Kecelakaan Bus dan Kereta Lampung-Palembang, Empat Penumpang Tujuan Jakarta Tewas
Empat penumpang bus tujuan Jakarta meninggal seusai bus yang ditumpangi tertabrak kereta api Lampung-Sumsel.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, VINA OKTAVIA
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Empat penumpang PO Bus Putra Sulung tewas seusai bus tertabrak kereta api Bandar Lampung-Palembang di pelintasan sebidang kawasan Martapura, OKU Timur, Minggu (21/4/2024) siang. Belasan penumpang lainnya alami luka-luka.
Manajer Hubungan Masyarakat Divre IV Tanjungkarang Azhar Zaki Assjari menjelaskan, kecelakaan itu terjadi saat KA Rajabasa relasi Tanjungkarang, Lampung-Kertapati Palembang, Sumsel bertrabrakan bus di Km 193+7 petak jalan Way Pisang (WAP) dan Martapura (MP) Pukul 13.10 WIB.
Seluruh penumpang dan awak KA selamat tetapi empat penumpang bus tewas. Dari data yang dihimpun pihaknya, satu orang tewas di tempat kejadian dan tiga orang meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Selain itu, 15 orang luka-luka.
”Saat kami melakukan evakuasi ke rumah sakit terdekat, empat korban jiwa (meninggal) dan 15 luka-luka,” ujar Zaki.
Adapun lokasi kecelakaan berjarak sekitar 235 kilometer atau kurang lebih 5 jam perjalanan darat ke arah barat daya dari Palembang.
Zaki memastikan, pelintasan di lokasi kejadian adalah pelintasan yang sudah KAI pasangkan palang pintu manual. Palang dijaga oleh masyarakat sekitar secara swadaya. Saat kejadian, masinis KA pun telah membunyikan semboyan 35 secara berulang, tetapi, menurut dia, tidak diindahkan oleh pengemudi bus sehingga tabrakan tidak bisa dihindari.
Kepala Kepolisian Resor OKU Timur Ajun Komisaris Besar Dwi Agung Setyono menjelaskan, sebelum terjadi kecelakaan, bus Putra Sulung sempat mengalami mati mesin. Itu terjadi sewaktu melalui perlintasan kereta api di Jalan Pertanian, Martapura, Di saat bersamaan, kereta api dari Bandar Lampung tujuan Palembang sudah dekat. Akhirnya, kecelakaan tidak bisa dihindari.
Saat bus mengalami mati mesin, para penumpang bus panik dan ada beberapa yang berhasil keluar sebelum bus tertabrak kereta api.
Agung melanjutkan, pelintasan kereta api itu memang ada palang pintu, tetapi tidak berfungsi. Pelintasan hanya dijaga oleh sejumlah sukarelawan. Saat bus hendak menuju pelintasan, petugas sukarelawan sudah memperingatkan akan ada kereta api yang melintas.
Namun, bus yang telanjur masuk dan mengalami mati mesin di tengah pelintasan. ”Saat bus mengalami mati mesin, para penumpang bus panik dan ada beberapa yang berhasil keluar sebelum bus tertabrak kereta api,” katanya.
Untuk saat ini, Agung menyampaikan, pihaknya masih mendalami peristiwa tersebut. Tidak tertutup kemungkinan ada unsur kelalaian dari sopir bus ataupun pihak PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre IV Tanjungkarang yang membawahi pelintasan di lokasi kejadian tersebut.
”Kami akan memintai keterangan dari semua pihak, baik dari sopir bus maupun PT KAI. Tetapi, hingga kini, sopir bus belum bisa dimintai keterangan,” tutur Agung.
Menurut Zaki, insiden itu menyebabkan pihaknya mengalami kerugian materil. Salah satunya karena perjalanan sejumlah KA Rajabasa dan KA Kuala Stabas terganggu dan mengalami keterlambatan. Kereta api lainnya, seperti KA barang pun sempat tertahan. Akan tetapi, setelah proses evakuasi selesai dilakukan, perjalanan KA Lampung-Sumsel dan sebaliknya kembali normal mulai pukul 15.24.
Padahal, merujuk Pasal 114 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan bermotor wajib berhenti saat sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau isyarat lainnya. Pengemudi kendaraan wajib mendahulukan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu untuk melintasi rel.
”Masinis kami sudah mencoba menghentikan kereta api, tetapi karena jarak yang sudah dekat serta laju tonase kereta api, temperan tidak bisa dihindari dan bus akhirnya terseret sekitar 50 meter,” katanya.
Peristiwa berulang
Bukan sekali ini saja kecelakaan terjadi di perlintasan tersebut. Dalam tiga bulan terakhir, terjadi dua kali kecelakaan di sana. Sebelumnya, 10 Februari 2024, terjadi tabrakan antara bus dan kereta api barang di lokasi yang sama. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa saat itu.
Zaki mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan OKU Timur untuk meningkatkan keamanan di pelintasan tersebut. ”Hal ini dilakukan agar masyarakat lebih berhati-hati dan mencegah kecelakaan serupa,” tuturnya.
Saat ini, ada 24 pelintasan rawan kecelakaan di Lampung dan Sumsel, terdiri dari 17 pelintasan di kawasan Lampung dan 7 di wilayah Sumsel. Dari data itu, sembilan pelintasan dijaga petugas, sedangkan 15 pelintasan tidak dijaga petugas.
Terkait kecelakaan yang baru terjadi, pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menuturkan, insiden serupa berpotensi terus terjadi karena minim anggaran untuk peningkatan keselamatan di pelintasan kereta api di wilayah Sumatera, terlebih dana yang berasal dari pemerintah daerah. Situasi semakin parah karena lalu lintas kereta api di Sumatera, khususnya di Sumsel dan Lampung didominasi kereta barang dan batu bara.
Selama ini, kereta barang ataupun batu bara itu beroperasi tanpa jadwal sehingga petugas penjaga perlintasan, terutama petugas sukarelawan tidak bisa menjaga dengan fokus. ”Kalau lalu lintas kereta barang ataupun batu bara itu terjadwal dan jadwalnya diketahui oleh para petugas penjaga perlintasan, para petugas itu pasti akan bersiaga sebelum kereta melintas,” tegasnya.
Selain itu, Djoko menyampaikan, petugas penjaga perlintasan, khususnya yang bersifat sukarelawan perlu dibekali alat komunikasi agar bisa berkoordinasi dengan petugas di stasiun terdekat terkait jadwal perjalanan kereta. Dengan begitu, harapannya insiden kecelakaan di pelintasan sebidang bisa semakin ditekan.