Pendidikan Karakter Terdampak, Atalia Praratya Tolak Penghapusan Pramuka
Pendidikan kepramukaan dianggap masih dibutuhkan dalam membentuk karakter generasi muda yang patriotik dan disiplin.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kwartir Daerah PramukaJawa Barat menolak penghapusan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib di lingkungan pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan karakter yang menjadi nilai dari kepramukaan diharapkan tetap hadir untuk membangun generasi muda yang berjiwa patriotik serta disiplin dan taat hukum.
Ketua Kwartir Daerah (Kwarda) Jabar Atalia Praratya di Bandung, Selasa (2/4/2024), menyatakan penolakan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 terkait Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
Aturan itu mencabut Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 terkait kewajiban Pramuka di lingkungan siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Akibat peraturan tersebut, lanjut Atalia, para siswa tidak lagi diharuskan mengikuti kegiatan kepramukaan di sekolah masing-masing. Meskipun Pramuka tetap wajib ada di sekolah, Permendikbud terbaru ini memberikan pilihan bagi siswa untuk mengikuti ekstrakurikuler tersebut.
”Kwarda Jabar secara khusus terkejut dengan adanya aturan ini. Kami belum mendapatkan sosialisasi pembuatan aturan ini sebelumnya. Kami sampaikan, peserta didik di Jabar itu ada 8 juta dan ini yang perlu kami perhatikan jika Pramuka tidak lagi menjadi ekskul wajib di lingkungan pendidikan dasar dan menengah,” katanya.
Menurut Atalia, kondisi ini dikhawatirkan bakal membuat anak-anak tidak mendapatkan pendidikan karakter sebagai fondasi yang cukup di lingkungan sekolah. Kecakapan hidup yang ada dalam pendidikan kepramukaan tidak akan didapatkan secara merata karena siswa diberikan pilihan untuk mengikuti kegiatan lainnya.
”Kami menolak Permendikbudristekdikti Nomor 12 Tahun 2024. Kami menyadari pendidikan karakter tidak boleh dilepaskan dari kehidupan. Itu menjadi dasar agar mereka punya fondasi yang cukup baik dan pribadi yang tangguh dalam menghadapi tantangan dari masa ke masa,” ujarnya.
Jangan sampai karena merdeka belajar, itu (pendidikan karakter) juga ”dimerdekakan ”. Itu pemikiran yang keliru.
Atalia juga berharap pemerintah mengkaji kembali peraturan tersebut karena Pramuka memiliki kontribusi penting dari masa ke masa. Karena itu, organisasi ini memiliki tanggung jawab untuk membawa generasi muda untuk lebih mencintai alam, sesama, hingga menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
”Pramuka memiliki sejarah yang panjang. Kami hadir sejak 1912 dan pada tahun 1961 Presiden Soekarno menggabungkan seluruh organisasi kepanduan menjadi satu Pramuka. Menurut kami, ini menjadi tanggung jawab yang besar,” kata Atalia.
Pengamat kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Profesor Cecep Darmawan berpendapat, kebijakan yang dikeluarkan Kemendikbudristek ini masih belum ideal. Apalagi, pendidikan karakter harus diberikan kepada anak usia dini sebelum melangkah ke jenjang umur berikutnya.
Cecep menyarankan pemerintah mengkaji ulang peraturan tersebut dengan menguatkan kembali peran Pramuka. Apalagi, dunia pendidikan kerap diwarnai berbagai pelanggaran, mulai dari perundungan hingga kekerasan seksual yang perlu dihilangkan dengan pendidikan karakter.
”Jangan sampai karena merdeka belajar, itu (pendidikan karakter) juga ’dimerdekakan’. Itu adalah pemikiran yang keliru karena pendidikan karakter untuk anak itu masih harus diarahkan dan ada sejak awal. Jika ini menjadi opsional, maka akan menurunkan peran Pramuka dalam membangun karakter anak,” ujarnya.