Kecelakaan "Travel" Gelap KM 58 Mengungkit Masalah Jaringan Transportasi Lokal
Banyak daerah tujuan mudik belum optimal menyiapkan angkutan lokal guna menjemput dan mengantar pemudik sampai ke rumah.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO, RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Insiden kecelakaan maut travel gelap yang menewaskan 12 orang saat arus mudik lebaran di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 58 pada Senin (8/4/2024) lalu mengungkit permasalahan buruknya jaringan transportasi lokal. Banyak daerah tujuan mudik dinilai belum optimal menyiapkan angkutan lokal untuk menjemput dan mengantar pemudik sampai ke rumah.
Pakar transportasi dari Universitas Indonesia (UI), Ellen Tangkudung berpandangan, banyak anggota masyarakat memilih menggunakan travel gelap karena tarifnya relatif lebih murah dibanding angkutan umum resmi berpelat kuning. Selain itu, keunggulan yang bisa dilakukan oleh travel gelap adalah bisa menjemput dan mengantar pemudik dari dan sampai ke depan rumah.
Peluang travel gelap ini muncul karena belum banyak pemerintah daerah yang menyediakan jaringan transportasi umum di wilayahnya agar bisa mengantarkan pemudik sampai ke desa atau rumah. Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah.
"Mereka yang naik travel gelap itu biasanya di daerah tujuannya tidak dilayani kendaraan umum pengumpan yang optimal. Kalau naik bus pun masih kebingungan untuk menyambung lagi sampai rumah. Ini membuat biaya perjalanan lebih mahal," kata Ellen saat dihubungi dari Jakarta, Senin (15/4/2024).
Ellen juga mendorong setiap pemerintah daerah (pemda) memfasilitasi angkutan mudik bagi semua warganya yang merantau hingga sampai ke rumah. Minimal pemda bisa menyediakan angkutan gratis atau dengan tarif terjangkau dari terminal, stasiun, dan bandara kedatangan di daerah untuk mengantarkan ke desa-desa tujuan pemudik.
Jika hal itu terwujud, travel gelap akan ditinggalkan dengan sendirinya. Sebab, angkutan gelap adalah fenomena yang sulit dibendung karena keberadaannya sulit dibedakan dengan kendaraan pribadi. Walaupun dalam praktiknya penjaja travel gelap sangat mudah ditemui di internet, polisi juga dianggap kesulitan menindak jika belum terjadi pelanggaran lalu lintas.
"Pemda juga harus membangun transportasi di daerahnya. Tidak hanya untuk arus Lebaran, tetapi berkelanjutan. Polisi itu baru bisa menindak kalau dia melanggar, sementara travel gelap itu saru dengan kendaraan pribadi," ucapnya.
Sejauh ini, polisi masih terus berupaya mencari cara yang tepat untuk menindak angkutan gelap yang menodai kelancaran arus mudik Lebaran tahun ini. Polisi mengakui, semua rencana pengamanan angkutan Lebaran yang disiapkan pemerintah tidak akan berhasil jika para pemudik melanggar aturan seperti travel gelap yang kecelakaan di Km 85 Tol Jakarta-Cikampek.
"Tentu kejadian ini menjadi catatan, mari kita sama-sama tunggu terkait hasil evaluasi travel gelap. Pemerintah sudah meningkatkan pelayanan publik maupun sarana prasarana jalan demi memberikan kenyamanan, kelancaran, dan keselamatan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas), Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Jumlah korban menurun
Di sisi lain, Ellen menyoroti angka korban meninggal dunia akibat kecelakaan selama angkutan Lebaran yang terus menurun. Hal baik ini tercipta karena perencanaan lalu lintas Lebaran sudah membentuk pola dan dipahami oleh semua pihak, mulai dari pembatasan operasional kendaraan berat, skema satu arah dan lawan arah, hingga ganjil-genap.
Dalam catatan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, jumlah korban meninggal dunia selama angkutan Lebaran menurun dalam tiga tahun terakhir. Pada 2022 ada sebanyak 310 orang meninggal dunia dari 1.457 kasus kecelakaan, lalu turun menjadi 189 orang meninggal dunia pada 2023 dari 1.789 kasus kecelakaan.
Dalam masa angkutan Lebaran 2024 per Senin (15/4), Korlantas Polri mencatat terjadi penurunan sebanyak 3 persen korban meninggal dunia dan angka kecelakaan juga turun 15 persen dari tahun lalu. Faktor penyebab kecelakaan yang paling sering terjadi antara lain, tidak jaga jarak aman (32 persen), saat berbelok (16 persen), ceroboh berubah arus (13 persen), dan ceroboh saat menyalip (11 persen).
"Harus disoroti angka fatalitasnya. Kalau angka semakin merosot, ya bagus sekali. Sebab, orang meninggal itu bisa mengakibatkan kemiskinan, apalagi kalau ia tulang punggung keluarga," kata Ellen.
12 Jenazah teridentifikasi
Dalam kesempatan ini polisi berhasil mengidentifikasi 12 korban meninggal dunia dalam travel gelap minibus Gran Max bernomor polisi B1635BKT yang kecelakaan di Km 58 Tol Jakarta-Cikampek. Semua ahli waris korban mendapat uang santunan dari pemerintah sebesar Rp 50 juta.
Nama-nama para korban adalah Najwa Ghefira (21), Eva Daniawati (30), Sendi Handian (18), Aisya Hasna Humaira (18), Azfar Waldan Rabbani (14), Ukar Karmana (55), Zihan Windiansyah (25), Jasmine Mufidah Zulfa (10), Nina Kania (31), Ahim Romansah (38), Rizki Prastya (22), Muhamad Nurzaki (21). Mayoritas teridentifikasi melalui pemeriksaan DNA dan berasal dari Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Direktur Operasional PT Jasa Raharja, Dewi Aryani Suzana menjelaskan, mereka tetap berhak mendapat uang santunan, walau berada di travel gelap karena peristiwa ini melibatkan kendaraan lain, bukan kecelakaan tunggal. Hal ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan.
"Kecelakaan atas dua kendaraan atau lebih itu dijamin UU 34 mendapat santunan dan tidak melihat status kendaraannya. Korban luka dua orang juga dijaminkan ke rumah sakit dan ditanggung maksimal Rp 20 juta," kata Dewi.