan gelar pertama Grand Slam sejak Marin Cilic menjadi juara AS Terbuka 2014.
Setelah itu, panggung kompetisi terbesar di arena tenis ini selalu dijuarai salah satu dari ”Big Three”—Roger Federer, Rafael Nadal, dan Novak Djokovic—diselingi Stan Wawrinka pada AS Terbuka 2016.
AS Terbuka, yang tahun ini diselenggarakan tanpa penonton karena pandemi Covid-19, tak diikuti Federer karena cedera lutut kanan. Nadal juga absen karena khawatir melakukan perjalanan ke AS pada masa pandemi.
Djokovic sebenarnya hadir di Flushing Meadows dan menjadi favorit juara. Namun, dia tersingkir pada babak keempat ketika berhadapan dengan Pablo Carreno Busta dengan cara didiskualifikasi. Hal itu terjadi setelah bola pukulan Djokovic mengenai leher salah satu hakim garis. Dalam buku peraturan Grand Slam, meski hal tersebut dilakukan tanpa sengaja, sanksi harus diterapkan karena membahayakan orang lain.
Maka, final ini menjadi yang pertama di arena Grand Slam, sejak Wimbledon 2016, yang tak diwarnai kehadiran ”Big Three”. Saat itu, gelar juara diperebutkan Andy Murray dan Milos Raonic yang akhirnya dimenangi Murray, 6-4, 7-6 (7-3), 7-6 (7-2).
Thiem memanfaatkan kesempatan ini setelah dihentikan anggota ”Big Three” pada tiga final Grand Slam sebelumnya. Petenis Austria ini takluk dari Rafael Nadal pada final Perancis Terbuka 2018 dan 2019, serta kalah dari Djokovic pada final Australia Terbuka 2020.
Kami mulai saling mengenal pada 2014 dan sejak saat itu berteman dan menjadi rival. Saya berharap bisa ada dua pemenang hari ini. Kami berhak mendapatkannya.
Dengan rentetan kekalahan itu, Thiem menjadi salah satu tunggal putra tertua yang membawa pulang trofi pertama Grand Slam dalam usia cukup ”tua”, yaitu 27 tahun. Hanya Wawrinka yang lebih tua dari Thiem saat menjuarai Grand Slam untuk pertama kalinya, yakni 29 tahun, ketika menjuarai Australia Terbuka 2014.
Tertinggal dua set
Kemenangan Thiem diawali penampilan set pertama. Petenis unggulan kedua ini tampil baik dalam perjalanan menuju final, terutama ketika mengalahkan finalis AS Terbuka 2019, Daniil Medvedev, pada semifinal.
Permainannya pada set awal final dirusak oleh kesalahan servis dan pengembalian servis. Pada set pertama, misalnya, dia membuat tiga double fault, dua di antaranya dalam gim ketujuh yang membuatnya tertinggal, 2-5. Sementara itu, Zverev membuat satu double fault.
Kesulitannya saat melakukan servis juga terlihat dari statistik keberhasilan melakukan servis pertama dengan benar (first serve in). Dari 27 kesempatan servis, hanya 10 yang dilakukan dengan benar (37 persen).
Thiem, juga, kesulitan dalam meraih poin dalam posisi menerima servis, apalagi dengan servis Zverev yang memiliki kecepatan hingga 225 kilometer per jam. Hanya tiga poin yang bisa didapat dari 19 kali pengembalian servis (16 persen) pada set pertama.
Situasi pada set kedua tak banyak berubah hingga Thiem langsung tertinggal, 1-5. Dia akhirnya mendapat celah ketika akurasi pukulan Zverev mulai menurun. Thiem memperkecil selisih ketinggalan hingga 4-5, tetapi tetap kehilangan set tersebut.
Final pada hari terakhir AS Terbuka ini akhirnya berlangsung lima set setelah Thiem memenangi set ketiga dan keempat.
Meski dengan tempo permainan yang lebih lambat, perebutan poin tetap berlangsung ketat. Zverev mendapat kesempatan memenangi laga ketika unggul 5-3, lalu memegang servis pada gim berikutnya. Namun, Thiem memberi perlawanan dan membuat perebutan gelar juara harus ditentukan melalui tiebreak.
Servis Zverev yang mulai melemah–selama ini servis kedua menjadi kelemahan–membuatnya melakukan dua kali double fault hingga tertinggal, 3-5. Total, Zverev membuat 15 double fault, sedangkan Thiem dengan delapan kesalahan ganda.
Thiem mendapat kesempatan pertama memenangi laga dalam keunggulan, 6-4. Namun, dua unforced error dari forehand membuat peluang kedua petenis menjadi sama, 6-6. Thiem akhirnya meraih trofi grand slam pertama pada championship point ketiga ketika bola dari backhand Zverev jatuh di luar garis tunggal, dengan durasi pertandingan menunjukkan waktu 4 jam 1 menit.
Zverev menghampiri Thiem, rival yang juga sahabatnya, untuk memberi selamat. Kedekatan itu membuat mereka tak hanya saling menyentuhkan raket, tetapi bersalaman dan berpelukan.
”Kami mulai saling mengenal pada 2014 dan sejak saat itu berteman dan menjadi rival. Kami menjalani banyak momen di lapangan dan luar lapangan. Saya berharap bisa ada dua pemenang hari ini. Kami berhak mendapatkannya,” komentar Thiem.
Karena digelar tanpa penonton, tim pelatih Thiem pun bisa menghampirinya ke lapangan untuk memberi selamat. Di antara mereka terdapat ayahnya dan mantan petenis Chile, Nicolas Massu, yang menjadi pelatih Thiem tahun ini.
Dengan diterapkannya protokol kesehatan, seperti yang terjadi pada tunggal putri, acara penyerahan trofi pun belangsung berbeda. Jika biasanya trofi diserahkan oleh mantan petenis, kali ini, finalis dan sang juara mengambil sendiri trofi yang disimpan di meja di depan mereka. (AP/AFP)