Menuju DKJ, Kawasan Aglomerasi Bodetabekjur Perlu Kepastian Hukum
Kawasan aglomerasi diharapkan bisa memberikan pemerataan pembangunan hingga kesejahteraan masyarakat di dalamnya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Kawasan aglomerasi dalam Daerah Khusus Jakarta atau DKJ bakal berdampak pada sejumlah daerah di Jawa Barat yang berbatasan dengan kota tersebut. Kepastian hukum dalam menjalankan daerah penyangga ini diharapkan bisa memberikan pemerataan dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar Iendra Sofyan menyatakan, wewenang dalam kawasan aglomerasi DKJ masih dalam pembahasan. Apalagi, saat ini tidak hanya Bogor dan Bekasi, tetapi termasuk Kabupaten Cianjur yang masuk ke daerah penyangga tersebut.
Berdasarkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta yang telah disahkan dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/3/2024), kawasan aglomerasi memiliki keterkaitan fungsional dengan sistem jaringan terintegrasi. Setiap kawasan menjadi satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global meskipun berbeda dari sisi administratif.
Kawasan aglomerasi DKJ ini mencakup area Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Bodetabekjur). Dalam Pasal 55 UU ini, penataan kawasan penyangga nantinya akan diatur dengan Dewan Kawasan Aglomerasi dengan pemimpin yang ditunjuk langsung oleh Presiden.
”Semuanya (aglomerasi) masih dalam pembahasan. Khusus untuk Cianjur, kami belum mengetahui sektor apa yang berperan dalam kawasan aglomerasi. Bisa saja jadi daerah tangkapan air,” ujar Iendra di Bandung, Selasa (2/4/2024).
Karena berkaitan dengan Jakarta, Iendra berharap pembangunan dan pola ekonomi di daerah aglomerasi mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat. Namun, hal ini juga tidak mengurangi kontribusi daerah-daerah tersebut dalam pembangunan Jabar.
”Kami berharap secara administrasi, kawasan aglomerasi itu tetap masuk ke wilayah Jabar sehingga pendapatannya masih ke Jabar. Pola aglomerasi ini juga diharapkan bisa menyejahterakan masyarakat dengan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Iendra.
Perlu ada jaminan keadilan yang dirasakan masyarakat.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jabar Bedi Budiman turut menanggapi terkait Dewan Aglomerasi. Dia berharap kawasan ini memiliki payung hukum yang jelas sehingga pemerataan pembangunan dan keadilan bisa dirasakan oleh masyarakat.
Bedi melihat, daerah-daerah penyangga ini bakal berperan dalam kelangsungan hidup di kawasan pusat. Namun, dia khawatir ketimpangan tetap dialami masyarakat pinggiran jika tidak ada aturan yang memperhatikan dampak sosial, ekonomi, hingga lingkungan.
Menurut Bedi, salah satu aturan yang perlu menjadi perhatian adalah terkait rencana detail tata ruang dan wilayah, terutama jika ada rencana strategis nasional yang terpusat. Produk hukum yang ada juga diharapkan tidak tumpang tindih sehingga kawasan aglomerasi bisa dibangun dengan aturan yang lebih rigid.
”Pemerintah di Jabar itu berupaya keras membangun ketertinggalan. Perlu ada jaminan keadilan yang dirasakan masyarakat. Semangat ini yang menjadi nilai yang diharapkan hadir dalam otoritas kewenangan ini. Apalagi, Menteri Dalam Negeri juga menyatakan tidak ada kewenangan otonomi dan desentralisasi yang dilanggar,” tutur Bedi.