Sampai Kapan Aceh Menampung Rohingya?
Pengungsi Rohingya terus berdatangan ke Aceh dan selama itu pula diterima. Namun, hingga kapan Aceh menampung mereka?
Telah lama daratan Aceh dijadikan tanah transit bagi warga Rohingya yang melarikan diri dari kamp pengungsian di Cox’ Bazar, Bangladesh. Selama itu pula Aceh mengulurkan tangan untuk menolong. Namun, mau sampai kapan Aceh menjadi tempat pendaratan Rohingya?
Pada Rabu (22/3/2024), warga Kabupaten Aceh Barat dikejutkan dengan informasi adanya warga Rohingya yang berada di perairan mereka. Kapal yang mereka tumpangi tenggelam sehingga mereka terapung di lautan.
Saiful, salah seorang nelayan tradisional di Aceh Barat, bersama nelayan lain menemukan para pengungsi itu berada di sebuah kapal yang terbalik. Beberapa orang berusaha berenang agar tidak tenggelam.
Baca juga: 75 Warga Etnis Rohingya Selamat, Puluhan Orang Hilang di Perairan Aceh
Karena alasan kemanusiaan untuk menyelamatkan nyawa orang, Saiful melakukan evakuasi terhadap enam orang.
”Kapal saya kecil, tidak muat banyak. Apakah salah saya menolong mereka yang nyaris mati di laut?” ujar Saiful saat ditemui di lokasi penampungan sementara pengungsi di gedung bekas kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Barat, Jumat (22/3/2024).
Pada Kamis pagi, tim Basarnas Banda Aceh mengevakuasi 69 orang Rohingya ke daratan. Kini 75 orang Rohingya berada di Aceh Barat.
Saiful mengatakan, dia melihat satu jasad perempuan Rohingya terapung dengan kaki terikat tali yang terhubung ke kapal yang terbalik. Namun, saat tim Basarnas melakukan evakuasi tidak ditemukan korban yang meninggal.
Pengungsi Rohingya di lokasi penampungan sementara pengungsi di gedung bekas kantor Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh Barat, Jumat (22/3/2024). Sebanyak 75 pengungsi Rohingya dievakuasi setelah kapal mereka terbalik.
Saat ini, para pengungsi Rohingya itu ditempatkan di gedung milik PMI Aceh Barat di Desa Suak Nie, Kecamatan Johan Pahlawan. Petugas dari Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Kantor Imigrasi masih melakukan pendataan.
Pemkab Aceh Barat menurunkan tim medis untuk memeriksa kesehatan. Bantuan masa darurat seperti pakaian dan makanan juga telah diberikan.
Tujuan Malaysia
Seorang pengungsi Rohingya, Samira (17), ditemui di lokasi penampungan, menuturkan, dia nekat keluar dari kamp pengungsian di Bangladesh dan rela membayar sejumlah uang karena dijanjikan oleh jaringan penyelundup untuk bisa masuk ke Malaysia.
Beberapa saudaranya kini berada di Malaysia dan Samira berharap segera menyusul ke sana.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Ditampung Sementara di Aceh Barat, Entah sampai Kapan
Perjalanan mengarungi samudra tidak mudah. Sekitar 15 hari mereka berada di laut lepas. Badai dan gelombang menghantam lambung kapal. Kapal itu meluncur mulus ke perairan Indonesia dan tidak terpantau oleh pihak keamanan. Dia bahkan tidak tahu bahwa posisi kapal telah masuk ke perairan Aceh.
Dihantam badai, kapal terbalik. Dalam keadaan panik, mereka berusaha menaiki kapal yang terbalik.
Dua teman Samira hilang ditelan gelombang. Sempat pasrah jika harus mati di laut Indonesia, tetapi dia beruntung diselamatkan oleh kapal Basarnas Banda Aceh.
”Mimpi saya ingin ke Malaysia bertemu saudara di sana,” kata Samira dalam bahasa Inggris.
Salem (34), pengungsi Rohingya yang juga berada di kapal itu, mengatakan, saat berlayar dari Bangladesh, mereka berjumlah sekitar 150 orang. Namun, menurut versi UNHCR, jumlah pengungsi di kapal itu 142 orang.
Salem mengatakan, sebagian pengungsi meninggal di kapal dan dilarung ke laut. Pengungsi meninggal saat sudah berada di perairan Indonesia.
Informasi yang dihimpun Kompas, kapal itu dituntun oleh beberapa orang lokal. Bahkan, ada yang menyebut kapten kapal merupakan warga Aceh. Namun, saat Kompas mengonfirmasi kepada Kepala Kepolisian Resor Aceh Barat Ajun Komisaris Besar Andi Kirana, polisi belum bersedia memberikan keterangan.
Asisten I Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Teuku Samsul Alam menyebutkan, pengungsi Rohingya sebagai tamu yang tidak diundang. Meski kehadiran mereka tidak diinginkan, pemkab tetap memberikan pertolongan.
Menurut Samsul, sebagai sesama manusia dan umat beragama, pengungsi Rohingya merupakan saudara yang harus dibantu. Apalagi, kondisi mereka tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Baca juga: Antara Perdagangan Orang dan Migrasi
Samsul meminta warganya agar tidak menolak keberadaan Rohingya. ”Kita upayakan mereka tidak akan lama di sini. Jadi, jangan ada penolakan, kecuali ada hal-hal yang tidak bisa dimaklumi,” ujar Samsul.
Negara ketiga
Anggota Staf UNHCR Indonesia, Faisal Rahman, menuturkan, pihaknya baru tahu ada kapal Rohingya di perairan Indonesia setelah kapal tenggelam. Saat kapal keluar secara diam-diam dari laut Bangladesh tidak ada yang mendeteksi.
Faisal menuturkan, pihaknya baru bisa menangani pengungsi setelah ada izin pendaratan dari pemerintah setempat dan penentuan lokasi penampungan oleh pemerintah.
Faisal menambahkan, Informasi yang dia dapatkan dari pengungsi yang selamat, jumlah pengungsi di dalam kapal itu sebanyak 142 orang. Namun, yang berhasil diselamatkan 75 orang.
”Sisanya masih hilang, saya tidak berani memastikan mereka yang hilang sudah menjadi korban (meninggal) atau tidak. Yang jelas mereka masih hilang,” kata Faisal.
Setelah tiba di daratan, semua kebutuhan pengungsi menjadi tanggung jawab UNHCR.
”Selama ini tidak ada alokasi khusus dari APBD untuk pengungsi. Jika ada bantuan dari pemda, hanya pada masa darurat saja,” kata Faisal.
Faisal mengatakan, mereka tidak bisa mencegah para pengungsi untuk mencari negara-negara lain untuk melanjutkan kehidupan yang layak. Meski demikian, sebagai kaum rentan, para pengungsi butuh perlindungan para pihak.
Faisal mengatakan, saat ini sedikitnya 1.300 pengungsi Rohingya berada di Aceh. Mereka ditempatkan di posko darurat di Banda Aceh, Pidie, Lhokseumawe, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Aceh tidak memiliki pusat penampungan khusus pengungsi.
Kelompok pengungsi itu masuk ke Aceh secara bergantian. Beberapa di antara mereka sudah lebih setahun berada di posko penampungan, tetapi negara yang bersedia menampung mereka tidak kunjung ditemukan.
Solusi politik harus terus diupayakan karena persoalan pengungsi ini sudah mengganggu stabilitas kawasan ASEAN. Jika tidak selesai, pengungsi Rohingya terus menyerbu ke negara tetangga, termasuk Indonesia.
Alhasil, UNHCR sendiri tidak bisa memastikan sampai kapan pengungsi Rohingya berada di Aceh. ”Indonesia kita katakan adalah negara transit sementara, dia tidak akan permanen di sini,” kata Faisal.
Baca juga: ASEAN Tidak Boleh Maklumi Junta Myanmar
Faisal menambahkan, persoalan pengungsian merupakan masalah global. Belakangan pengungsi bertambah setelah terjadi perang di beberapa negara, seperti Ukraina dan Palestina.
Namun, masalah yang dihadapi pengungsi Rohingya berbeda dengan pengungsi dari negara lain.
”Warga Rohingya ini tidak diakui kewarganegaraannya oleh Pemerintah Myanmar. Mereka tidak punya dokumen atau administrasi sehingga menyulitkan untuk diterima karena tidak ada record-nya,” kata Faisal.
Sementara itu, Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, penanganan pengungsi Rohingya jangan dibebankan kepada Pemerintah Indonesia saja. Dia mendorong negara-negara anggota ASEAN agar ikut mengambil tanggung jawab terhadap kondisi Rohingya.
Adli menambahkan, solusi politik harus terus diupayakan karena persoalan pengungsi ini sudah mengganggu stabilitas kawasan ASEAN. Jika tidak selesai, pengungsi Rohingya terus menyerbu ke negara tetangga, termasuk Indonesia.
Aceh yang merupakan provinsi terdekat dengan Bangladesh akan selalu menjadi sasaran transit pengungsi Rohingya. Mau sampai kapan Aceh menjadi lokasi pendaratan pengungsi.
Baca juga: Troika ASEAN untuk Penyelesaian Isu Myanmar